23.Berkenalan dengan calon mertua
Hari Itu Dayu sengaja pulang lebih awal dari mengajar. Robertus yang selalu setia mendampinginya sesekali melirik ke arahnya. Tampak olehnya dosen cantik itu sedang tersenyum - senyum menatap layar HP nya.
"Aie, senyum sendiri terus… kenapa tidak bagi sama saya eh?"
"Ah Robertus! kamu terlalu kepo… "
"Aie nona…ceritakanlah apa yang membuatmu tertawa sendiri seperti itu?"
"De Arya mengajakku makan malam, kamu bisa mengantarku kan?"
"Nona beruntung saya belum punya istri, jadi tak masalah lah… "
Makna kata Astungkara adalah semoga terjadi seperti kehendak-NYA. menurut saya ini sama seperti orang muslim mengucapkan kata Insyaallah ( Jika Allah mengijinkan)
De Arya menggenggam tangan Dayu yang terlihat cemas. Ia menatap wajah gadis itu lekat -lekat dengan bibir yang tersenyum simpul.Dari sorot matanya, ia seolah berkata bahwa semua akan baik saja.Dayu yang sempat sedikit grogi, akhirnya dapat mengumpulkan keberanian untuk berbicara lagi."Ibu, saya masih perlu waktu untuk meyakinkan kedua orang tua saya….""Jadi mereka memang tidak setuju?" tanya wanita itu sambil meremas jemari tangannya sendiri."I- Iya. Kalau ibu saya, sepertinya beliau menyerahkan semua ini pada saya, tetapi ayah saya… masih mengharapkan calon menantu dari griya atau puri…,"
"Dayu apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu? kalau tekadmu sudah bulat, mengapa kau masih mau makan malam dengan ibuku? untuk apa semua ini ?" kata De Arya dengan wajah memelas.Pemuda itu melepas genggaman tangannya dan meremas rambutnya."De Arya, bu-bukan seperti itu maksudku… aku akan berusaha menjelaskannya sekarang, bisakah kau mendengarkanku?""Penjelasan apa? sudah jelas bagiku kau tidak akan menjadi istriku, memang aku terlalu banyak berharap…. " kata De Arya dengan tertunduk lesu."Aku harus mencari seseorang, aku terikat perjanjian berdarah dengannya dan aku tidak tahu apa isi perjanjian itu.""Omon
Semua yang ada di ruangan itu terdiam setelah Dayu selesai membacakan surat kesaksian tersebut.Gung Yoga dan Gek Trisha yang merupakan keturunan langsung dari Puri Ngawetan, tenggelam dalam perasaan masing-masing.Gung Yoga menghela nafasnya sambil memandang Gek Trisha sedang membimbing pelanggan barunya untuk duduk di sebelah Dayu. Setelahnya, ia mengambil krim dan mulai memijat kepala gadis itu."Jadi itulah misteri kematian Gusti Agung Hutama, menyedihkan sekali…., " ungkap Gung Yoga."Akhirnya kita tahu bagaimana salah satu nenek moyang kita meninggal, selama ini yang kita tahu, beliau sakit mendadak dan mangkat. Rupanya ia tewas diracun calon istrinya. sungguh tragis," sahut Gek Trisha
"Aaaah!, apa yang kau lakukan Gung Yoga! kamu kurang ajar!" ucap Mang Selly sambil mendorong kepala pemuda yang mendarat di atas dadanya. Maka otomatis pria itu terjengkang ke belakang."Dayu… he.. he.. kamu cantik sekali!" ujarnya sambil tertawa - tawa tidak jelas."Dayu? aku ini Mang Selly! bukan Dayu!""Hee… he… kamu pasti Dayu! kesini lah kau cantik… !" ucap Gung Yoga sambil merangkak mendekati Mang Selly namun Ia terjerembab tak sadarkan diri."Sial! rupanya dia sudah mabuk! apa yang harus aku lakukan?"Pada saat yang tepat, terdengar suara nada dering dari ponsel pria itu. Mang Selly se
Malam itu setelah mengantarkan Dayu bertemu Robertus, De Arya langsung pulang ke rumahnya. Setelah membersihkan diri, pria yang tampak kelelahan itu langsung merebahkan dirinya di atas sofa kamar tidurnya.Beberapa saat setelahnya, matanya terpejam dan ia tertidur pulas. Jiwa yang tertidur itu terbawa kedalam sebuah kejadian yang sangat mengerikan.Mayat mayat bergelimpangan, warna merah darah memenuhi parit yang melintas didepan rumah orang miskin.Binatang buas semacam apa yang sanggup melakukan semua ini?Aku bersumpah atas nama hidupku, akan ku buru para manusia keturunan setan itu.
"Maafkan aku Dayu, semua ini salahku," ujar Gung Yoga sambil memeluk gadis itu. Senyum kemenangan terukir di sudut bibir pemuda berambut sebahu dan berbadan kekar tersebut. "Bukan Gung Yoga, itu bukan salahmu. Ini murni masalah pribadiku dengan De Arya," kata Dayu dengan melepaskan diri dari pelukan pemuda itu. "Ini ambilah, perkamen ini milik salah satu nenek moyangku yang juga meninggal tanpa keturunan. Namanya Agung Aryajaya Cakra," "Itu pangeran yang disukai oleh Putri Mara? jadi ia juga mati muda?" tanya Dayu "Sepertinya begitu, di dalam pohon keluargaku, tidak terlihat ada keturunan, dia mati sangat muda, entah karena sakit atau apa, aku tidak
"Iya kak Dayu, beliau baru saja menghembuskan nafas terakhirnya. Sebelumnya ia sempat bertanya kapan kakek akan datang kemari lagi," ucap Mang Arini di kejauhan.Berita tentang meninggalnya kakek gadis itu membuat Dayu shock. Dia tidak menyangka pertemuan pertamanya dengan orang yang mengenalinya sebagai Iluh Suci, juga menjadi pertemuan terakhirnya.Padahal ia masih sangat ingin bercerita dan bercengkrama dengan sosok tua renta itu."Kapan upacara Ngaben nya?" tanya Dayu." Menurut pak Mangku, bisa dilaksanakan dua hari lagi," jawab Mang Arini."Aku akan kesana besok pagi untuk melihat beliau terakhir kalinya, Terima kasih Man
Dayu tertegun melihat pria itu, dengan busana yang mirip dan sapu tangan yang mirip. Sungguh sebuah kejadian yang terulang kembali. Untuk beberapa detik, gadis itu hanya terdiam bengong, sementara Pak Ardi dan Bu Werni tersenyum mendengar ucapan De Raga, yang terdengar sedikit berselorohTersadar, Dayu segera mengambil sapu tangan milik De Raga. Sungguh unik dan jarang. Orang jaman sekarang lebih sering membawa tisu ke mana-mana, tetapi pria ini malah membawa sapu tangan.Setelah menyeka air matanya, Dayu duduk di sebuah sudut ruangan jauh dari Penduduk desa yang lain. Sesaat dipandanginya sapu tangan yang ada di tangannya.Sepotong kain dengan rajutan mawar merah itu mirip sekali dengan yang ia buat untuk De Raga dua ratus tahun yang la