Share

Perkenalan#2

Penulis: Na_Vya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-24 11:53:47

"Papi?"

Seketika Misya panik, reflek berdiri lalu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan berisik itu. Dia menjadi parno sendiri—merasa diawasi oleh sang papi.

"Gimana ini?" Misya memandang ponsel yang ada di genggaman, ragu menjawab sebab tak ingin papinya menaruh curiga. Sementara ponselnya terus berdering. "Aku keluar dulu, deh."

Tak ingin sang papi mendengar suara berisik di tempat itu, akhirnya Misya memutuskan untuk pergi keluar. Perempuan itu berlari secepat mungkin, dan baru berhenti ketika tiba di pintu masuk kelab.

Sejenak mengatur napas dan irama jantung yang saling berkejaran, Misya lantas segera menjawab panggilan tersebut. "Halo, Pi?" Dia melangkah keluar, menuju parkiran kelab.

'Lama banget jawab teleponnya.' Suara Gunawan terdengar cukup kesal dari ujung sana.

"Maaf, Pi. Tadi Misya baru selesai mandi. Ada apa, Pi? Tumben telepon malem-malem." Misya berjalan mondar-mandir, sambil menggigit bibir bawahnya karena sudah berbohong.

'Kamu jam segini baru mandi?'

"Iya, Pi. Misya baru pulang dari toko," kata Misya kembali berbohong. Padahal, hari ini dia sengaja pulang cepat dari toko roti miliknya karena ada janji di tempat ini. "Papi belum jawab pertanyaan Misya, loh."

Pak Gunawan tak segera menjawab, dia seperti sedang berpikir.

Misya berhenti berjalan mondar-mandir, lalu menegur papinya yang tak kunjung menjawab. "Pi?"

'Kapan kamu bawa calon suami? Ini sudah hari ke lima. Waktu dari papi sudah berkurang. Tinggal dua hari.' Gunawan begitu bersemangat saat mengingatkan Misya akan kesepakatan mereka.

Misya menghela panjang sambil memejam sejenak. 'Aku pikir mau ngomong apa? Ternyata cuma mau ingetin itu.' Dia menggerutu dalam hati.

'Misya?' Gunawan tidak sabar.

"Iya-iya, Pi. Misya tau, kok. Papi tenang aja. Misya udah nemuin calon suami yang cocok. Mungkin lusa baru Misya kenalin ke Papi. Kami juga butuh perkenalan dulu 'kan, Pi? Gak bisa gegabah." Misya memijat pelipis yang mendadak berdenyut.

'Beneran udah dapet?'

"Papi gak percaya sama anak sendiri? Papi ngeraguin pesona anak papi yang montok ini?"

Gunawan terkekeh di ujung sana. 'Bukannya papi gak percaya. Papi takut kalo kamu salah pilih lagi. Papi gak mau anak papi yang montok dan ginuk-ginuk patah hati dua kali.'

"Papi doanya yang baik-baik, dong."

'Iya-iya. Papi doain, semoga calon suamimu kali ini cocok sama papi.'

"Papiiii…" Misya mencebik. "Nikahnya itu sama Misya bukan sama Papi."

Gunawan terbahak, lantas memutuskan untuk menyudahi obrolan absurd ini. 'Oke-oke. Papi tungguin kedatangan calon menantu papi. Kamu harus lebih teliti, jangan salah orang lagi. Yang kemarin suami orang, terus jangan-jangan yang besok buronan.'

"Papiiii …" teriak Misya, karena sang papi selalu saja meremehkan.

'Bercanda. Bercanda. Udah dulu. Papi mau lanjut main catur sama Salim.' Gunawan mengakhiri panggilan.

Misya langsung menarik napas dalam-dalam, dan menggerutu. "Punya orang tua nyinyir banget sama anak sendiri. Untung sayang, kalo enggak udah dari dulu kukutuk. Eh, kebalik, ya."

Misya memutuskan untuk kembali masuk. Namun, baru beberapa langkah, seseorang memanggilnya.

"Misya!"

Langkah Misya berhenti, kemudian dia berbalik. "Mami?"

Mami Kumala yang baru saja turun dari mobil langsung mengenali Misya dan buru-buru memanggilnya. Dia menghampiri, lalu bertanya, "Kok kamu di sini? Nungguin mami, ya?"

"Ah, enggak, kok, Mi. Misya barusan abis teleponan," jawab Misya, menunjukkan ponsel yang ada di tangan.

"Oh … Abis teleponan."

Misya tersenyum, lalu celingukan mencari seseorang yang katanya akan diperkenalkan dengannya. "Loh, mana orangnya, Mi?"

"Siapa?"

"Cowok yang mau Mami kenalin ke Misya."

Mami Kumala tersenyum. "Orangnya udah ada di sini, kok. Mungkin lagi nungguin kamu juga."

Kening Misya mengerut, dan menunjuk pintu masuk. "Ada di dalem?" 

Mami Kumala mengangguk dan tersenyum. "Dia lantas mengajak Misya masuk. "Ayo, langsung ke ruangan mami aja. Nanti biar mami telepon orangnya." 

Keduanya masuk bersamaan, sedangkan perasaan Misya semakin tak keruan. Jantungnya kembali berdebar-debar tanpa alasan.

~~~

"Orangnya pergi? Ke mana?" tanya Dika waktu Glenn kembali dengan botol air mineral yang belum sempat diberikan ke Misya. 

"Gak tau." Glenn menduduki stolbar, dengan wajah tertekuk masam. Pikirannya masih tertuju pada Misya yang tahu-tahu menghilang. 

Azka dan Dika memerhatikan Glenn yang nampak lesu. Mereka saling pandang dan mengangkat bahu.

"Padahal gue belum sempet minta nomor hapenya." Glenn bergumam, sambil memandangi botol mineral warna hijau di tangan. Terselip rasa sesal karena dia belum sempat meminta nomor Misya. 

"Siapa namanya?" tanya Dika. 

"Misya." 

"Gue perhatiin kayaknya dia bukan tante-tante," kata Dika, yang sempat memerhatikan Misya sekilas. 

"Emang bukan." Glenn menghela panjang. "Mungkin belum ada tiga puluhan. Kulitnya aja masih kenceng semua," cicitnya, seraya membayangkan kecantikan Misya yang sulit dilupakan. 

Azka dan Dika saling pandang lagi. Tingkah Glenn sungguh membuat kedua cowok itu bingung. 

"Elu kenapa jadi sedih gitu?" Akhirnya Dika terpaksa bertanya karena sudah tidak tahan lagi dengan tingkah sahabatnya.

Glenn tak menjawab, malah menghela panjang. Dia sendiri tidak tahu alasannya bertingkah seperti ini. Ponselnya tiba-tiba berdering. Glenn bergegas menjawab panggilan itu. 

"Iya, Mi." 

'Kamu masih di kelab 'kan?' tanya mami Kumala.

"Masih, Mi." 

'Cepetan dateng ke ruangan mami. Udah ada yang nungguin kamu,' titah mami.

"Siap, Mi. Siap." Glenn berdiri. 

'Cepet, yaa.' Mami Kumala mengakhiri panggilan.

Dika yang penasaran langsung bertanya, "Mau ke mana, lu?" 

"Gue di suruh ke ruangannya mami." Glenn menjawab sambil merapikan penampilannya. "Oh, iya. Elu gak usah nungguin gue." 

Dika mengangguk, dan Glenn bergegas menuju ke ruangan mami Kumala. 

"Dapet pelanggan baru kayaknya," kata Azka, memandang Glenn yang sudah menghilang di balik pintu. 

"Mungkin." 

🌼🌼🌼

Bersambung...

'

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jerat Hasrat Berondong Kesayangan    Perkenalan#3

    Sehari sebelumnya~ "Suami bayaran?" Antara terkejut sekaligus heran, saat mami Kumala menyarankan sebuah solusi yang sungguh tidak dimengerti oleh Misya. Perempuan dua puluh delapan tahun itu pasti banyak ketinggalan berita, sampai-sampai dia baru mendengar istilah aneh tersebut. 'Suami bayaran? Di jaman sekarang memangnya ada hal semacam itu?' Dalam hati, Misya bertanya-tanya sambil membayangkan. "Misya?" Mami Kumala bersuara sebab orang yang sempat bersemangat meminta solusi kini hanya mematung tanpa berkedip. Misya terhenyak, dan baru berkomentar, "Suami bayaran? Maksud Mami, Misya sewa jasa suami bayaran, begitu?" Mami Kumala mengangguk dan tersenyum. "Memangnya ada yang mau?" "Jaman sekarang mana ada, sih yang nolak kerjaan gampang kayak gitu?" "Bener juga, sih..." Misya menggigit bibir bawahnya, lalu menyandarkan punggung. Dia berpikir keras agar solusi ini ke depannya tidak bermasalah. "Tapi, apa itu legal? Maksud Misya, hal semacam itu apa diperbolehk

  • Jerat Hasrat Berondong Kesayangan    Perkenalan#2

    "Papi?"Seketika Misya panik, reflek berdiri lalu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan berisik itu. Dia menjadi parno sendiri—merasa diawasi oleh sang papi."Gimana ini?" Misya memandang ponsel yang ada di genggaman, ragu menjawab sebab tak ingin papinya menaruh curiga. Sementara ponselnya terus berdering. "Aku keluar dulu, deh."Tak ingin sang papi mendengar suara berisik di tempat itu, akhirnya Misya memutuskan untuk pergi keluar. Perempuan itu berlari secepat mungkin, dan baru berhenti ketika tiba di pintu masuk kelab.Sejenak mengatur napas dan irama jantung yang saling berkejaran, Misya lantas segera menjawab panggilan tersebut. "Halo, Pi?" Dia melangkah keluar, menuju parkiran kelab.'Lama banget jawab teleponnya.' Suara Gunawan terdengar cukup kesal dari ujung sana."Maaf, Pi. Tadi Misya baru selesai mandi. Ada apa, Pi? Tumben telepon malem-malem." Misya berjalan mondar-mandir, sambil menggigit bibir bawahnya karena sudah berbohong.'Kamu jam segini baru mandi?'"Iya, Pi. M

  • Jerat Hasrat Berondong Kesayangan    Perkenalan#1

    Misya akui jika pemuda yang entah datangnya dari mana ini cukup mempunyai tingkat kepercayaan diri yang sangat tinggi. Tanpa sungkan meminta izin di hadapannya, lalu memperkenalkan diri. "Glenn." Senyum Glenn begitu lebar saat menyodorkan tangan ke hadapan wanita cantik, yang tengah menatapnya penuh tanya. Pemuda itu sangat yakin jika dia tidak akan mendapat penolakan. Sementara Misya semakin bingung sekaligus curiga. Dalam hati dia bertanya-tanya—sebenarnya apa motif pemuda itu. 'Ini anak emang ganteng, sih. Cukup berani juga.' Misya membatin sambil menelisik wajah Glenn yang terbilang ganteng. Setelah cukup menimbang-nimbang, akhirnya Misya membalas uluran tangan Glenn. "Misya." Senyum Glenn semakin lebar ketika target di hadapannya mau membalas uluran tangannya. "Namanya cantik," pujinya. "Makasih." Misya menarik tangannya perlahan dari genggaman Glenn. Dia lantas sengaja mengalihkan pandangan ke arah lain agar pemuda yang baru saja memujinya 'cantik' itu tidak menyadari kala

  • Jerat Hasrat Berondong Kesayangan    Pemuda bernyali~

    "Yang mana?" tanya Dika, masih belum menemukan sosok perempuan yang dibicarakan Glenn. Namun, Azka langsung angkat bicara. "Oh, yang di sana, ya? Yang pakek baju warna merah?" Glenn menoleh ke Azka. "Iya. Tante itu," ucapnya. "Kayaknya udah tiga kali dia ke sini." Glenn menyesap minumannya sampai habis. "Hmm. Emang sering ke sini, sih. Tapi, gue perhatiin dia pasti murung. Ke sini, ya, paling-paling cuma pesen minum, ngerenung, terus pulang. Gak yang seneng-seneng kayak orang-orang itu, tuh!" Azka menunjuk beberapa orang yang sedang asyik berjoget di lantai dansa dengan pasangannya. Entah pasangan halal atau bukan. "Cuma gitu doang? Lah, buat apa dia jauh-jauh dateng ke tempat ini? Kalo ujung-ujungnya masih kesepian kayak gitu? Gak happy." Dika mulai tertarik dengan pembahasan mengenai sosok perempuan dewasa yang sebelumnya tidak dia sadari keberadaannya. Glenn tak banyak berkomentar. Pemuda itu diam saja, tetapi isi kepalanya mulai dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaa

  • Jerat Hasrat Berondong Kesayangan    Perempuan berbaju merah~

    Setelah seharian berada di rumah Dika, Glenn tidak langsung kembali ke rumahnya lebih dulu. Melainkan langsung pergi ke kelab bersama temannya itu. Keduanya menunggangi motornya masing-masing, melaju dengan kecepatan sedang di jalanan yang cukup ramai. Berkat pekerjaan tersembunyinya itu pula, Glenn bisa membeli motor impiannya meski dengan cara dicicil perbulan. Hanya lulusan SMA, mana mungkin dia bisa mendapatkan gaji setara dengan gaji UMR, jika tidak melayani para pelanggannya yang mencari kesenangan. Setibanya di kelab yang beroperasi hampir setiap hari itu, Glenn dan Dika langsung masuk ke dalam. Mereka lebih dulu duduk di tempat biasa sambil menunggu Mami Kumala datang. Keadaan di kelab masih agak sepi karena masih di bawah jam-jam malam. "Bikinin gue minuman dong," pinta Glenn, pada bartender yang biasa meracik minuman di kelab tersebut. Azka namanya. Glenn menduduki kursi berkaki tinggi lalu mengeluarkan ponselnya. "Gue juga, dong." Dika ikut meminta dibuatkan min

  • Jerat Hasrat Berondong Kesayangan    Dilema Glenn~

    🍁🍁🍁"Glenn, udah siang. Kamu gak kuliah?"Suara ketukan pintu diiringi dengan suara panggilan perempuan paruh baya dari luar kamar, membuat seorang pemuda yang sedang asyik terlelap sontak membuka mata, dan seketika menyahut, "Iya, Bu. Bentar lagi Glenn bangun." Sambil menyibak selimut, lalu menguap lebar."Ya udah," sahut ibunya Glenn, kemudian terdengar suara langkah kaki yang menjauh.Glenn menghela panjang napasnya seraya mengusap wajah— mengumpulkan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul. Glenn mengambil ponsel yang selalu tergeletak di atas nakas, melihat jam digital yang menunjukkan pukul delapan pagi.Pemuda itu lantas mengembalikan ponselnya ke atas nakas, dan turun dari tempat tidur. Dia membuka laci lalu mengambil amplop warna cokelat yang ada di dalam sana. "Untung gue bisa ngasih duit buat ibu tiap Minggu."Amplop tersebut Glenn bawa keluar kamar karena seperti biasa, dia akan memberikan uang Mingguan untuk ibunya. Menjadi tulang punggung sejak duduk di bangku SMA m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status