Rumah Sakit Jiwa Rey memiliki keyakinan bahwa Romansa, sang dokter aborsi berada di rumah sakit jiwa yang akan menjadi tempatnya menyeleseikan praktek kedokteran tahun terakhir. "Wah apa itu benar?" tanya Simon. "Kau tidak ingat? peristiwa tiga tahun lalu, itu sangat menggemparkan. Aku mendengar dari sumber yang dipercaya, dokter muda itu ada di sini," ucap Rey. "Apa itu juga yang membuatmu memilih tempat ini?" tanya Simon. "Ya, benar sekali, aku ingin membuktikan rumor yang sempat beredar, apakah hal itu benar benar terjadi, karna seperti yang kita tahu, beritanya menguap begitu saja," ucap Rey antusias. "Kau tahu namanya?" tanya Simon. "Romansa," ucap Rey yakin. "Wah, nama yang indah, sayang sekali karirnya harus berakhir, binasa, layu sebelum berkembang," ucap Simon. "Menurutku dia juga korban, mungkin karena itu juga dia mengalami gangguan kejiwaan, kita harus buktikan kebenarannya," ucap Rey. "Untuk apa?" tanya Simon. "Ya, karena aku sangat penasaran, aku sering memiki
Wanita Penghibur Part 1 Romansa duduk di depan komputer lipatnya, mungkin ini yang bisa dia lakukan untuk mengobati pikiran dan hatinya yang dihantam rasa bersalah luar biasa. Romansa menuliskan segala hal yang bisa dia tulis, cerita yang bisa dia ceritakan mengenai seratus hari yang paling mengerikan di dalam hidupnya. Jurnal Romansa. Hari ketiga puluh di klinik jagal manusia, aku mendapat pasien bernama Ayu, dia datang dengan pakaian serba seksi, dress putih, panjangnya hanya satu jengkal di bawah organ kewanitaannya, sangat pendek sekali, mungkin ketika dia menekuk badannya, dari belakang tubuhnya akan banyak pria hidung belang yang berkumpul, ya untuk sekedar melihat pemandangan luar biasa itu, yang tidak mereka miliki. "Aku sudah membuat janji dengan dokter Arya," teriak Ayu. "Baiklah, saya akan memeriksa keadaan anda," ucapku "Tidak perlu, itu hanya akan menyusahkan, ini surat rujukannya, lakukan saja sesuai prosedur, sekarang dan secepatnya," ucap Ayu dengan pandangan s
Wanita Penghibur Part 2 Aku mulai menyadari apa yang terjadi, oh Tuhan, seketika tangisku pecah. Aku telah membunuh janin yang tidak berdosa, janin yang seharusnya tumbuh dengan nyaman di dalam rahim ibunya, hingga berusia sembilan bulan, lalu dilahirkan, melihat dunia ini, merasakan hidup. Oh Tuhan. Tubuhku jatuh ke lantai, menangis sejadi jadinya, aku tidak menyangka akan terjebak ke dalam peristiwa yang mematahkan hati ini. Aku merasa diriku kotor, bermandikan darah yang seperti lumpur kering. Awan mendung seketika datang, menghujaniku dengan kepedihan, lalu hujan itu berubah menjadi badai, menghancurkanku, seketika, membuatku tidak mampu berlari, bahkan untuk menyelamatkan diri. Aku sudah tamat, dalam bencana yang mengerikan. Aku pingsan, tidak sadarkan diri, ini benar benar peristiwa traumatik yang begitu menyakitkan. Aku tidak sanggup, sangat menyesakkan dada, membuatku tidak mampu bernafas dengan benar, hanya menyisakan sesak yang menyiksa. *** Aku masih tidak sadarkan diri
Wanita Penghibur Part 3Perawat Wiji mendatangiku. "Dokter, tidak perlu sedih begini, itu sudah profesinya," ucap perawat Wiji yang melihatku duduk di bangku ruang tunggu, sendirian, menerawang, dengan pandangan kosong. "Apa? profesi? hah," ucapku seolah mencibir. "Segala sesuatu yang menghasilkan uang dan dilakukan secara terus menerus bisa dibilang sebagai profesi," ucap perawat Wiji dengan tenang, tidak terpancing dengan kekesalanku, kekesalan yang sudah menjalar, merasuki seluruh tubuh. "Aku tidak setuju," ucapku dengan nada sedikit tinggi. "Tidak ada pembenaran, menjual diri bukan profesi, itu penyakit, apapun alasannya," lanjutku dengan mata tajam. "Penyakit itu harus disembuhkan. Berikan bimbingan yang baik, dia harus keluar dari zona nyamannya, pekerjaan yang dipikir mudah, menghasilkan banyak uang, kemewahan," ucapku lagi, masih dengan amarah yang menggebu. "Dngan satu tubuh, melayani banyak pria hidung belang. Aku bukannya ingin menjelekkan mereka, namun itu kenyataann
Terjebak Seks Bebas Part 1 Romansa berteriak teriak, membekap kepalanya, di atas tempat tidur, lalu meringkuk. Dia merasakan tekanan yang begitu keras, dalam diri, hati, juga pikirannya. Perawat Erna segera berlari, mendekap tubuh Roamansa, mengelus tubuhnya, berusaha memberi kekuatan. “Tenanglah Romansa, tenang, ada saya di sini, saya akan menjagamu,” ucap perawat Erna. “Tidak bu, tidak, dia mengikutiku, saya takut, saya takut,” ucap Romansa dengan wajah ketakutan. “Tidak ada yang mengikutimu, tidak ada,” ucap perawat Erna seraya tetap memeluk Romansa, bahkan dekapan itu semakin erat. Beberapa saat, Romansa berusaha menenangkan diri, mengendalikan segala hal yang meluap luap dari dalam dirinya. “Saya ingin menulis lagi, hanya itu yang bisa membuat saya lebih tenang,” ucap Romansa. “Iya, saya akan menyiapkannya untukmu, tenangkan dirimu,” ucap perawat Erna. Perawat Erna terlihat menyiapkan laptop Romansa, di atas meja yang kemarin dia gunakan untuk mengetik cerita. Perawat Er
Terjebak Seks Bebas Part 2 "Apa kau pernah melihat calon bayimu? yang sedang kau kandung,” tanyaku pada gadis kecil itu. “Dok, tidak perlu menanyakan apapun padanya, dia tidak mengerti, dia sedang tidak baik baik saja, tertekan," ucap ibu itu. "Baiklah, saya anggap jawabannya adalah belum pernah. Mungkin memang kalian belum pernah melihat bayi kecil itu, padahal pemeriksaan USG (ultrasonografi) sudah dilakukan. Dengan senang hati saya akan memberikan gambaran yang sempurna pada kalian," ucapku berusaha dengan suara yang lembut, tenang dan penuh kesabaran. "Dua belas minggu, ukuran janin itu sudah sebesar buah rambutan dengan berat kira kira 18 gram dan panjang 7,5 sentimeter. Seluruh tubuhnya mulai memenuhi Rahim kecil itu. Dia bersama plasenta, yang juga sudah berkembang dengan baik untuk bisa menyalurkan gizi dan nutrisi. Pada usia ini, otaknya sudah mulai berkembang pesat. Kuku tangan dan kaki, pita suara, organnya, akan mulai berkembang,” ucapku. “Ibu yang mengandung sudah bis
Terjebak Seks Bebas Part 3 Aku melihat gadis kecil ini, anak kecil yang baru beranjak menjadi remaja, masih jauh waktu yang dibutuhkan untuk dia memikirkan hal hal yang berhubungan dengan rumah tangga. "Saya boleh tahu siapa nama panjangmu?" tanyaku membuka pembicaraan. "Elisa Maharani," ucap Elisa sedikit ragu ragu dan sangat lirih. Elisa terlihat mengarahkan pandangan matanya ke bawah, seolah enggan untuk memperlihatkan wajahnya. "Wah, itu nama yang sangat indah. Dokter hanya ingin membantumu, membantu yang sebenarnya," ucapku berusaha tetap mengulaskan senyum. "Apa Dokter boleh meminjam tanganmu," ucapku lembut. Dengan ragu ragu Elisa mulai mengangkat pandangannya, lalu mengulurkan kedua tangan kecilnya. Aku meraih tangan itu, menggenggamnya, juga mengelusnya lembut, berharap Elisa tahu, bahwa aku memiliki ketulusan untuknya, ketulusan kasih yang benar benar aku miliki, bukan sebagai seorang dokter, melainkan teman, atau mungkin kakak, atau bahkan ibu. "Elisa, Elisa tahu, say
Terjebak Seks Bebas Part 4 Elisa melihat ke arah perutnya, perut yang sedang aku pegang, perut kecil, yang bahkan tidak akan disangka bahwa di dalam perut itu bersemayam janin kecil yang tumbuh dengan sehat. "Tapi dia tidak mau bertanggung jawab, dia tidak mengakuinya," ucap Elisa. "Ya, itulah yang terjadi. Semua yang kau alami bukanlah bukti cinta. Melainkan perampasan sepihak, perampasan, perampokan. Kau tahu, keperawanan adalah simbol suci bagi seorang perempuan. Sekalinya hilang tidak akan bisa dipulihkan lagi. Jika itu hilang sebelum adanya pernikahan, maka simbol suci itu juga akan hilang, hanya menjadi angin tanpa bekas, tak berkesan,” ucapku. “Keperawanan tidak seperti rambut dan kuku, yang bisa tumbuh lagi ketika sudah dipangkas. Keperawanan juga merupakan simbol dari moral dan harga diri seorang perempuan," ucapku berusaha menggunakan bahasa yang aku harap bisa dia pahami. "Sebentar, saya perlihatkan sesuatu padamu," ucapku yang kemudian mengambil dua buah minuman dingin