Share

Bab 8. Kemunculan Elvan

Melihat perkara Diva dan Nadya, seisi ruangan langsung heboh.

“Astaga, bukannya itu Diva dari departemen data analyst? Termasuk anak baru juga ‘kan dia?”

“Iya! Berani banget dia bikin ulah! Sama istri bos pula!” 

“Fix, nggak lama lagi juga dia dipecat.”

Komentar demi komentar berterbangan di seluruh penjuru ruangan, tapi tidak ada satu pun yang membela Diva. Semua hanya sibuk berspekulasi nasib buruk macam apa yang menimpanya lantaran yakin bahwa Diva yang salah, terlebih karena mengingat Nadya memiliki kedudukan lebih tinggi dari wanita itu.

Menyadari betapa buruk situasinya, Diva berkata, “Istri Bapak jatuh sendiri, kenapa jadi menyalahkan saya?”

Balasan itu membuat semua orang terperangah. Sudah salah, tapi tidak mau mengaku?! Pun dia tidak salah, beraninya wanita itu secara gamblang melawan si bos?!

Dengan wajah marah, Nico membalas, “Mira jadi saksi kamu mendorong istri saya, dan kamu masih mengelak!?”

Bentakan Nico membuat Diva agak tersentak. Satu tahun berpacaran, walau tidak pernah seromantis itu, tapi pria tersebut tidak pernah bersikap kasar padanya. Sekarang, Nico malah membentaknya dan mempermalukannya di depan semua orang.

Haah … pria yang mudah dimanipulasi seperti ini, kenapa Diva bisa suka padanya dulu?

“Sayang, jangan marah-marah. Tidak enak sama semua tamu,” ucap Nadya sembari tersenyum pahit, seperti berusaha menahan tangis.

Melihat hal itu, Nico berkata dengan lembut, “Sayang, lengan kamu berdarah. Mana bisa aku diam saja kalau tahu penjahatnya siapa!” Pria itu melemparkan pandangan mematikan kepada Diva.

Alis Diva tertaut. “Saya tidak bersalah! Kalau ingin menyalahkan seseorang, salahkan istri Anda tidak berhati-hati!”

“Sudah sejauh ini, kamu masih ingin berbohong?!” tukas Nico. “Memang benar kata ibuku, ‘kelas’ bisa menunjukkan perangai seseorang! Dan kamu! Hanya wanita kelas rendah!”

Wajah Diva langsung pucat mendengar hal itu. Hatinya sakit, dan matanya agak berkaca-kaca, benar-benar bukan Nico yang selama ini dia kenal.

“Cepat panggil keamanan!” Nico berkata dengan kilatan kemarahan.

Tidak lama, petugas keamanan pun datang. “Hadir, Pak!”

“Seret wanita ini keluar!” titah Nico dengan keji. 

Melirik Diva, petugas keamanan langsung menjulurkan tangan untuk mencekalnya. Akan tetapi, tepat sebelum tangan petugas keamanan menyentuh Diva, sebuah tangan lain langsung menghentikannya!

“Sekali kamu menyentuhnya, maka jangan salahkan aku mematahkan tanganmu!”

Terkejut, semua orang pun menoleh ke arah pemilik suara, mencari tahu siapa yang berani menghadang petugas keamanan yang diperintahkan Nico.

Namun, begitu melihat sosok yang membelanya, Diva langsung terperangah. “Elvan ….”

*Beberapa saat sebelumnya*

Di lorong kantor Tekno in Tower, terlihat seorang pria bertubuh tegap dengan jas hitam dan kemeja putih membalut tubuhnya, tengah berjalan beriringan dengan sekretaris pribadinya. Semua orang yang dia lewati membungkuk hormat, menunjukkan posisinya yang tinggi dan dihormati.

“Pak Elvan, nanti sore kita masih ada acara untuk menghadiri undangan pesta perayaan Nico Mahardika, apa Bapak akan hadir?” tanya Dania, sekretaris Elvan, saat mereka berjalan masuk ke ruang kerja pria itu usai sebuah meeting.

“Nico Mahardika?” Elvan mengerutkan keningnya. “Siapa?“

“Dari aplikasi ‘Keranjangku’, Pak,’ jelas Dania lagi.

“Seingatku kita tidak ada hubungan dengan ‘Keranjangku’,” balas Elvan lagi, paling tidak suka menghadiri acara ramai semacam itu.

“Ini … sebenarnya Tuan Hartono yang meminta Bapak untuk menghadirinya, menggantikan Beliau yang ada urusan penting dengan Nyonya Radiah,” jelasnya lagi.

Mendengar itu, Elvan menghela napas kasar. Dia baru ingat tentang pesan sang kakek yang mengharuskannya datang ke sebuah pesta.

“Oke, kirimkan saja alamatnya beserta detail acara, saya akan pergi sendiri untuk malam ini.”

“Baik, Pak.”

Beberapa jam setelah itu, Elvan pun pergi menuju restoran tempat pesta diadakan, Ocean Sky. Dia sengaja sampai lima belas menit lebih lambat agar tidak perlu hadir lama dalam pesta. 

Melangkah masuk ke dalam ruang pesta, kehadiran Elvan langsung menarik perhatian banyak orang.

“Bukankah itu Elvan Sabil Wongso? Cucu dari Hartono Wongso, pendiri Lux Tech Group!?”

“Wah, dia tampan sekali! Persis artis!”

Komentar-komentar itu terus bertebaran, tapi Elvan tidak menggubrisnya. Matanya tengah menyapu sekeliling untuk mencari sang ‘tuan rumah’ yang mengadakan pesta agar dia bisa mengucapkan selamat dan pergi sesegera mungkin.

Namun, “misi” Elvan mendadak terhenti karena sebuah teriakan. 

“Ah! Sakit sekali. Diva, kenapa kamu bersikap seperti ini!? Apa salahku padamu?!”

Mendengar nama ‘Diva’, kening Elvan langsung berkerut. Nama itu adalah nama yang beberapa waktu ini susah payah dia lupakan lantaran terus menghantui pikirannya.

Kesal, pria itu menoleh ke arah sumber suara, lalu melihat seorang wanita yang terjatuh dan juga seorang wanita lain yang berdiri dengan wajah terkejut.

Wajah wanita kedua itu adalah wajah yang sangat familier, wajah yang beberapa hari ini terus terbayang di benaknya.

Diva!

Elvan melihat bagaimana seorang pria berlari menghampiri wanita yang terjatuh di hadapan Diva. Dia mengenali pria tersebut sebagai Nico Mahadirka, pria yang mengadakan acara malam ini. 

“Nadya!” teriak Nico seraya membantu istrinya berdiri. Dia kemudian menatap Diva marah. “Diva, apa yang kamu lakukan pada istri saya!?”

Bentakan yang diikuti dengan makian Nico kepada Diva langsung membuat seisi ruangan ricuh. Hal tersebut menyebabkan alis Elvan tertaut.

Sebagai orang yang telah menyelidiki sejumlah hal perihal Diva, Elvan langsung paham bahwa Nico adalah mantan kekasih yang menyelingkuhi Diva. Sedangkan Nadya, istri dari Nico, adalah sahabat baik yang mengkhianati Diva.

Namun, walau Elvan tahu mengenai semua hal ini, apa urusan permasalahan tersebut dengannya?

Tidak ingin ikut campur dalam masalah, Elvan pun hanya melipat kedua tangannya dan mendengar perdebatan panas Diva dan Nico.

“Saya tidak bersalah! Kalau ingin menyalahkan seseorang, salahkan istri Anda tidak berhati-hati!” teriak Diva dengan wajah diselimuti keyakinan.

“Sudah sejauh ini, kamu masih ingin berbohong?!” tukas Nico. “Memang benar kata ibuku, ‘kelas’ bisa menunjukkan perangai seseorang! Dan kamu! Hanya wanita kelas rendah!”

Mendengar kalimat terakhir Nico yang membuat wajah Diva berubah diselimuti ekspresi terluka, pelipis Elvan berkedut. Hatinya terasa panas dan tangannya tanpa sadar mengepal.

“Cepat panggil keamanan!” seru Nico yang kemudian mendatangkan dua petugas keamanan. “Seret wanita ini keluar!” titah Nico dengan keji. 

Melihat tangan kasar petugas keamanan terjulur ke arah Diva, tubuh Elvan bergerak sendiri untuk mencengkeram lengan petugas keamanan tersebut. Hal tersebut membuat Nico terkejut dan menatap Elvan dengan wajah terkejut, langsung mengenali identitas pria tersebut.

“T-Tuan Elvan? Anda–”

Wajah Elvan tampak buruk dan diselimuti amarah mendalam. Dengan aura membunuh yang kental, pria itu berkata dengan suara dalam berbahaya, “Sekali kamu menyentuhnya, maka jangan salahkan aku mematahkan tanganmu!”



Komen (4)
goodnovel comment avatar
Elly Purnomo
lanjut aku suka ceritanya
goodnovel comment avatar
Ariani
gantung baca nya.jd sedih.
goodnovel comment avatar
Dwi Endang Permani
sayang berhubungan dg koin...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status