Tak lama kemudian, kebingungan Jasper terjawab dengan adanya ketukan di pintu kamar. Mau tak mau dia jadi disadarkan dengan kehebatan Diamond yang bisa merasakan kedatangan seseorang dengan jarak sejauh itu.
'Aku saja tak merasakan apa-apa sampai ada ketukan.'
Jasper membuka pintu kamarnya untuk memeriksa siapa yang datang. Dan ternyata mereka adalah kedua pengawal pribadinya.
"Maaf pangeran, tadi kami mendengar ada suara-suara dari dalam kamar. Kami khawatir jika ada seorang penyusup." Sinistra, salah satu pengawal pribadi Jasper melapor. Sementara pengawal satunya, Dextra berusaha melihat kedalam kamar.
"Tidak ada siapapun di sini, aku sendirian." Jasper menjawab cepat-cepat, tetapi kedua pengawalnya itu tidak percaya dan tetap memaksa untuk masuk ke dalam kamar.
Mereka memeriksa secara menyeluruh semua sudut kamar tanpa terkecuali ke bagian balkon. Membuat Jasper sedikit was-was kalau Diamond akan ketahuan sedang bersembunyi.
Akan tetapi kekhawatiran Jasper tidak terjadi, setelah beberapa saat kedua pengawal itu tidak dapat menemukan siapapun di dalam kamar selain Jasper. Mereka berdua pun meminta maaf dan memberikan penghormatan kepadanya, dan tidak lupa pula memintanya untuk menutup semua jendela dan pintu serta segera beristirahat.
Jasper mengantarkan mereka berdua sampai pintu, kemudian menutupnya rapat-rapat. Lalu Jasper bergegas ke arah balkon untuk menghampiri Diamond yang sedang bersembunyi.
"Diamond?" tanya Jasper karena tak mendapati siapapun di sana.
"Berengsek mereka! Kenapa tidak langsung kau usir saja sih?" gerutu Diamond kesal. Dia tiba-tiba melompat dari bawah balkon tempatnya bersembunyi, dan mendarat tepat di hadapan Jasper.
"Tidak bisa. Mereka akan curiga dan melaporkan kepada ayahmu. Pasti bakalan panjang urusannya. Lagian yang salah itu kamu kan, yang menyelinap kekamarku tengah malam begini?"
"Sebaiknya kamu pulang saja, besok kita lanjutkan lagi ngobrolnya." Jasper menggiring Diamond ke tepi balkon kamarnya.
"OK, besok aku akan mengajak Zircon ikut latihan fisik, beladiri dan Gear denganmu. Kamu tak akan sendirian lagi, Jez ... Aku pergi!" Diamond melompat dari balkon lantai kamar Jasper dan menghilang dalam gelapnya malam.
***
Keesokan harinya Jasper sengaja datang ke tempat latihan lebih pagi agar bisa sedikit ngobrol dengan sahabat-sahabat lamanya. Sekedar untuk beramah tamah sebelum acara latihan pagi dimulai.
Namun betapa kagetnya Jasper saat tiba di dojo. Telah hadir seorang pemuda dengan rambut hitam panjang sebahu yang diikat dengan gaya ekor kuda di sana. Pemuda itu memiliki wajah yang sangat tampan. Wajah bak karya seni yang sempurna, dengan mata hitam tajam dan wajah dingin tanpa ekspresi. Dia adalah Zircon putra tunggal Morgan, sang panglima tertinggi angkatan bersenjata kerajaan.
'Sepertinya Zircon salah waktu.' Jasper membatin geli melihat Zircon yang sudah banyak berkeringat. Pasti dia sudah cukup lama berlatih.
Saat menyadari kedatangan Jasper, Jasper menghentikan kegiatannya yang sedang push up dengan satu jari. Kemudian pemuda itu menegur kepada Jasper dengan nada kesal. "Kau terlambat Jez, sudah sejam aku menunggumu."
Zircon berusia tiga tahun lebih tua dari Jasper, namun entah mengapa dia bahkan tampak lebih dewasa dari Diamond yang sudah berusia dua puluh lima tahun. Sikap tenangnya, pembawaan yang dingin bahkan cenderung ketus sangat berlawanan dengan Diamond yang ceria.
"Wah sepertinya kamu salah informasi, Sobat. Lihat saja Paman Kunzite juga belum tiba. Sepertinya kau kena dikerjai oleh Diamond, hehehe." Jasper terkikik geli melihat wajah Zircon yang berubah menjadi masam.
Tanpa berkomentar, Zircon melanjutkan gerakan push up. Membuat Jasper mau tak mau ikut melakukan kegiatan push up bersama disampingnya.
Tak lama kemudian Kunzite, mentor Jasper tiba di dojo. Beliau keheranan melihat kedua anak muda yang sudah rajin berlatih bahkan sebelum beliau tiba.
"Paman, dimana Diamond?" tanya Zircon tak sabaran.
"Diamond? Kurasa dia masih tidur waktu aku berangkat." Jawab Kunzite.
Zircon mendengus kesal demi mendengar jawaban itu. "Saya sampai disini saja Paman, permisi."
Zircon mengemasi handuk dan botol minumannya. Kemudian melemparkan pandangan 'akan kuseret dia kesini' pada Jasper sebelum pergi beranjak meninggalkan dojo.Jasper hanya bisa tersenyum geli sebagai balasan. Ingat benar bahwa Diamond dan Zircon memang selalu begitu. Tiada hari tanpa bertengkar di antara mereka, seperti kucing dan anjing.
Dalam pelajaran-pelajaran selanjutnya sampai makan siang, Zircon dan Diamond tidak nampak batang hidungnya. Membuat Jasper semakin dongkol dan uring-uringan. Saat pelajaran Gear berlangsung pun, kedua sahabatnya itu juga tidak hadir.
"Tapi ada untungnya juga mereka tidak datang, mereka tidak akan menertawakan saat aku salah melakukan jurus-jurus combo atau meleset dari sasaran tembak." Jasper mengambil sisi baik dari absennya mereka berdua. Dan memusatkan konsentrasi mempelajari jurus-jurus baru yang bahkan lebih keren dibanding peragaan video.
Akan tetapi konsentrasi Jasper buyar seketika saat tiba-tiba ada dua buah Gear super canggih melintas diatas ground latihan itu. Gear merah dengan senjata pedang dan Gear biru dengan senapan ganda. Kedua Gear itu pastinya selevel dengan Private Gear milik panglima atau prajurit dengan pangkat sersan ke atas.
Saking takjubnya, Jasper tak sanggup untuk bergerak. Hanya bisa tercengang kagum menyaksikan kedua gear itu bertempur dengan dahsyat dan saling hajar satu sama lainnya. Ledakan-ledakan saat kedua gear itu beradu membuat darah Jasper seolah bergejolak penuh gairah.
"Siapakah gerangan pilot kedua gear itu? Bagaimana bisa mereka masuk dan bertempur di kawasan istana ini?" Jasper bergumam kagum.
"Hentikan! ... Kubilang berhenti!" Berbeda dengan Jasper yang terkagum-kagum, Morgan malah berteriak geram.
Kedua gear itu terus saja bertarung tanpa kenal kompromi. Gear biru berhasil menembak Gear merah hingga sampai terhempas jatuh ke tanah. Saat Gear biru itu mendekat hendak menyerang lagi, Gear merah tiba-tiba menghunuskan pedang. Serangan telak dan sangat mematikan seandainya gear biru tak berhasil menghindar.
Tanpa sadar Jasper menikmati pertarungan itu, semakin penasaran dengan kedua pilotnya di dalamnya. Saat tersadar, Jasper sudah melompat turun dari common Gear yang dipilotinya. Gear yang biasa dipakai oleh prajurit atau sebagai alat transportasi. Dari bentuknya saja sudah kalah jauh jika dibandingkan dengan kedua private gear yang sedang bertarung di hadapannya.
Jasper berdiri di samping Morgan yang kemarahannya memuncak. Wajah pria paruh baya itu merah sekali menahan amarah saat berteriak. "Hentikan! Zircon! Diamond! Berhenti!"
"Diamond dan Zircon?" Jasper tersentak kaget saat menyadari pilot-pilot Gear itu adalah kedua sahabatnya.
'Gila level mereka benar-benar sudah jauh diatasku, keren banget!'
Beberapa menit kemudian berlalu. Kesabaran Morgan benar-benar habis karena Gear merah dan biru itu terus bertarung tanpa memperdulikan peringatan darinya.
"BERHENTI! FENRIR, PHOENIX... OFF!" Morgan kembali berteriak sambil mengeluarkan tekanan tenaga dalam yang sedikit aneh. Lalu tiba-tiba saja kedua gear yang sudah siap saling menyerang itu seketika berhenti bergerak.
Kedua gear itu sepertinya ter-shut down begitu saja. Kokpit tempat pilot keduanya terbuka, Zircon keluar dari gear merah dan Diamond dari gear biru, keduanya basah kuyup oleh keringat, terengah-engah dengan napas memburu.
"Apa-apaan kalian ini?" Dagu paman paman Morgan berkedut saking marahnya. Secepat kilat menghampiri mereka berdua yang tengah-engah membungkuk mengatur napas.
"Kami cuma latihan duel kok, hehe ... Iseng aja." jawab Diamond berusaha tersenyum disela-sela napasnya yang memburu.
"Benarkah itu, Zircon?" Morgan meminta penjelasan kepada Zircon.
"Benar, Ayah." Zircon menjawab tegas, dengan sikap sempurna pula. Walaupun jelas terlihat dia juga sedang kesusahan mengatur napas.
Meski hubungan mereka adalah ayahnya dan anak, tapi di dalam dunia militer Morgan adalah seorang jenderal. Yang berarti atasan dari Zircon serta Diamond sekaligus.
'Tapi kenapa sikap Diamond masih bisa santai? Dasar anak itu, tetap saja semaunya sendiri.'
"Kalau hanya latihan, tidak perlu sampai mengeluarkan Phoenix dan Fenrir segala kan? Apalagi dengan persenjataan lengkap seperti ini?" Morgan menghardik penuh curiga. Zircon hanya mampu menundukkan kepala semakin dalam, sementara Diamond menyunggingkan cengiran lebar bagaikan kuda, tanpa sanggup menjawab.
"Sudahlah, untung kalian berdua tidak apa-apa. Ayo!" Paman Morgan menarik dan menjinjing kemeja bagian leher belakang mereka berdua dengan kedua tangannya.
"Sampai disini dulu pelajaran kita hari ini, Pangeran Jasper. Saya akan membawa mereka berdua ke rumah sakit." Pamit Morgan kepada Jasper.
"Apapun yang terjadi jangan pernah sentuh kedua gear itu!" Morgan kemudian berlari setengah terbang membawa kedua sahabatku pergi.
"Jadi ini Phoenix dan Fenrir?" Gumam Jasper mengamati kedua gear itu dengan seksama dari kejauhan. Namun tidak berani menyentuhnya sesuai dengan perintah Morgan.
Sebenarnya ingin sekali Jasper menyentuh kedua Gear itu, tapi Morgan yang super serius tidak mungkin melarangnya tanpa alasan. Dan apapun alasannya pasti untuk kebaikan Jasper sendiri.
Sore hari setelah duel Gear merah dan biru itu, Jasper mendapatkan libur dari mentornya. Beliau memberi Jasper waktu bebas untuk menjenguk Diamond dan Zircon yang sedang cedera setelah duel Gear siang tadi. Dengan catatan dia harus membuat ilustrasi perang dan taktik yang harus dikumpulkan besok. Jasper tentu menyambut gembira waktu bebas yang dia dapatkan. Memanfaatkan waktu luangnya untuk datang berkunjung ke rumah sakit istana yang berada di tengah kota. Dari istana dia berangkat dengan dikawal oleh dua pengawal pribadinya Dextra dan Sinistra. Sesampai di rumah sakit Jasper langsung dikawal ke kamar kedua temannya dirawat. Kemudian kedua pengawal pribadinya menunggu di luar ruangan. Betapa kagetnya Jasper saat membuka pintu kamar perawatan dan mendapati Diamond dan Zircon sudah tidak berada di diatas ranjang mereka masing-masing. Melainkan malah berdiri siaga dalam posisi siap tempur, dengan saling mengacungkan bantalnya ditangan. "What the? Sedang apa kalian?" Jasper bertanya ke
Diamond terbangun dari tidur nyenyaknya pagi-pagi sekali, bahkan sebelum matahari terbit di ufuk timur. Dengan nyawa yang masih belum terkumpul semua, dia memaksakan tubuh untuk bangkit dari ranjang yang nyaman, berjalan ke kamar mandi. Mengguyur sekujur tubuhnya dengan air dingin dari shower banyak-banyak. Untuk menghilangkan rasa kantuk serta mengembalikan kesadaran yang masih berserakan kemana-mana. Kenapa Diamond harus mandi di pagi hari buta begini? Jawabnya tentu saja karena setelah kejadian waktu itu, kejadian duel gear itu. Dirinya dan Zircon diwajibkan untuk mengikuti latihan fisik setiap pagi bersama Jasper. Opal dengan semena-mena mendiagnosa penyakit mereka berdua sebagai penyakit ‘kurang latihan’. "Bah! Penyakit apa itu? Dasar dokter sableng!" "Berengsek kamu, Opal! Memang ya jenius dan idiot itu bedanya tipis banget." Diamond mengerutu kesal jika mengingat tingkah Opal yang bahkan mengatakan bahwa baik Diamond ataupun Zircon mengalami penurunan stamina. Karena terlal
Diamond masih tertegun beberapa saat setelah panggilannya dengan berakhir. Masih sedikit tak percaya bahwa Amethys baru saja menghubungi dirinya. Amethys adalah satu-satunya wanita yang sanggup mencuri hati Diamond dari dulu bahkan sampai saat ini. Seorang gadis cantik yang berusia lebih tua lima tahun darinya. Namun entah mengapa, Diamond merasa jurang pemisah di antara mereka seperti puluhan tahun. Dulu saat masih muda, Diamond sering terang-terangan menggoda dan menyatakan perasaan pada gadis itu. Dan waktu itu Amethys selalu saja menolak dengan alasan bahwa Diamond masih kecil dan terlalu muda untuknya. Akan tetapi sejak tiga tahun yang lalu, Diamond sendiri yang selalu menghindar dari Amethys. Dia berusaha untuk menepis semua bayangan gadis itu dari ingatannya. Terlalu minder dan tak percaya diri untuk mendekatinya. "Bagaimana mungkin aku yang waktu itu hanya seorang sersan rendahan, (meskipun kini aku sudah berpangkat Kolonel) berani untuk mendekatinya?" Diamond bergumam sambi
“Kau tahu? Dari tadi aku terus kepikiran harus memanggilmu apa?” Tanya Diamond padanya dengan sangat canggung kepada Amethys. Sambil terus melajukan mobilnya ke arah kota. “Yaampun Diamond! Jangan aneh-aneh deh. Kamu boleh kok memanggilku sama seperti dulu, Amy." Amethys tertawa ringan mendengar pertanyaan itu. "Hehehe." Diamond hanya bisa membalasnya dengan tawa canggung. "Sudah tiga tahunan kau tidak memanggilku dengan sebutan begitu lagi. Kau juga tak pernah usil untuk mengajakku berkencan. Kemana perginya Diamond yang dulu suka menyatakan cinta padaku. Sepertinya kau sudah bertobat ya?” lanjut Amethys sambil mengedipkan sebelah mata untuk menggoda pria di sampingnya. Diamond hanya bisa nyengir sebagai balasan. Merasa sangat malu jika harus mengingat segala kebodohan dan keagresifan yang dia lakukan di masa lalu. Tingkah yang mungkin membuat Amethys menjadi ilfeel kepadanya. “Amy ... Yah nama yang simple dan manis yang cocok untukmu.” Jawab Diamond dengan jujur dan sepenuh hati
“Nah disinilah sebuah misteri besar akhirnya bisa terjawab dan terpecahkan." Amy berkata dengan nada sangat dramatis. "Misteri besar? Jangan bilang kalau ... " Diamond merespon dengan ragu-ragu. Bahkan dalam bayangan terliarnya pun dia tak berani untuk membayangkan tentang hal ini. "Benar sekali. Yang dimaksud Jasper disini tentu bukanlah Pangeran Jasper Sterne Durchlaucth yang kita ketahui, melainkan seorang bernama Jasper yang lainnya." Amy memberikan senyuman indah di bibirnya. "Apa kau tidak berpikir bagaimana beliau memiliki nama yang sama dengan Jasper? Apa kau tidak terlintas di benakmu sebuah kemungkinan bahwa beliau bisa jadi adalah mendiang Baginda Raja Almekia Kingdom, ayah dari Jez sendiri?” Amy kembali melemparkan sebuah asumsi dengan kedua mata yang berbinar-binar penuh cahaya harapan. "Ini gila! Mendiang Baginda Raja, The king?" Diamond menghela napas panjang demi mendengar asumsi Amy. Asumsi yang sebenarnya sudah berkelebat juga di dalam otaknya sendiri. "Tidak ini
Sebuah ketukan lembut terdengar dari pintu sebuah ruangan di rumah sakit pusat kerajaan sore itu. “Kak Opal,” sebuah suara manis yang memanjakan Indra pendengaran terdengar mengikuti. Suara dari seorang gadis yang bernama Platina. Gadis itu kemudian memunculkan kepalanya sedikit di pintu, tetapi tidak berani masuk ke ruangan. Dia memberikan senyuman yang manis bak malaikat kepada penghuni ruangan, Opal. "Akhirnya kamu datang juga!" Opal tak dapat menahan lengkungan di bibirnya demi menyambut kedatangan sang gadis. Beberapa hari belakangan ini, Platina selalu saja datang mengunjungi Opal di tempat dan jam yang sama. Di ruang kerjanya di Rumah sakit kerajaan, sesaat sebelum jadwal sift jaga berakhir di sore hari. Sesaat sebelum Opal biasanya pulang meninggalkan rumah sakit. Serta melupakan tugas sebagai seorang dokter dan kembali menjadi seorang Opal Sumeragi saja. Lalu untuk apa Platina melakukan hal ini? Semata-mata hanya untuk berkonsultasi tentang menu makan siang yang akan dia
“Selalu saja Kak Amethys!” Tiba-tiba nada suara Platina meninggi demi mendengar nama Amethyst Sumeragi disebut. Opal tentu saja kaget, tak mengira bahwa nama kakak perempuannya bisa membuat Platina bereaksi seperti itu. Tak habis pikir pula tentang apa yang salah dengan kakak perempuannya. Kesalahan yang bisa membuat Platina tidak suka kepadanya. “Apapun yang kami lakukan, selalu saja Kak Amethys pasti lebih baik dari kami. Bilang saja kalau masakannya lebih enak dari masakanku!” Platina melanjutkan ocehan kesalnya. “Tentu saja. Masakan Kak Amethys itu sudah sekelas koki istana.” Opal menjawab dengan jujur. Bahwa masakan Amethyst memang sangat lezat tak bercela. "Puji saja dia terus!" “Tina? Kamu kenapa sih?" Platina tidak menjawab pertanyaan Opal. Malah memajukan bibir sebagai bentuk perwujudan rasa kesalnya. "Tidak perlu malu atau iri hati, setiap orang pasti memilki kelebihan dan kekurangannya masing-masing ...” Opal berusaha untuk menghibur si gadis ngambek. “Dia sempurna!
Malam hari setelah memakan masakan Platina, Opal merasakan tubuhnya tidak karuan. Beberapa kali dia muntah-muntah bahkan diare. Beberapa kali pula dia harus keluar masuk ke dalam toilet untuk menyelesaikan kedua urusan itu. Sungguh sensasi yang sangat menyiksa. "Astaga Opal, kamu habis makan apa sih kok sampai kayak begini?" Amethys mengomeli adiknya yang terkapar tak berdaya di atas ranjang. "Hehehe," Opal hanya meringis sebagai jawaban. Tak mungkin untuk mengatakan alasan sakitnya kepada sang kakak. 'Mana mungkin aku bilang kalau karena masakan Platina kan?' "Pasti karena Platina kan?" Namun bukan si jenius Amethyst Sumeragi jika tidak dapat menebak alasan sakitnya Opal. "Dia kasih kamu makanan apa lagi?" "Gak tahu." Akhirnya Opal menjawab. Karena percuma juga berbohong kepada sang kakak, bisa semakin panjang urusannya. "Kok bisa gak tahu?" "Ya karena bentuk makanannya gak jelas. Gosong sampai gak kelihatan bahannya apa." Opal menjawab dengan pasrah. "Astaga, hahahaha." Ameth