Saat Zircon memasuki ruang tunggu royal class, semua mata langsung terarah kepadanya. Memberikan tatapan yang begitu menusuk seakan menuntut penjelasan lengkap, bahkan menyalahkan atas kejadian yang telah terjadi, atas musibah yang menimpa Diamond.'Yah, memang benar aku salah. Diamond celaka juga karena kecerobohanku.'Hanya Garnet, ibunya yang menyambut kedatangan Zircon dengan ramah. Beliau memeluk tubuhnya ringan, mencium kening, memeriksa keadaan sang putra yang baru pulang berperang dari ujung rambut sampai ujung kaki. Setelah yakin bahwa Zircon baik-baik saja, Garnet menuntunnya duduk di sebuah sofa. Sofa yang bagaikan kursi terpidana di hadapan ayah, paman-paman dan para mentri lain yang berwajah tegang.Zircon terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Suasana ruangan menjadi sepi mencekam, karena tak ada yang sanggup membuka suara Jika saja bukan karena kewajiban dan rasa tanggung jawab sebagai prajurit, Zircon pasti sudah pergi, pulang ke rumahnya untuk beristirahat sebentar.
“Diamond tak akan mati kan Zirc?” Zircon kaget sekali demi mendengar suara kalem yang menyapanya. Tanpa dia sadari masih ada orang lain yang tinggal di ruang tunggu selain dirinya, Amethys.Gadis itu terlihat murung dan sangat bersedih. Selama menghadiri pertemuan di ruangan ini, Zircon sama sekali tidak melihatnya meneteskan air mata. Padahal tadi? Mungkin Amethys tak ingin terlihat lemah di hadapan semua orang. Semua orang yang menganggapnya sebagai wanita sempurna tanpa celah. “Diamond tidak akan mati kan, Zirc?” Amethys mengulangi pertanyaan. 'Aku harus menjawab apa coba?' Zircon jadi kebingungan sendiri untuk menjawab. Sebenarnya ingin sekali Zircon menjawab bahwa Diamond pasti sembuh. Tapi buat apa? Amethys adalah seorang dokter, tentu dia lebih tahu betapa parahnya keadaan Diamond saat ini. “Tentu saja,” jawab Zircon akhirnya. Sebagai ganti menanggapi jawaban itu, Amethys mendekatkan tubuhnya kepada Zircon. Dia mengambil duduk tepat disebelah pemuda itu, menatap tajam se
Wajah Diamond terlihat sangat pucat walau dia terus menerima tranfusi darah. Banyak sekali selang-selang dan kabel penyambung nyawa yang membelit tubuhnya. Jumlah yang tiga kali lebih banyak dari jumlah untuk orang normal. Diamond masih koma, padahal sudah tiga hari dia diletakkan di tabung penyembuh setelah operasi. Luka-luka dia bagian luar tubuhnya sudah menutup semua, menurut pemeriksaan medis seharusnya dia sudah sembuh dan sadar saat dikeluarkan dari tabung penyembuh. Akan tetapi entah mengapa dia masih saja tertidur damai tanpa mau membuka mata. “Pulanglah Zirc, biar aku yang gantian untuk menjaganya.” Opal memberi penawaran kepada Zircon, tak tega melihat keadaan sahabatnya itu. “Kau juga butuh istirahat, gak lucu kan kalau setelah Diamond sembuh malah kau yang harus dirawat di sini.” Lanjutnya coba sedikit bercanda kepada Zircon. Ingin sekali melihat senyumnya yang telah menghilang selama beberapa hari ini. “Tidak mau,” jawab Zircon datar. Opal menghela napas panjang. Dia
Opal bergegas membawa kembali hasil pemeriksaan DNA yang dia lakukan tadi ke ruangan kerjanya. Dia menghampiri Nefrit yang sudah menunggu dengan sangat gelisah. "Opal? Bagaimana hasilnya?" Nefrit berdiri dari kursinya untuk menyambut kedatangan Opal dengan tidak sabar. Sepertinya sangat penasaran juga dengan hasil dari tes DNA yang dimintanya tadi. Tanpa memberikan jawaban, Opal menyerahkan kertas hasil pemerikasaan itu kepadanya. Dengan tangan bergetar Nefrit menerima kertas itu. Opal dapat melihat dengan jelas reaksi kekagetan dari sang Ratu setelah membaca tulisan di kertas itu. Kedua matanya terbelalak, mulutnya ternganga dan kedua tangannya bergetar hebat. Sehingga kertas hasil pemeriksaan itu terlepas dari genggamannya, jatuh ke lantai di bawahnya. Nefrit menatap nanar dengan pandangan kosong lurus ke depan. Dengan air mata yang tiba-tiba berlinang deras membasahi kedua pipinya. Sang Ratu kerajaan Almekia menangis dalam diam. "Apa-apaan ini? Kenapa sang Ratu juga terlihat s
“Tunggu di sini!” Jasper memberikan perintah kepada Dextra dan Sinistra, kedua pengawal pribadinya. Sebelum masuk ke kamar Diamond dirawat di rumah sakit pusat Kerajaan Almekia. Kedua pria kembar itu mengangguk dan mengambil tempat di antara keempat prajurit lain yang menjaga kamar ini.Jasper pun masuk dan mengamati keadaan di sekeliling ruangan rawat inap itu, ada sedikit kejanggalan di sana. Kamar yang biasanya terlihat suram dengan nuansa serba putih khas rumah sakit, kini berubah total. Menjadi lebih hidup dan berwarna-warni, meriah sekali, penuh dengan pernak pernik serta segala aksesoris tahun baru.Personil yang hadir di kamar itu pun jauh lebih banyak jumlahnya dari pada hari-hari biasa. Seluruh anggota keluarga Diamond, Opal, Amethys dan ayah mereka, Topaz. Lalu aja juga Platina, serta tak ketinggalan Zircon yang memang tidak pernah mau beranjak. Mereka semua sudah bertekad untuk merayakan malam tahun baru bersama di kamar itu. Padahal sebagai pejabat dan bangsawan kerajaan,
"Gelap! Dingin! Sakit!""Kenapa sekujur tubuhku rasanya sangat sakit semua? Rasanya seperti ditusuk ribuan duri tajam. Perih, nyeri, ngilu semuanya bercampur menjadi satu ...""Aku di mana? Kenapa aku tidak bisa melihat apa-apa? Yang ada hanyalah kegelapan pekat tanpa secerca cahaya!"Diamond mencoba untuk menggerakkan tubuhnya. Mulai dari menggerakkan kepala, kemudian berlanjut dengan jemari tangan, jemari kaki, lengan dan kemudian kaki. Gerakan ringan yang terasa sangat menyakitkan, apalagi saat harus melakukan gerakan yang lebih banyak.Butuh waktu yang cukup lama baginya sampai bisa bangkit dan duduk. Kemudian terdiam sejenak sebelum akhirnya berdiri, dan mengamati keadaan di sekitarnya."Apakah ini neraka? Kenapa gelap sekali?"Dengan mengacuhkan segala rasa sakit di sekujur tubuhnya, Diamond berjalan perlahan menyusuri kegelapan. Meskipun dia tidak tahu ke arah mana akan berjalan. Diamond mengulurkan tangan ke depan tubuh untuk membimbing arah dan mencari tahu jika ada sesuatu be
"Bagaimana aku harus hidup tanpamu? ... Aku tidak sanggup, Diamond!" Kata-kata Amethys terdengar semakin memilukan dan mengusik hati Diamond. "Aku mencintaimu, Diamond ...""Aku juga mencintaimu, Amy. Sangat mencintaimu." Diamond memberikan jawaban dari lubuk hatinya terdalam. Meski dia tahu Amethys tidak akan dapat mendengarnya."Dan aku tahu bahwa kamu juga memiliki perasaan yang sama kepadaku." Diluar dugaan Diamond Amethys melanjutkan perkataannya. Seolah dapat membaca pikiran Diamond."Jadi ayo bangun, Diamond! Bangunlah! Kumohon bangunlah dan kita akan hidup berbahagia bersama-sama.”Diamond terperangah mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh Amethys. Pengakuan atas perasaan gadis itu kepadanya. Hal yang sangat dia dambakan sejak beberapa tahun yang lalu. Amethys bahkan terang-terangan mengajaknya untuk hidup bersama? Bahkan dalam mimpi pun dia tidak berani membayangkan hal itu.Ingin sekali Diamond menjawab dan meneriakkan bahwa dia juga mencintai gadis itu, sangat mencin
Beberapa detik berlalu dalam kesunyian sampai akhirnya bunyi nyaring dari monitor penujuk detak jantung Diamond berhenti. Lalu disusul dengan garis naik turun di monitor penanda detak jantung Diamond yang mulai nampak. Awalnya hanya sedikit pergerakan naik turunnya, tapi lama-lama semakin kuat dan teratu."Syukurlah ..." Zircon membuang napas lega demi melihatnya. Berbagai ucapan lega dan kegembiraan juga langsung terdengar memenuhi ruangan.Tubuh pria itu rasanya lemas seketika dan jatuh terduduk di lantai saking leganya. Seolah beban berat ratusan ton terangkat seketika dari pundaknya.‘Terima kasih Tuhan, kau telah menyelamatkan Diamond.’ Zircon melakukan sujud syukur dengan mencium lantai sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.Semua yang hadir kemudian saling berpelukan haru, menangis dan mengucapkan puji syukur atas keselamatan Diamond. Hanya Opal, Topaz dan Amethys yang masih sibuk mengurusi Diamond yang masih terbaring di ranjangnya. 'Diamond memang baru saja terlepas