"Terima atas waktunya. Kami harap, Anda segera pulih kembali."
Dominic mengangguk, dia balas menjabat tangan kliennya dan tersenyum kecil. Sementara Celine yang berdiri tak jauh dari sana, segera mengantar keluar tiga orang pria yang baru saja berbincang dengan Dominic.Mereka masih berada di rumah sakit yang sama. Kamar di mana Dominic dirawat. Ada berbagai banyak karangan bunga dan tanda ucapan yang diterima serta doa agar lelaki itu kembali sembuh. Tak hanya itu, sekarang dirinya juga harus bekerja di rumah sakit dan melakukan meeting di sini. Menemani Dominic yang memutuskan untuk tidak membatalkan setiap rapat penting dan tetap bekerja meski sakit. Cukup melelahkan saat dirinya beberapa kali harus bolak-balik ke kantor. Walaupun sopir perusahaan bersama mereka dan siap mengantarnya."Sepertinya hari ini sudah cukup."Celine tersentak kaget ketika dirinya berbalik setelah menutup pintu, Dominic justru tiba-tiba muncul tepat di depannya. Lelaki itu sangat meng"Kemarilah, Rayyan. Hati-hati."Celine dengan pelan membantu suaminya turun dari taksi. Dia memegangi bahu di mana kaki Rayyan terluka dan berjalan masuk menuju rumah sakit. Entah ini kebetulan atau apa, tempat Rayyan control dan menjalani terapi adalah tempat yang sama di mana Dominic berada. Dia sudah meminta pada lelaki itu waktu jika dirinya terlambat datang karena berniat menemani sang suami menjalani fisioterapi."Di mana Dominic? Aku ingin melihatnya." Rayyan menatap sang istri yang sudah kembali setelah mendaftarkan dirinya. Memapahnya ke sebuah lift yang hanya ada beberapa orang. Tujuan mereka ada di lantai tiga, di mana dokter yang mengobati Rayyan selama ini ada di sana."Tidak, kamu harus terapi sekarang. Nanti saja kita menemuinya.""Seharusnya kamu berangkat kerja saja. Aku bisa pergi ke sini sendiri.""Jangan mulai lagi, Sayang. Aku sudah meminta izin untuk telat dari Dominic," bisik Celine di telinga sang suami. Dia mengucap penuh penekanan.
"Kau selalu luar biasa, Celine," ucap Dominic sembari mengecup leher wanitanya. Dia memejamkan matanya sesaat dan menikmati sisa kegiatan menggairahkan.Dominic tidak mau langsung melepas Celine. Dia benar-benar takut dengan mimpinya. Dia takut wanita itu pergi meninggalkannya. Mimpi sialan itu, membuatnya tidak bisa tidur nyenyak semalaman. Bagaimana mungkin dia bisa membiarkan Celine mati di hadapannya begitu saja? Dominic tidak mau dan tidak akan membiarkan mimpi itu menjadi kenyataan. "Kau wanitaku. Milikku. Aku tidak akan mengizinkanmu melarikan diri dariku," lirihnya. Hampir seperti sebuah bisikkan.Celine yang mendengarnya, memilih tidak menjawab, napasnya masih terengah-engah. Hingga hanya desahan lirih yang keluar dari bibirnya saat Dominic mulai bangkit dari atas tubuhnya. Lelaki itu merapikan pakaiannya kembali sembari memeriksa luka yang kini dibalut perban. Khawatir jika darahnya kembali keluar karena aktivitas mereka barusan. Namun untunglah, apa yang d
Dominic menatap pemandangan malam dari lantai apartemennya. Seluruh kota tampak gemerlap seperti biasanya. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain saat dia akhirnya bisa kembali pulang. Meski adu mulut kembali terjadi dengan sang mama. Dominic mendesis dan meraba kembali luka di tubuhnya. Dia sudah lebih baik sekarang. Dominic bukan orang lemah. Walaupun dia masih terluka karena tindakan yang dilakukan Jared. Entah bagaimana sekarang nasib lelaki itu. Dia harap, papanya tidak bertindak tanpa sepengetahuannya. Jika Jared memiliki masalah dengannya, maka hanya dia yang harus menyelesaikan semuanya. Kali ini, Dominic tidak akan tinggal diam seperti sebelumnya lagi.Seseorang telah dia tugaskan untuk menyelediki di mana Jared tinggal sekaligus membawa rekaman, dan apa pun yang dimiliki lelaki itu mengenai bukti perselingkuhannya. Dia tidak akan membiarkan Jared menyentuh Celine apa pun yang terjadi. Tidak akan.Teringat wanita itu, Dominic sontak mengalihkan pandangannya dan
Pintu rumah terbuka, bersamaan itu pula Dominic segera mendorong tubuh Celine ke dinding. Bibirnya mendekat dan tanpa aba-aba memagut mesra bibir wanitanya. Sementara tangannya sudah menjelajah entah ke mana. Namun Celine yang tidak berniat melakukan itu, berusaha mencegah dan menghalangi tangan Dominic. Sialnya, tenaganya tidak sekuat Dominic. Lelaki itu tidak bisa langsung menjauh dan melepaskan ciumannya. Alhasil, Celine tidak punya pilihan lain selain menginjak keras kaki Dominic dengan sepatu heels-nya."Aww ...."Suara ringis kesakitan spontan terdengar dan Dominic segera menjauhinya. Membiarkan Celine bisa bernapas lega. Bibirnya tersenyum tipis, sembari menyeka bekas ciuman di bibirnya."Apa yang baru saja kaulakukan?""Apalagi? Menghentikan apa yang kaulakukan." Celine memalingkan wajahnya dengan kesal dan berjalan meninggalkan Dominic. Namun lelaki itu mengejarnya dan menarik tubuhnya hingga Celine nyaris terjatuh."Huh, kau jual mahal? B
"Terima kasih, aku merasa lebih baik sekarang," ucap Celine sembari menyeruput teh yang Dominic berikan. Bibirnya mengulas senyum tipis saat melihat langit yang tampak cerah. Hari sudah beranjak siang dan dia meninggalkan rumah terlalu lama. "Tunggu, hanya terima kasih? Aku ingin imbalan." Dominic yang melihat Celine berdiri, seolah berniat meninggalkannya, dengan sigap menahan lengan wanita itu. Tatapan tidak percaya terlihat di matanya. Apa Celine main-main dengannya? Mereka tidak mungkin kembali tanpa melakukan apa pun di sini. Dia tidak mau hanya menjadi pendengar saja atau menghibur ketika wanita itu memiliki masalah. "Imbalan? Kau meminta imbalan?" "Kau sudah tahu apa yang kuinginkan." Senyum miring tersungging di bibirnya. Dominic menarik dagu Celine dan membuat hidung mereka harus bersentuhan. "Ini masih terlalu pagi untuk kembali dan mendapat omelan mertuamu. Kita bisa melanjutkan kesenangan yang tertunda." C
Atmosfer ruangan terasa sangat tegang, saat seorang wanita paruh baya tengah duduk sembari menyilangkan kedua kaki. Mata tuanya menatap tajam sang anak dan wanita yang dia temui berada di rumah anaknya. "Bisa kalian jelaskan, apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian? Terutama kamu, Dominic! Jelaskan semuanya pada Mama."Dominic masih terlihat santai. Perhatiannya terus tertuju pada Celine. Tidak menghiraukan keberadaan sang mama, dia justru mengusap lembut wajah wanitanya. Sayangnya, semua itu berlawanan dengan Celine yang ketakutan."Dominic! Jawab Mama!""Ma, Celine sedang sakit. Tidak bisakah kita membahasnya nanti?" tegurnya. Dominic merasakan Celine tengah ketakutan. Dulu dia pun begitu ketika Jerry berkata akan mengatakan ini pada orang tuanya, tapi sekarang ... dia sudah tidak peduli. Meski dia akan dibuang dan namanya dicoret dari daftar keluarga sekali pun."Karena itu, cepat jelaskan semuanya kalau kamu tidak mau Celine kenapa-kenapa!" desak D
Daisy dan Dominic terdiam melihat kemunculan Celine dari balik pintu. Wanita itu tidak benar-benar masuk dan beristirahat. Namun diam-diam mendengarkan. Suara Daisy yang terlampau keras saat berucap, tentu bisa sangat mudah didengar oleh Celine. Semua perkataannya tanpa terkecuali."Kau ... apa kau yang melakukannya?"Pertanyaan kembali berulang saat tidak ada jawaban yang keluar dari bibir keduanya. Matanya mulai berkaca-kaca. Namun tak sedikit pun, Celine bergerak dari tempatnya. Dia masih diam dan memandang lekat keduanya. Kenyataan ini, Celine harap tidaklah benar. Dia harap, Dominic tidak melakukannya. Bagaimana mungkin lelaki itu penyebab suaminya celaka?"Katakanlah sekarang. Celine harus tahu semuanya, apa yang terjadi satu tahun lalu dan apa yang terjadi beberapa bulan lalu. Mama tidak mau menyembunyikannya lagi."Dominic menatap ragu mamanya. Kedua tangannya mengepal erat. Sesaat, dia memejamkan matanya dan mengingat kembali peristiwa satu tahun lalu di
"Lepaskan Celine.""Tidak akan."Dominic menggelengkan kepalanya dengan tegas. Setelah mengantar Celine pulang ke rumahnya, kini dia harus kembali berhadapan dengan Daisy yang masih belum menentukan hukumannya. Sayangnya, Dominic tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan mamanya. Asal itu tidak menghalanginya untuk bersama Celine."Sebenarnya apa yang kamu inginkan? Dia wanita yang sudah menikah!""Aku menginginkannya. Aku ingin membuat dia jadi menantu Mama."Daisy terkejut dan tanpa sadar menggebrak meja dengan keras. "KAMU GILA! Itu tidak bisa terjadi, dia memiliki suami!"Dominic tidak terusik sama sekali oleh perkataan Daisy. Dia justru bersandar sembari menyilangkan kedua kakinya. "Mama menginginkan dia jadi istriku 'kan? Aku akan mengabulkannya, tapi Mama harus membantuku untuk membuat Celine bercerai dengan suaminya."Daisy hampir tertawa mendengar perkataan anaknya. Dulu dia memang berpikir seperti itu, tapi merusak k