Misya akui jika pemuda yang entah datangnya dari mana ini cukup mempunyai tingkat kepercayaan diri yang sangat tinggi. Tanpa sungkan meminta izin di hadapannya, lalu memperkenalkan diri.
"Glenn." Senyum Glenn begitu lebar saat menyodorkan tangan ke hadapan wanita cantik, yang tengah menatapnya penuh tanya. Pemuda itu sangat yakin jika dia tidak akan mendapat penolakan. Sementara Misya semakin bingung sekaligus curiga. Dalam hati dia bertanya-tanya—sebenarnya apa motif pemuda itu. 'Ini anak emang ganteng, sih. Cukup berani juga.' Misya membatin sambil menelisik wajah Glenn yang terbilang ganteng. Setelah cukup menimbang-nimbang, akhirnya Misya membalas uluran tangan Glenn. "Misya." Senyum Glenn semakin lebar ketika target di hadapannya mau membalas uluran tangannya. "Namanya cantik," pujinya. "Makasih." Misya menarik tangannya perlahan dari genggaman Glenn. Dia lantas sengaja mengalihkan pandangan ke arah lain agar pemuda yang baru saja memujinya 'cantik' itu tidak menyadari kalau saat ini dirinya sedang tersipu. "Haish... Cuma gara-gara dipuji cantik, aku jadi ge-er gini, sih. Mana yang muji masih bocah. Misya, kamu kenapa jadi kayak anak ABG, sih? Inget, kamu ke sini cuma karena ada janji sama mami Kumala.' Misya mengusap tengkuk, sambil mengedarkan pandangan, kalau-kalau mami Kumala datang. Niatnya datang ke sini memang untuk menemui mami Kumala, yang katanya ingin memperkenalkannya pada seseorang. Solusi dari mami tempo hari memang terdengar gila. Namun, Misya yang sudah tidak memiliki cara lain akhirnya bersedia menerima solusi itu. Dia berharap, laki-laki yang akan menjadi suami pura-puranya bisa diajak bekerja sama. "Nyari siapa?" tanya Glenn sebab Misya terlihat seperti sedang mencari keberadaan seseorang. Apa jangan-jangan, Misya memang sedang menunggu kedatangan seseorang? pikir Glenn, yang mulai merasa ketar-ketir. "Aku lagi nungguin orang," sahut Misya. Tuh, kaaaan.... Glenn menghela panjang, lalu menyondongkan badan. Dia asal menebak, "Pacar?" Tebakan itu memaksa Misya untuk memandang Glenn. Sepasang matanya memicing sambil membatin, 'Ini anak kenapa kepo banget, sih? Untung ganteng, kalo enggak udah kuusir dari tadi.' Tak kunjung dijawab, Glenn lantas menyimpulkan, "Berarti tebakanku bener. Kamu lagi nunggu pacar." Misya tersenyum, lalu membantah, "Sayangnya, tebakanmu salah." Andai benar pun, mana mungkin dia janjian dengan pacarnya di tempat berisik ini. Rasanya seperti mendapat angin segar. Glenn kembali beringsut maju. "Oh, bukan pacar, ya? Kalo bukan pacar, terus siapa, dong?" "Ada deh..." Misya menyesap minumannya yang masih tersisa. Kemudian, dia balik bertanya, "Kamu sendiri, ngapain?" Dia mengembalikan gelasnya. "Aku?" Glenn menunjuk dirinya. Misya mengangguk. "Hmm." "Kalo aku, sih memang sering di sini." "Sering? Berarti tiap hari ke sini? Emangnya gak ada tempat lain?" "Ya ada, sih. Cuma kebetulan, tempat nyari duitnya di sini," kata Glenn, yang tak ragu membicarakan mengenai pekerjaannya. "Kerja? Di sini? Kerja apa?" Kini, Misya yang terlihat penasaran dan antusias mendengar jawaban Glenn. Menurutnya, pemuda di hadapannya ini tidak gengsian. Glenn menggaruk dagu, dan berkata, "Kalo aku kasih tau, kemungkinan kamu bakal kaget atau gak percaya." "Kerjanya apa, sih? Bisa sampe bikin orang kaget." Misya sungguh penasaran—memikirkan pekerjaan Glenn di tempat ini. Sampai-sampai wanita itu menelisik wajah Glenn yang bila diperhatikan semakin memesona. 'Ck! Sadar Misya! Kamu gak boleh tertarik sama cowok ini. Inget! Kamu harus secepatnya cari calon suami.' Misya menggeleng cepat, mengenyahkan pikiran konyol dari kepala. Melihat lawan bicaranya penasaran dan bertingkah lucu membuat Glenn tidak bisa menahan senyum. Baru kali ini dia berhadapan dengan wanita sepolos Misya. Disela saling pandang, ponsel Glenn bergetar. Pemuda itu bergegas mengambilnya dari saku jaket. Sebuah pesan dari mami Kumala, yang menanyakan keberadaan Glenn. Secepatnya Glenn membalas pesan dari mami Kumala. Setelah itu dia memasukkannya kembali. Tak berselang lama, giliran ponsel Misya yang bergetar. Wanita cantik itu segera menyambar ponselnya yang tergeletak di atas meja. Pesan dari mami Kumala segera dia balas. Glenn memerhatikan Misya yang sibuk berbalas pesan. Sejurus kemudian pandangannya beralih pada Dika dan Azka yang nampak penasaran di tempatnya. Glenn menyeringai lebar seraya mengacungkan jempol kanan. Azka dan Dika balas mengacungkan kedua jempol mereka. Misya selesai berbalas pesan dengan mami Kumala, yang katanya sedang dalam perjalanan. Tiba-tiba jantungnya berdebar-debar—tak sabar menunggu kedatangan mami Kumala dan pria yang akan diajak bekerja sama olehnya. 'Kira-kira orangnya gimana, ya? Aku takut kalo gak sesuai ekspektasi.' Misya bertanya-tanya dalam hati, dengan raut gelisah bukan main. "Kenapa? Kok kayak gelisah gitu?" Glenn bertanya. "Enggak pa-pa," jawab Misya, lalu menghabiskan sisa minumannya. Melihat Misya kehabisan minumnya, Glenn berinisiatif menawarkan air mineral. "Mau kuambilin air mineral?" "Boleh." "Ok. Tunggu di sini. Aku ambilin." Glenn berdiri, lalu pergi ke tempat Azka. Di saat menunggu Glenn kembali, ponsel Misya tiba-tiba berdering. "Papi?" 🌸🌸🌸 bersambung....Di rumah Glenn~Bu Daniar dan putri bungsunya sedang menyantap makan malam dalam suasana hati yang dilanda sedih. Kini dan esok hari hanya mereka berdua yang mengisi meja makan ini, dan mungkin untuk beberapa Minggu ke depan. Tak pernah rumah sesepi ini, kendati Glenn sering pulang larut malam karena bekerja sampingan. Rumah akan kembali ramai kalau Glenn pulang, dan akan makan bersama di pagi harinya. Meski anak lelakinya itu hanya bekerja di luar kota, dan berjanji akan mengusahakan untuk pulang setiap sebulan sekali. Hati Bu Daniar tetap tidak rela ditinggal jauh-jauh oleh Glenn. Untuk pertama kalinya beliau berjauhan dengan jarak yang cukup jauh, karena itu rasanya belum sanggup. 'Glenn akan usahakan pulang sebulan sekali, Bu. Kalau gak bisa sebulan ya, dua bulan sekali.' Itu yang dikatakan oleh Glenn saat di dalam taksi sepulang dari rumah sakit. Bu Daniar mengusap cairan bening yang menetes di pipi dengan tisu. Selera makannya lenyap. Pikirannya terus saja tertuju pada putra
Suasana di ruangan mendadak panas. Padahal keduanya hanya saling melempar pujian. Bukan pertama kalinya Misya dipuji cantik oleh seorang pria. Dulu, mantan pacarnya yang penipu itu seringkali memujinya apabila ada maunya. Ujung-ujungnya meminjam uang dengan alasan untuk modal usaha. Mengingat itu, sepasang alis Misya naik perlahan. Kecurigaan jika Glenn pun akan melakukan hal yang sama tahu-tahu timbul di pikirannya. 'Muji-muji cantik. Nanti ujung-ujungnya mau minjem duit. Semua cowok sama aja. Gak ada yang bisa dipercaya.' Benak Misya sibuk menduga-duga sikap Glenn yang barusan memujinya. Bahkan tak sadar jika dia sedang diperhatikan oleh pemuda itu. Merasa ada yang janggal, Glenn segera menyadarkan Misya dari lamunannya. "Misya? Misya?" panggilnya seraya melambaikan tangan di hadapan muka Misya yang datar. Misya terhenyak sejenak, mengerjap, lalu buru-buru menyeruput air es dari gelasnya. Bisa-bisanya dia punya pikiran buruk pada Glenn yang jelas-jelas mau bekerja sama memb
Beberapa menit kemudian~ Mungkin Misya sedang tidak sadar jika saat ini dia sedang menggandeng tangan Glenn, dan menuntunnya masuk ke ruangannya. Entah atas dasar apa perempuan dua puluh delapan tahun itu mendadak menjadi posesif. Sementara Glenn senyum-senyum sendiri dengan sikap posesif calon istrinya ini. Bukannya dia tidak tahu, jika di luar tadi dia menjadi bahan perbincangan para betina. Karena itu, Glenn sengaja menggoda Misya. "Cieee... kalo kayak gini Misya keliatan kayak calon istri yang lagi cemburu." Cekalan tangan Misya buru-buru dilepas karena perkataan Glenn barusan. Dia berbalik, dan memicing ke arah Glenn. "Jangan ge-er, ya! Misya tuh cuma gak pengen ada keributan di toko ini gara-gara kamu," sahutnya, menampik. "Masa, sih?" Glenn menahan senyum. Lalu mengedarkan pandangan ke seluruh ruang kerja Misya yang wanginya sudah mirip roti sungguhan. Aroma macam-macam kue mendominasi ruangan minimalis itu. Rapi sekaligus bersih. 'Lagian siapa suruh sih ke sini dengan
Beberapa jam sebelum tiba di toko~ Dari rumah, Glenn menumpangi taksi online menuju ke sebuah tempat terlebih dahulu sebelum dia menemui Misya di tempat yang sudah mereka sepakati. Untuk sandiwara yang dia jalani, Glenn memang harus semaksimal mungkin supaya tidak menimbulkan kecurigaan pihak-pihak lain, yang akan terkait dalam drama pernikahan kontrak ini. Professional menjadi pegangan Glenn ketika dia sudah berurusan dengan para pelanggannya. Dan Misya adalah termasuk pelanggan VIP bagi Glenn. Pemuda itu tidak bisa sembarangan. Dia harus lebih teliti dan hati-hati. Karena itu, Glenn yang dibantu Mami Kumala sengaja menyewa sebuah apartemen mewah yang berada di kawasan elit. Kata mami—apartemen tersebut sebagai penunjang Glenn yang mengaku sebagai model. Tak hanya apartemen. Mami Kumala juga meminjamkan salah satu koleksi mobilnya kepada Glenn. 'Pakek aja mobil mami. Kamu harus keliatan kayak orang kaya beneran, Glenn. Biar papinya Misya gak curiga. Mami juga udah sewain
Isi rumah sederhana milik Bu Daniar kini bisa dibilang sangat lengkap. Semua barang-barang yang dibeli oleh Glenn kemarin sangat berguna bagi sang ibu. Sekarang, pemuda itu bisa merasa tenang meninggalkan rumah tersebut. Rencananya, dia akan pergi siang ini menemui Misya di suatu tempat. Lalu malamnya, Misya hendak mengajaknya menemui papinya. Glenn sungguh sangat gugup meski semua yang mereka lakukan hanyalah sebuah sandiwara. Di kamar berukuran sederhana itu Glenn terlihat sedang mengemasi barang-barangnya. Memasukkan beberapa pakaian ke dalam koper. Sebenarnya, Misya melarangnya agar tidak membawa apa-apa karena dia yang akan membelikannya ketika sudah tinggal serumah. Namun, Glenn tetap memaksa. Dia tetap membawa barang-barangnya agar sang ibu tidak curiga. Akan terlihat aneh jika dia tidak membawa apa pun sementara yang ibunya tahu kalau Glenn hendak pergi ke luar kota. Semuanya sudah beres. Glenn keluar dari kamar sambil menyeret gagang koper berukuran sedang. "Bu..." pan
Setelah malam itu, Misya dan Glenn memutuskan untuk bekerja sama. Keduanya sepakat akan menikah secara kontrak selama dua tahun. Namun, sebelum Misya memperkenalkan Glenn pada papinya, dia membiarkan calon suami bayarannya itu membereskan masalah di rumah. Hari ini, Glenn yang sudah mantap menerima tawaran Misya, hendak bicara pada sang ibu. Kemungkinan besar dia pun akan kembali membuat kebohongan, sebab tidak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya. Glenn tidak mungkin mengaku pada sang ibu jika dia mendapat tawaran sebagai suami bayaran dari seorang perempuan kaya. Bisa-bisa ibunya tidak akan setuju. Oleh sebab itu, Glenn terpaksa mengarang cerita supaya sang ibu memberinya restu. Kebetulan hari ini adalah jadwal Bu Daniar cuci darah, dan seperti biasa Glenn yang mengantar dan menemani di rumah sakit hingga selesai. Proses cuci darah memakan waktu cukup lama. Tiga jam yang dibutuhkan untuk sekali sesi, karena bu Daniar tergolong pasien pengidap gagal ginjal kronis. Bu Dania