Share

Apa Kita Pernah Bertemu?!

Author: Yoru Akira
last update Huling Na-update: 2023-11-03 16:20:42

Bibir perempuan itu tak berhenti mengeluh. Ia masih saja syok dengan perintah sang atasan yang diberikan kepadanya.

“Gila, aku pasti sudah gila!” keluh Alisha berulang kali.

“Bisa-bisanya orang yang kukencani, sekarang justru menjadi atasanku! Apa aku keluar saja, mumpung ini masih terlalu awal?

“Dia pasti tak akan mengenaliku kan? Cih, siapa yang mengira kalau dia ternyata pria yang kejam!” gumam perempuan itu seorang diri.

Beruntung tak ada orang lain di sekitarnya yang bisa mendengar gumaman Alisha. Kalau saja ada orang lain di sekitarnya, pasti apa yang ia ucapkan akan menjadi rumor dalam sekejap.

“Ck, lagian bisa-bisanya dia meminta anak baru yang belum tahu kondisi kantor untuk meminta berkas?”

Sudut bibir Alisha tersenyum miring.

“Huh, lagipula pertemuan kalian hanyalah sebatas urusan ranjang! Memang kau tahu seperti apa pria itu hanya dengan sekali tidur dengannya?” benak Alisha penuh dengan umpatan yang ditujukan kepada sang atasan.

“Aku pasti akan membuat perhitungan!” tekadnya sambil mengepalkan tangan.

Akibat ulah atasan barunya itu, ia harus tersesat di lantai dua saat mencari keberadaan ruangan Departemen Media.

Belum lagi, ia harus menghadapi kepala divisi Departemen Media yang mengajukan berbagai macam pertanyaan dengan wajah menyebalkan.

“Jadi, kepala departemenmu meminta desain brief tanpa mau membahasnya dalam rapat lebih dulu?” tanya sang kepala Departemen Media untuk kedua kalinya.

Alisha mengangguk pasrah. “Iya, Pak.

Meski begitu, jawaban itu masih tak memuaskan sang kepala Departemen Media dan terus mengucapkan kalimat yang tak perlu.

“Sombong sekali dia. Apa dia sudah yakin mampu menjabarkan keinginan klien?”

Ingin rasanya Alisha berteriak saat itu juga. Namun, mulutnya tetap terkunci dan berdiri lesu di hadapan sang kepala Departemen Media.

Ia bukanlah anak kemarin sore yang baru terjun di dunia periklanan. Apalagi dengan bekal sebelumnya sebagai Art Director.

Dengan membaca desain brief yang sebelumnya sudah disusun bersama tim Client Service Departement seharusnya sudah cukup jelas untuk mengetahui keinginan klien. Apalagi tim media sudah menentukan di mana mereka mendistribusikan iklan sesuai keinginan klien.

Apa pentingnya menyelenggarakan rapat untuk urusan sepele seperti itu?

Ya, untuk satu hal itu, Alisha sepakat dengan sang atasan yang berpikiran rasional. Meski ia tetap saja kesal akibat harus menanggung beban untuk meminta desain brief dari tim Departemen Media.

Meski pada akhirnya mereka menyerahkan juga desain brief yang nantinya akan dieksekusi oleh tim Creative Departement.

‘Bisa-bisanya aku sial di hari pertama kerja!’ umpat perempuan itu ketika kembali ke lantai tiga sambil menunggu lift yang entah mengapa terasa begitu lama.

Hingga selang beberapa menit kemudian, Alisha kembali ke ruangannya dengan wajah kusut. Ditambah sang atasan barunya sudah menunggu di ruang kerjanya.

“Gimana, aman? Udah ditungguin Pak Damian,” ucap Rini tampak khawatir sekaligus was-was ketika Alisha muncul dari balik pintu ruangan mereka.

“Aman, Mbak,” ucap Alisha datar sambil menunjukkan tumpukan dokumen di tangannya.

Lantas melewati meja kerja wanita itu untuk sampai di sebuah pintu yang menghubungkan dengan ruangan Damian.

Rini tampak prihatin pada Alisha yang tengah mengetuk pintu ruangan atasan baru mereka. Wanita itu mengepalkan tangan di depan dada sambil berbisik pelan.

“Semangat!”

Alisha hanya membalasnya dengan senyuman canggung ketika mendengar suara Damian dari dalam ruangan.

“Masuk!”

“Permisi, Pak. Saya membawakan desain brief yang Anda minta,” ucap Alisha sambil menundukkan wajah. Perempuan itu masih menghindari bertemu tatap dengan sang atasan.

“Letakkan di meja!” perintah Damian dengan nada dingin.

Menggetarkan kembali sisi-sisi dalam diri Alisha yang pernah sempat terbuai oleh suara seksi pria itu.

‘Sial! Bukan saatnya memikirkan hal yang tak penting, Alisha!’ bisik perempuan itu dalam hati. Ia beringsut ke kanan setelah meletakkan dokumen yang diinginkan Damian.

Sementara fokus pria itu tak teralihkan dari layar komputer di depannya. Namun, dengan cepat ia menahan Alisha yang hendak pergi dari ruangannya setelah memohon pamit.

“Tunggu!” cegah Damian dengan suara beratnya.

“Duduk!” perintahnya kemudian.

Ragu-ragu, Alisha mengikuti perintah sang atasan. Ia tak bisa duduk tenang dan terlihat gelisah di hadapan Damian.

“Angkat wajahmu!” perintah pria itu sekali lagi.

Perempuan itu pasrah. Tak ada yang bisa ia lakukan sekarang selain mengangkat wajahnya. Mata mereka bersitatap dan dengan cepat Alisha memutus kontak mata di antara mereka.

“Kenapa kau menghindari tatapanku?” tanya Damian tanpa basa-basi.

Semakin lama, ia merasa semakin aneh dengan sikap si perempuan yang kini duduk di depannya. Tidak ada satu pun wanita yang sanggup menolak pesona pria itu.

Justru mereka menghalalkan segala cara untuk menarik perhatian Damian. Tidak sedikit di antara mereka yang melemparkan tubuhnya pada Damian hanya untuk menarik perhatian sang pria.

Namun, sikap Alisha seolah-olah menunjukkan bahwa perempuan itu tak ingin bersinggungan dengannya. Akibat benci atau … jijik?

Ya, tampak seperti itulah arti tatapan Alisha bagi Damian. Perempuan itu seakan jijik apabila bersinggungan dengan Damian. Hal itu pula yang membuatnya merasa terganggu dan mau tak mau menanyakan langsung pada si perempuan.

“Tidak. Saya tidak menghindari tatapan Anda, Pak!” jawab Alisha dengan tegas meski terkesan terburu-buru dan tanpa berpikir panjang.

“Benarkah? Kalau gitu, coba tatap aku!”

Permintaan Damian justru membuat Alisha semakin gelisah. Jika tatapan mereka bertemu bukan tidak mungkin pria itu akan mengenalinya sebagai perempuan yang sudah tidur dengannya.

“Lihat, kau tidak berani menatapku bukan?”

“Bu-bukan begitu, Pak.”

“Lalu, kau jijik padaku?”

Pertanyaan Damian membuat Alisha menelan ludahnya dengan kasar. Dari semua kata yang dapat dipilih kenapa justru kata jijik?!

“Ji-jijik?” Alisha mengulang ucapan Damian yang membuat dirinya tercengang.

‘Bagaimana bisa pria itu berpikir kalau aku menatapnya dengan … jijik?’ bisik perempuan itu dalam hati.

Ketimbang jijik, Alisha justru berusaha sebisa mungkin untuk tidak mengingat malam panas yang mereka lewati bersama.

Biar bagaimanapun yang terjadi di antara mereka adalah yang pertama bagi Alisha dan perempuan itu tak bisa melupakannya begitu saja. Meskipun setelah kejadian tersebut, ia merasa menyesal.

Untuk itulah ia tak ingin bersinggungan dengan Damian. Siapa yang menyangka jika semesta justru mempertemukan mereka di tempat ini.

Lantas, bagaimana bisa Damian justru beranggapan bahwa dirinya menatap pria itu dengan pandangan jijik?

Tanpa sadar, sudut bibir Alisha tersenyum sinis. Mungkin justru inilah kesempatan bagi dirinya agar bisa menjaga jarak dengan sang atasan.

Tanpa pernah tahu bahwa cara yang ia gunakan hanyalah upaya bunuh diri bagi dirinya sendiri.

“Ya, mungkin begitulah kesan pertama saya pada Anda, Pak. Sikap Anda memang membuat saya muak.

“Anda tahu, tak ada lagi senioritas di tempat kerja saat ini. Tapi, sikap Anda seolah-olah menunjukkan bahwa Andalah yang lebih tahu segalanya ketimbang orang lain di tempat ini.

“Cara Anda memerintah pun, sangat buruk hingga membuat saya bergidik ngeri!”

Mulut Alisha tak berhenti mengkritik sang atasan yang kini menatapnya dengan sorot dingin. Hingga tatapan yang cukup mematikan itu, membungkam mulut Alisha untuk lagi bicara.

“Apa kita pernah bertemu sebelumnya, Nona?” tanya Damian membuat Alisha bungkam seketika.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Bukan Akhir, Justru Inilah Awal ...

    Dua bulan kemudian ... Hall tempat pernikahan antara Alisha dan Damian berhias mewah warna putih dan kuning gading. Tamu undangan tampak memenuhi aula. Meskipun di antara mereka ada saja yang melirik nyinyir ke arah mempelai perempuan. Itu akibat perut Alisha sudah terlihat mulai buncit di balik gaun pengantin yang ia kenakan. Sebenarnya, Alisha ingin melakukan pemberkatan saja. Tanpa pesta meriah seperti yang berlangsung saat ini. Namun, mana mungkin Harvey mengizinkan? Sekalipun pria itu keras pada awalnya, seiring berjalannya waktu dia mulai melunak dan bersikap hangat kepada Alisha. Tentu saja setelah mengetahui bahwa Alisha mengandung cucunya. Dan, sebagai orang yang dikenal memiliki bisnis yang cukup besar, pria itu tak bisa abai begitu saja atas pernikahan anaknya. Sekalipun mendapat cibiran akibat pengantin perempuannya sudah lebih dulu mengandung. Namun, Harvey seolah justru merasa bangga, sebab kualitas bibit anaknya tak bisa diragukan lagi. Di samping semua it

  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Pulanglah Bersamaku

    Damian tampak bingung dengan ucapan Alisha. Tidak banyak yang tahu jika sebelumnya ia memang tidak berencana menikah jika itu tidak dengan Amber. Kalaupun menikah, ia tak ingin memiliki anak, sebab tak ingin bocah tak berdosa itu akan berakhir seperti dirinya. Biar bagaimanapun, Harvey tak akan membiarkan garis keturunannya begitu saja. Pria itu tetap membutuhkan pewaris sampai kapan pun. Oleh sebab itu, Damian tak berpikir untuk memiliki anak jika dirinya menikah kelak. Namun, semua angan itu berubah saat tahu fakta bahwa Alisha mengandung benih miliknya. Damian tidak hanya ingin bertanggung jawab. Tapi juga memiliki keinginan yang baru dalam hidupnya. Bahwa ia ingin memiliki keluarga kecilnya sendiri. Tanpa campur tangan sang ayah. Baik di masa kini ataupun masa depan. "Dari mana kamu tahu kalau aku tidak tertarik untuk menikah?" Damian mengajukan pertanyaan. Selain angannya di masa lalu, ada banyak hal yang harus ia ungkapkan pada Alisha sekarang. Itu penting, jika i

  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Bimbang

    Damian mengusap wajahnya. Ia tak terkejut. Namun, setelah mendengar sendiri pengakuan Alisha membuatnya merasa bersalah. Juga gelisah. Pria itu menautkan jari-jarinya dan menunduk untuk mengambil jeda. Dengan gerakan dramatis, ia menyugar rambutnya yang semakin berantakan. Damian tak tahu harus dari mana memulai percakapan setelah mendengar pengakuan Alisha. Sementara perempuan itu, diam-diam menikmati momen yang terjadi saat ini. Kalau saja boleh jujur, ia ingin pria itu mengakui janin dalam kandungannya sebagai anak. Bertanggung jawab penuh sebagai seorang ayah. Sebab, biar bagaimanapun Alisha mulai tertarik pada sang mantan atasan. Entah sejak kapan. Namun, mengingat pembicaraan Damian dan Devano di ruangannya beberapa waktu lalu, membuatnya sangsi. Alisha tak ingin memaksakan kehendaknya yang egois. Lebih dari itu, ia tak ingin dianggap wanita murahan. Cukup lama jeda di antara mereka berlangsung. Keduanya sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga suara b

  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Pengakuan Alisha

    Raut muka Damian tampak tegang. Pria itu mondar-mandir di depan ruang gawat darurat rumah sakit. Sudah sekitar satu jam Alisha mendapat penanganan, tapi belum ada satu pun perawat ataupun dokter yang memberinya kepastian. Hanya setengah jam lalu, seorang perawat mengabarkan jika kondisi Alisha cukup buruk. Dokter sedang berusaha menyelamatkan perempuan itu. Kemungkinan terburuk, mungkin Damian harus mendengar kabar jika dia bakal kehilangan calon bayinya. Atau justru keduanya. Setelah mendengar ucapan sang perawat, langkah pria itu tak bisa diam. Ia terus mondar-mandir di depan ruang gawat darurat dengan raut muka cemas. Padahal rencananya, ia akan kembali ke area gudang tua untuk memastikan keselamatan Amber. Pria itu memang tidak mengenai bagian vital yang membuat si wanita dalam bahaya. Meski begitu tetap saja ada rasa khawatir yang menyusup dalam hatinya. Juga rasa bersalah sekaligus menyesal. "Tuan," panggilan Jonathan membuat Damian menoleh ke arah sumber suara.

  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Pertemuan Menegangkan

    Sepasang mata Alisha tak berhenti berkedip. Tatapannya terpaku pada sosok pria yang kini merunduk di atasnya. Melindungi dirinya dari suasana mencekam yang masih terus saja terjadi. 'Mimpi?!' bisiknya dalam hati. Dari semua kemungkinan yang ia pikirkan, tak sekalipun terlintas jika Damian yang akan muncul. Menyelamatkannya dari situasi mengerikan. Meski tak bisa ia mungkiri, kecil harapan itu sempat muncul dalam benaknya. Namun, Alisha menyadari jika hal itu mustahil terjadi. Ia tak bisa lupa sorot benci Damian yang menuduhnya. Juga rasa sakit yang begitu memeram jiwanya. 'Tidak. Ini pasti cuma halusinasi.' "Kamu aman sekarang. Jangan takut!" bisikan itu terasa begitu nyata. Tubuh gemetar Alisha berada dalam dekapan erat Damian. Ia bahkan tak bisa lagi membedakan mana mimpi atau kenyataan. Suara itu begitu dekat dan membuat dirinya terjebak dalam sensasi yang memabukkan. Itu kan yang membuatnya menyerahkan diri seutuhnya pada Damian saat pertemuan pertama mereka?! "K

  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Dalam Bahaya

    Alisha tersadar jika hari mulai malam saat penjaga kafe menegurnya. Ia buru-buru melihat jam dan tampak kaget saat hari sudah menunjukkan pukul sebelas malam. "Astaga, maaf, Kak. Saya benar-benar lupa waktu," ucap perempuan itu kepada seorang pelayan lelaki yang terlihat lebih tua darinya. "Ya, Kak. Nggak papa. Kami bisa maklum. Banyak pelanggan yang memang merasa nyaman ketika di sini." Alisha tampak salah tingkah. Ia merasa tersindir. Meski sebenarnya ia memang benar-benar tidak bermaksud menyusahkan orang lain seperti sekarang. "Ah, saya benar-benar minta maaf," imbuh Alisha sambil membungkuk sopan. Ia merasa tak enak pada penjaga kafe karena telah menetap terlalu lama hingga menjelang tutup. Sementara hanya sedikit makanan yang ia pesan. Sejak menjelang sore, perempuan itu memang sengaja menghabiskan waktu di kafe tak jauh dari tempat tinggalnya yang baru. Sekalian beraktivitas setelah ia memilih tidur seharian begitu sampai tempat kosnya yang baru siang tadi. Saat p

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status