Sepeninggal Arga, Indira tertegun di tempatnya duduk. Matanya memerah dan tidak lama air matanya menitik. Apa yang Arga katakan semua ada benarnya. Bahwa sebenarnya dia lah sumber dari semua masalah yang timbul dan penderitaan yang masing-masing dari mereka alami.
Arga menderita karena tidak bisa menikahi Clara, yang kala itu berstatus kekasih dari Arga. Indira pun menderita selama pernikahan mereka karena Arga yang sama sekali tidak mencintainya walaupun segala cara sudah ia lakukan guna menarik perhatian lelaki yang sudah berstatus sebagai suaminya itu.
Bukan hanya mereka berdua, Clara, yang tidak tahu apa-apa dan berstatus sebagai korban, kembali harus menjadi korban ‘kegilaan’ Arga yang frustasi tidak bisa bersatu bersamanya. Selama ini hidup mereka hanya fokus saling menyakiti. Entah diri sendiri dan orang lain. Semua itu karena Indira, dia adalah biang keladi dari keruwetan yang terjadi saat ini.
Indira menyeka air matanya yang menitik. K
“Kalau begitu ... lepaskan dia, In! Lupakan semua rencana balas dendammu. Kalian tidak bisa terus-terusan menyakiti seperti ini.”Indira mendesah, ia menatap nanar Jimmy yang sudah berada tepat di hadapannya. Duduk di kursi yang biasanya digunakan pasien duduk ketika sedang konsultasi bersamanya. Jika dulu Indira sama sekali tidak ingin melepaskan Arga karena masih berharap lelaki itu bisa mencintai dan membalas semua cinta yang Indira miliki untuknya selama ini, maka sekarang semuanya berbeda.Indira ingin lepas dari Arga! Tanpa Jimmy minta, ia sudah hendak melepaskan dan menghapuskan semua dendam dan rencana balas dendam yang ia susun untuk menghancurkan Arga. Dia ingin menyudahi semua siksaan ini. Namun agaknya, kini Arga yang tidak mau melepaskan dia. Lelaki itu nampak sangat bernapsu menjerat Indira tetap bersamanya, bukan untuk menjadi partner hidup, tetapi sebagai ajang pelampiasan semua duka yang dia rasakan selama ini.“Aku sudah memba
"Mbak serius nggak apa-apa?"Tentu Rudi tidak percaya kalau Clara lantas bilang bahwa dia baik-baik saja. Sorot mata dan ekspresi wajah itu sama sekali tidak bisa membohongi Rudi! Dia yakin kalau Clara tengah memikirkan sesuatu atau tengah menghadapi sesuatu. Apakah itu berhubungan dengan pendidikan dokter spesialisnya? Kalau mengenai itu, tentu Rudi tidak bisa membantu banyak. Tetapi kalau masalah yang membuat Clara nampak murung seperti ini berhubungan dengan sosok Arga Yoga Saputra, Rudi bisa mengusahakan membantu Clara menghadapi dokter jantung setengah gila itu! "Makin lama aku makin takut, Rud." Akhirnya Clara buka suara, suaranya terdengar bergetar, menandakan bahwa memang dia sedang tidak baik-baik saja. "Takut apa, Mbak? Boleh saya tau?" Rudi tentu akan dimaki Morgan habis-habisan kalau dia abai dan tidak peduli dengan kondisi Clara macam ini. Semua yang berhubungan dengan Morgan adalah menjadi tugas Rudi. Termasuk jika Clara sampai ke
"Mbak please, jangan punya pikiran buruk ke Pak Bos, ya? Dia lakukan semua ini karena dia benar-benar serius cinta sama Mbak!"Tentu itu yang Rudi tekankan setelah dia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Tentang bagaimana sebenarnya Indira sudah tahu bahwa Clara adalah wanita simpanan sang suami selama ini. Bahkan Indira datang ketika Morgan membawanya ke rumah sakit sewaktu Arga menyiksa dan membuatnya keguguran dulu. Sebuah fakta yang benar-benar membuat Clara terkejut setengah mati. Clara mengangguk dan tersenyum, "Terima kasih udah mau jujur, Rud. Aku nggak nyangka dia sampai melakukan semua itu hanya demi aku." Mata Clara memerah, dadanya mendadak sesak. Hanya demi wanita bekas simpanan lelaki lain, Morgan bahkan merelakan satu Ferrari miliknya untuk ditukar? Walau kesannya dia seperti barang, tetapi entah mengapa Clara benar-benar merasa tersentuh dengan perjuangan Morgan. "Saya nemenin Bos udah bertahun-tahun, Mbak. Jujur saja, banyak dulu B
"Aku nggak bisa pulang sekarang, Sayang! Tunggu mama tidur dulu, ya?"Mata Clara membulat, tawanya sontak pecah mendengarkan kalimat apa yang keluar dari mulut Morgan dari seberang telepon. Tunggu mama tidur? Kenapa mereka macam anak SMA yang tengah backstreet macam ini? "Kenapa harus nunggu mama tidur?" Clara menatap langit-langit kamar, ia sudah selesai mandi, tinggal menunggu jam makan malam tiba dan Morgan malah tidak bisa pulang? Okelah dia akan makan malam sendiri! "Aku ditahan di sini, Sayang. Kalau tidak, mama mau nekat ikut pulang ke sana. Bisa habis aku nanti." Desis suara itu lirih. Tawa Clara kembali pecah, jadi karena itu? Clara terkekeh sementara dari seberang ia mendengar helaan napas kasar itu. Bisa dia bayangkan bahwa saat ini wajah Morgan begitu jelek. "Tertawalah, tak apa aku kau tertawakan, Sayang!" Desis suara itu pasrah. Clara menghentikan tawanya, ia teringat sesuatu. Sesuatu yang berhubungan dengan fa
"Jadi gimana, Gan?" Tjandra melirik Morgan yang dengan begitu ajaib malam ini di rumah. Biasanya? Jangan tanya! Entah punya berapa aset properti dan aset apa saja, Tjandra sampai tidak tahu. Yang penting Morgan a ingat bahwa dia adalah ayah kandungnya, itu sudah sangat cukup untuk Tjandra. "Besok baru mau berangkat sama Clara, Pa. Do'anya saja." Jawab Morgan sambil mengunyah nasi dalam mulut. "Rudi juga kau ajak?" Tjandra tahu, Rudi adalah tangan kanan kepercayaan Morgan bertahun-tahun lamanya, kemana Morgan pergi, Rudi selalu ada. Bahkan mungkin lebih banyak Rudi yang paham dan tahu rahasia Morgan dibanding dia dan Feni. "Nggak lah, biar dia di sini, handle kerjaan, Pa." Tentu untuk kali ini Morgan tidak mengajak Rudi, dia hanya akan pergi berdua dengan Clara.Tjandra tidak lagi banyak bertanya, ia kembali menyuapkan nasi ke dalam mulut. Sementara Feni meneguk air dalam gelas, menatap Morgan dengan saksama. "Sepulang dari
"KAU JADI KAWIN BENERAN, RA?" Bagas berteriak heboh ketika pagi itu Clara memberinya undangan pernikahan. Amplop dengan sampul warna keemasan itu terlihat begitu elegan dan mewah. Beberapa orang yang ada di ruang residen ikut terkejut. Dilihat dari desain dan cetakan undangan, ini undangan mahal! Tidak mungkin, kan, Clara halu dan rela merogoh kocek dalam cuma demi nge-prank mereka? Clara menepuk jidat dengan kesal, menggelengkan kepala sambil menghirup udara banyak-banyak. Dia harus banyak bersabar menghadapi teman-temannya yang rese namun cukup dia butuhkan kehadiran mereka ini. "Bang, please! Aku udah susah-susah desain undangan dan cetak, kamu masih meragukan kalau aku beneran mau nikah?" Mata Clara membelalak, menatap gemas ke Bagas yang masih syok tidak percaya dengan undangan yang dia terima.Nampak sosok itu masih memasang wajah terkejut, membuat Clara rasanya ingin mencakar wajah melongo itu. Kenapa begini amat sih punya senior? Memang
"Kenapa? Ada apa lagi? Kalau kamu hanya hendak membahas kecurigaan tidak beralasan kamu tentang tuduhan bahwa suami kamu berselingkuh, maaf Papa nggak punya waktu banyak, In!" Tegas Dicky yang sudah tidak mau dengar apa-apa lagi tentang apa tuduhan anaknya pada sang suami. Indira nampak menghela napas dalam-dalam, masih menatap sang ayah yang kini menatapnya dengan sorot mata tajam. "Indira sudah tidak mau membahas itu lagi, Pa. Agaknya sia-sia karena Papa tidak akan percaya juga, kan?" Indira tersenyum kecut, ada hal penting lain yang hendak dia bahas dan itu bukan soal perselingkuhan Arga lagi. Toh sekarang Arga berselingkuh dengan siapa memangnya? "Bagaimana mau percaya? Kami tidak punya bukti apapun bahkan pernah bikin malu karena salah grebek, In. Lantas Papa mau percaya dari mana? Coba katakan!" Dicky tidak mengerti, mungkin efek Indira terlalu mencintai suaminya atau gimana? Jadi selalu curiga terus bawaannya. Kembali Indira mendesah, b
"Mungkin sepertinya semesta nggak kasih izin kita buat sama-sama, Ga." Desis Clara ketika kemudian ia berhasil merangkai kata dan mengucapkan. Arga kini berdiri, tangannya kembali meraih dan menggenggam erat tangan Clara. Tidak peduli Clara kembali mencoba melepaskan genggaman Arga. "Kau tau, Ra? Dia licik! Dia menjebakku entah bagaimana caranya aku sendiri tidak tahu! Memaksaku menandatangani semua berkas itu, menekanku untuk mau tidak mau menyetujui perjanjian yang bahkan aku baru membacanya setelah tanda tangah di atas materai!" Jelas Arga nampak emosi. "Aku nggak pernah mau nukar kamu pakai apapun, Ra! Bahkan tidak dengan Supercar itu, aku lebih ingin kamu! Kamu lebih berarti dari segala-galanya buat aku!"Air mata Clara menitik. Arga memang masih sama. Cinta yang dua punya untuk Clara maksudnya. Selain itu, semuanya sudah berubah. Begitu pula dengan nasib cinta mereka berdua dan jangan lupa, cinta Clara untuk Arga yang bahkan sama sekali tidak bersi