Yudi memang sulit dibangunkan. Jika bukan suara ibunya yang terus-menerus masuk ke gendang telinganya, cowok itu tidak akan pernah bangun sampai magrib pun.
"Bangun atuh, a, di luar banyak temen kamu," seru sang ibu sekali lagi.
"A Yudi, bangun!" gertak sang ibu lagi. Kali ini lebih kencang mengarah ke salah satu telinga Yudi.
Anak itu mulai menggeliat.
"Di luar ada temen kamu, tuh!" ucap sang ibu pada sang putri yang kini mulai membuka matanya secara perlahan.
"Siapa, Bu?" tanya Yudi.
"Kite, Yud. Molor Mulu lo," sambar Jali dan yang lainnya. Mereka sedang berdiri di ambang pintu dan berjalan masuk.
"Tuh, mereka masuk ke kamar kamu. Udah bangun dan cepet mandi. Ibu mau buka warung dulu yah. Kalo mau makan makan aja, sekalian ajak teman-teman kamu. Ibu pergi dulu." Pamit sang ibu.
"Makasih, Bu." Deo berucap.
"Ibu permisi dulu, ya. Kalian kalo mau apa-apa ambil aja." Dengan senang hati ibunya Yudi mempersilakan merek
"Aduh, ke mana juga ini si Pri? Udah dari tadi di tungguin belum balik-balik juga," gerutu wanita paruh baya yang sedang memimdahkan pakaian ke bagian pengering mesin cuci."Susul aja deh."Resti menutup pintu rumah. Dan segera melenggang untuk mencari sang anak yang entah ke mana. Padahal Resti hanya menyuruh putrinya untuk membeli sayuran di pasar. Akan tetapi, sampai saat ini anak itu belum pulang juga."Mau ke mana Bu Resti?" tanya Anum sang tetangga. Anum melihat Resti seperti terburu-buru."Mau nyusul si Pri belum balik dari pasar," sahut Resti bak ibu-ibu rempong."Ooh." Anum hanya ber oh ria, setelah itu melanjutkan aktivitasnya lagi; menyapu halaman rumahnya yang dipenuhi dedaunan.Resti tampak melihat seseorang yang percis seperti Prita. Untuk memastikan, Resti segera mempercepat jalannya."Wah, anak gue tuh!" Tunjuk Resti pada seorang gadis yang tengah bertengkar dengan seorang pria yang tampak asing."Wa
Udah beres jemur pakaiannya?" Resti sedikit menoleh. Namun, tangannya masih gesit melakukan ini itu pada bahan dapur.Zain menggaruk kepalanya."Udah." Nadanya terdengar datar."Sekarang lipat pakaian yang sudah ibu taruh di sofa! Kalo udah beres balik lagi ke sini bantuin ibu." Perintah wanita itu dan sekali lagi membuat napas lolos dari Zain."Lipat baju maksudnya?" tanya Zain untuk memastikan. Ingin sekali rasanya ia menolak dan pergi saja dari sini. Namun, apalah daya, ia tidak bisa melakukan apa pun untuk saat ini."Iyalah. Masa lipat tempe," jawab Resti ketus. Nadanya terdengar menyindir anak itu."Cepet!" sentak Resti yang masih melihat sang anak yang hanya berdiri bengong."Iya-iya!" Zain melenggang pergi dari sana.Dan ternyata benar saja, banyak pekerjaan yang harus Zain lakukan. Ia mulai duduk di sebelah sofa itu. Zain belum melakukannya, karena ia bingung harus mulai bagaimana dan seperti apa."
Bi Yem khawatir melihat majikannya tertidur dengan napas tersengal-sengal.Segeralah wanita itu menyipratkan air pada wajah pria yang masih memejamkan matanya. Namun, tubuhnya seperti kelelahan.Kprrt!"Tuan, bangun!" kata Bi Yem seraya menepuk wajah Prita."Wakkkkk!" Prita berteriak bak dikerjar setan. Kemudian matanya mendelik ke samping, melihat keberadaan Bi Yem. Dirinya dibuat kaget kembali lalu berteriak lagi."Ini Bi Yem, Tuan." Bi Yem bersuara. Ia bingung dengan tuannya yang terus berteriak-teriak.Napas Prita masih ngos-ngosan, lalu Bi Yem memberi ia segelas air. Prita lekas meminum itu hingga habis tak tersisa."Tuan kenapa?""Saya mimpi buruk, Bi," sahut Prita. Awalnya ia masih tak percaya dengan mimpi-mimpi itu. Nyaris terasa nyata. Akan tetapi, untunglah hanya sebuah mimpi. Prita tidak mau mimpi itu menjadi kenyataan."Baiklah, Tuan. Bi Yem kembali ke bawah lagi. Tuan Muda, jangan lupa sarapan ya
Mendengar kehebohan dan keributan, anak Parpati ikut mendatangi kelas Prita.Prita kaget melihat keadaan Zain. Bukan hanya Prita, Joan juga kaget.Tak berapa lama selang kedatangan anak-anak Parpati.Di sana Joy pun ikut datang dan pura-pura kaget, padahal dalangnya adalah dirinya sendiri.Joy merasa puas melihat keadaan tubuh Prita alias Zain yang dipenuhi tepung.Joy terlihat tersenyum kepada Pinka. Rencana mereka berhasil.Saat itu Joy dan Prita menarik tubuh Zain."Biar gue aja yang bersihin itu dari tubuh,Prita," kata Joy.Prita melepaskan tangan Zain. Entah kenapa Zain merasa lemah saat dirundung begini.Joan menarik lengan Zain. Namun tanpa di duga-duga Prita langsung mendahului Joan dan Joy. Ia membawa Zain ke UKS.Prita mendapatkan kode agar Zain membawa dirinya."Lo diapain?" tanya Prita saat sudah sampai di sana. Prita memberishkan wajah Zain dengan handuk kecil yang sudah terse
Dari sejak tadi Zain terus menggerutu prihal perintah yang diberikan oleh Resti. Zain disuruh untuk menagih uang kue pada seorang pria bernama Jarwo. Zain tidak tahu jelas apa alasan sang ibu menyuruhnya, padahal wanita itu sedang bersantai di rumah."Aduh, di mana lagi rumah pak Jarwo." Zain menendang kerikir kecil ke jalanan. Ia menengok ke kanan ke kiri mencari alamat rumah Jarwo."Nah, dari ciri-cirinya sih itu." Mata Zain tertuju pada rumah nomor sembilan sesuai dengan isi dari alamat yang ia genggam.Zain masuk ke halaman rumah yang lumayan cukup besar."Eh neng Prita. Mau nagih duit ya?" tanya Jarwo."Iya, Bang. Pak Jarwonya ada?"Jarwo tertawa mendengar guyonan Prita. Gadis itu terlihat menggemaskan."Suka bercanda si neng nih! Masa lupa sama Bang Jarwo. Ini Bang Jarwo lho neng. Hahaha."Zain menggaruk belakang kepalanya."Ya, mana gue tahu. Gue kan baru pertama kali lihat lo!" ucap
Bugh!Zain lekas turun dari motornya dan langsung menendang punggung Dani dari belakang.Danu tersungkur. Teman-temannya yang lain berusaha menolongnya. Meraka lun kaget melihat kedatangan seorang gadis yang langsung menyerang Danu."Lo?" pekik Danu melihat keberadaan gadis yang diketahui pacarnya Zain Mahesa."Iya, kenapa? Takut lo sama cewek?" tutur Zain menantang."Cuih!" Danu meludah dan menatap sengit ke arah Zain.Dalam hitungan detik, mereka semua berkelahi. Dua lawan enam.Prita terus di pukuli oleh kawanan anak Zaggar. Sementara Zain melawan Danu dan tiga orang lainnya.Tentu saja Prita kewalahan. Apalagi ia belum terlalu jago berkelahi.Tak ada pilihan lain. Prita harus mengeluarkan jurus andalannya. Ia menyeruduk pria itu dari belakang."Rasain lo! Makanya jangan berani-beraninya meremehkan Prita Rahayu!"Bugh!Prita tersungkur kala anak Zaggar mendorong dirinya secara ti
Sudah hampir jam 12 malam. Zain terbangun dan mendapati Resti ketiduran di sisi ranjangnya.Kemudian mata Zain melihat langit-langit dan mulai membayangkan sang ibu di waktu kecil."Apa pun yang Zain inginkan harus terpenuhi! Saya gak mau anak saya seperti orang susah!" sentak Delon pada Tifani."Kita sudah sepakat akan mendidik Zain menjadi anak yang mandiri sejak dini. Kalo dia ingin mainan itu, dia harus melakukan sesuatu," timpal Tifani pada sang suami.Zain merengek pada Delon menginginkan mainan yang terpajang di dalam mall itu. Hanya sebuah mobil-mobilan.Delon berpikir sejenak. Ia tidak bisa mengingkari janjinya dengan sang istri. Namun, ia juga tidak tega melihat anaknya terus menerus merengek."Sayang, di rumah sudah banyak sekali mainan.""Tapi Nzai pengen itu," sahut Zain kecil seraya menarik ujung baju sang ibu."Sudahlah kali ini saja, Fan," kata Delon. Kemudian mengambil mainan itu. Zain
"Aws!" ringis Prita saat salah satu anak Zaggar memukul kepala dari belakang. Kepala Prita terasa keleyengan.Prita menoleh, ia menyorot tajam pada pria yang memukul kepalanya."Hiyyaa!" Prita mengambil langkah ancang-ancang dan menyeruduk cowok yang bernama Tae itu.Gebuk!Tae terkapar seraya memegangi perutnya yang terasa sakit.Prita tersenyum miring. Gadis itu menjamah hidungnya.***Zain beranjak dari tempat tidur menuju meja belajar. Ia membuka buku-buku yang bertumpuk di sana.Zain membuka salah satu buku yang bersampul pink itu.Sudut bibir Zain terangkat ketika membaca isi buku tersebut. Zain membaca quote mengenai kedai Yumarijomblo. Sekarang Zain mulai tersadar bahwa Prita itu suka dunia tulis menulis. Anak itu juga punya beberapa buku yang sudah terbit, saat Zain melihat profil penulisnya ia cukup kaget membaca nama Prita di sana.Zain semakin penasaran, cowok itu menelisik rak kecil berisikan buku-buk