Share

Bab 7. Jebakan

Terkejut dengan siapa yang menghubunginya, Diva menautkan alisnya. Dari mana pria itu mendapatkan nomor rekening dan juga nomor teleponnya?!

Sesaat Diva kebingungan, tapi kemudian, dia mengingat latar belakang Elvan yang berkuasa dan tidak lagi heran. Dengan uang, segala hal bisa dibeli dan didapatkan, termasuk informasi pribadi seseorang.

“Kenapa kamu menghubungiku?” tanya Diva ketus.

“Aku ingin memberitahukan mengenai–”

“Imbalan atas pelecehan yang kamu lakukan?” potong Diva, masih merasa marah akan hal itu.

“Diva … aku–”

“Dengar, Tuan Elvan Wongso. Aku paham niatmu, dan aku akan menerima uang tutup mulutmu. Akan kujamin apa yang terjadi beberapa hari yang lalu menjadi rahasia. Oleh karena itu, berhenti menghubungiku … karena aku tidak ingin lagi terlibat denganmu!”

PIP!

Usai mengatakan itu, Diva memutus panggilan tanpa menunggu balasan Elvan. Dia yakin pria itu akan terus mengganggunya kalau uang tersebut tidak dia terima. 

Diva terlalu paham cara bermain orang-orang kalangan atas. Sama persis seperti Nico, Farha, dan juga Nadya. Mereka mengira uang mengendalikan segalanya, dan orang kecil seperti Diva … tidak pantas untuk dipusingkan.

Di saat ini, sebuah suara mengejutkan Diva.

“Pagi, Diva!” 

Sapaan itu membuat Diva menoleh, melihat wajah seorang wanita muda manis yang tersenyum ke arahnya. “Pagi, Intan,” balasnya sembari tersenyum.

Intan adalah teman terdekat Diva di kantor. Sama-sama berjuang melewati masa magang untuk menjadi pegawai tetap selama tiga bulan, ditambah dengan hobi dan kesukaan yang hampir sama, Diva dan Intan pun menjadi sangat dekat.

“Diva, Kamu tahu gak sih, katanya pesta pernikahan Pak Nico beberapa hari yang lalu sedikit kacau.”

Bisikan Intan membuat jantung Diva berhenti sesaat. Dia meletakkan ponselnya ke meja, melupakan tentang Elvan, lalu terfokus pada pembicaraannya dengan Intan.

“Oh … ya? Kok bisa?” Dia pura-pura tidak tahu, tidak ingin disangkut pautkan dengan masalah yang menurut Diva sudah lalu.

Intan menceritakan masalah yang terjadi di pernikahan Nico, bagaimana mantan pria itu datang dan menghadiahkan tikus kecil kepada kedua pengantin. Karena kaget, pengantin wanita jatuh dari panggung, diikuti dengan Nico sendiri yang berusaha menyelamatkan sang istri.

“Untung cepat diselesaikan, kalau tidak malu banget tuh pasti,” imbuh Intan mengakhiri ceritanya.

“Kamu tahu dari siapa, Tan? Seingatku nggak ada dari kita yang diundang ke acaranya, kecuali jajaran direksi?” balas Diva penasaran. Jangan-jangan ada yang mengenalinya di acara pernikahan kemarin!

“Kebetulan adikku teman dekatnya adik Pak Nico, jadi dia diundang dan lihat kejadiannya. Heboh deh pokoknya,” ucap Intan. “Apalagi istrinya Pak Nico bukan orang sembarangan. Pasti habis itu mantannya Pak Nico.” 

Mendengar hal itu, Diva tersenyum kecut. ‘Ya, bukan orang sembarangan. Saking bukan sembarangannya dia bisa rebut pacar teman dekatnya sendiri!’ batinnya.

Walau Diva cukup dekat dengan Intan, tapi sesuai pesan Nico ketika mereka mulai berhubungan, tidak ada orang lain yang boleh tahu mereka berpacaran di kantor. Selaku pemimpin perusahaan, dia tidak ingin ada isu yang mengganggu nama baiknya.

Mengganggu nama baiknya … seharusnya sejak dia bilang itu, aku sadar dia tidak serius dengan hubungan kami,’ batin Diva dengan senyum pahit di bibir. 

“Eh, eh! Cek grup sekarang!” Salah seorang teman kantor mendadak berseru keras. “Sore nanti habis balik kerja, Pak Nico ngundang kita makan-makan! Katanya mau kenalin kita ke istrinya! Lumayan nih makan enak di resto kelas atas.”

Diva yang penasaran langsung mengecek handphonenya. Benar saja, nanti akan ada acara yang sengaja dibuat oleh Nico di Restoran Ocean Sky.

“Gila, hari pertama balik dari bulan madu, langsung traktiran aja nih, Pak Bos!” ucap Intan sambil tertawa senang. Dia menatap ke arah Diva. “Kamu ikut ‘kan, Div?”

Ditanya begitu, Diva memaksakan sebuah senyum selagi menjawab, “Aku kayaknya gak ikutan deh, soalnya masih ada–”

“Ih, jangan ansos!” sahut Intan cepat. “Kamu tuh sering banget nolak ikut acara kantor! Lagian ya, jarang-jarang Pak Nico traktir kita, tahu? Dia itu kan ... pelit.” Intan tertawa setelah mengatakannya.

Nah, ternyata bukan cuma Diva saja yang berpikir Nico dan keluarganya itu pelit. 

Akan tetapi, pun diiming-imingi makan gratis, Diva merasa enggan hadir di pesta itu. Bukan hanya malas bertemu mantan, tapi bisa-bisa kalau ketemu Nadya, wanita itu malah akan cari masalah dengannya. 

Nggak cuma itu, kalau nanti orang-orang tiba-tiba tahu fakta orang yang mengacaukan pesta pernikahan Nico dan Nadya adalah Diva, mau ditaruh mana mukanya!? Bisa jadi bahan ghibah di kantor dia. Bakalan toxic abis lingkungan kerjanya nanti.

“Pak Nico ada undang beberapa klien penting, Div. Makanannya pasti enak!” Intan lanjut membujuk.

Mendengar hal itu, Diva termenung. ‘Klien penting?’ ulangnya dalam hati.

Kalau memang Nico mengundang klien penting, seharusnya dia akan memeringati Nadya untuk tidak macam-macam dan membuat ulah. Kalau ketahuan Nico sempat memacari Diva, orang yang berasal dari kelas menengah, bisa malu juga dia. 

“Udah! Jangan kebanyakan mikir! Entar pulang aku anter juga deh, ‘kan rumah kita searah!” seru Intan, sama sekali tidak tahu bahwa alasan Diva ragu adalah karena hubungannya dengan Nico dan Nadya.

Setelah berpikir matang dan terus dibujuk Intan, akhirnya Diva pun menyerah. “Oke, oke. Aku ikut,” jawabnya sambil tersenyum tak berdaya. Dalam hati, dia membatin, ‘Seharusnya, nggak akan terjadi apa-apa, ‘kan? Cuma makan biasa aja ….

**

Saat waktu pulang kerja pun tiba, semua orang langsung berbondong-bondong pergi ke restoran Ocean Sky, tempat Nico mengadakan acara. 

Ruangan restoran yang disewa sangat besar, cukup untuk menampung banyaknya karyawan yang ikut ke acara ini. Hiasan antik dan suasana megah membuat keseluruhan acara terkesan mewah dan berkelas. Sesuatu yang sangat jarang Nico sediakan mengingat sifatnya yang pelit.

Sepertinya, sungguh akan ada klien penting yang hadir hari ini,’ batin Diva selagi mengunyah kudapan di pojok ruangan. Intan yang tadi meminta ditemani, tampak sedang sibuk berkeliling ke sana kemari untuk mengambil makanan dari buffet yang disediakan.

“Kuharap kali ini kamu tidak mengacau.” Suara yang sangat familier itu membuat Diva membalikkan badan, menatap wanita berambut hitam panjang dengan gaun merah menyalanya yang seksi itu.

Itu Nadya.

Diva menghela napas malas, lalu membalas dengan santai, “Tenang saja, aku sudah ikhlas kamu mengambil barang bekasku.”

Mendengar Diva merujuk pada Nico demikian, Nadya memasang wajah marah. “Kita lihat saja sampai kapan kamu bisa terus sombong seperti itu!” desisnya.

Diva memutar bola matanya malas, lalu berbalik untuk menjauh dari wanita tersebut. Akan tetapi, belum ada satu langkah, suara gelas pecah memekakkan telinga.

Dengan cepat Diva menoleh, menatap Nadya yang terjatuh dengan pecahan kaca di sekelilingnya. “Ah! Sakit sekali.” Dia menatap Diva. “Diva, kenapa kamu bersikap seperti ini!? Apa salahku padamu?!”

Seruan lantang Nadya membuat setiap pasang mata di ruangan itu beralih pada Diva, menatapnya seakan dia adalah penjahat utama.

Di sisi lain, suara langkah kaki berat terdengar mendekat. “Nadya!” 

Itu adalah Nico.

“Nico!” panggil Nadya saat sang suami berusaha membantunya berdiri.

Melihat sang istri yang tidak berdaya, juga air mata yang menggenang di pelupuk mata Nadya, hati Nico membara. Dia menatap Diva penuh amarah. “Diva, apa yang kamu lakukan pada istri saya!?”

“Tadi saya lihat Diva mendorong istri Bapak!” seru seorang wanita berambut pendek yang berdiri tidak jauh dari sana. Itu adalah Mira, atasan langsung Diva yang tidak suka dengan kinerja baiknya. 

Mendengar tudingan yang diarahkan padanya, Diva pun memasang wajah buruk. Ternyata, ini adalah balasan Nadya atas tindakan Diva mengacaukan pernikahannya.

Tangan Diva mengepal. ‘Dia … sengaja menjadikanku tokoh antagonis acara ini?’ 



Komen (1)
goodnovel comment avatar
Jannah Jannah Tanjung
mjdi semnagat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status