Keluarga Benalu 30
Mencintai, harusnya tidak sesakit ini. Hidup bahagia bersama orang yang kau cintai, tentulah menjadi keinginan semua orang. Aku mencintai Mas Ardan, dulu, hingga mampu berjuang meyakinkan Ayah dan orang - orang terdekat untuk menerimanya. Aku mengalah untuknya, hanya agar dia balas mencintaiku dengan seimbang. Aku membiarkannya memberi nyaris seluruh penghasilannya untuk Mama, karena berpikir uangku lebih dari cukup untuk hidup kami bertiga. Sayangnya, dia tak pernah puas dengan apapun yang kulakukan. Dia selalu meminta lebih… dan lebih.
"Bulan ini aku tak bisa memberimu gajiku. Mama membutuhkannya untuk perpisahan sekolah Ara. Dia harus menjahit kebaya yang bagus dan memanggil MUA."
Ujar Mas Ardan suatu hari. Dia pulang dengan tangan ko
Keluarga Benalu 31Mama sudah dibawa ke Rumah Sakit dengan kawalan polisi. Dari pencocokan rekaman cctv, Polisi sudah memastikan bahwa ibu - ibu pengemis yang muncul di gerbang rumahku sebelum kebakaran adalah benar Mama. Tega sekali Mas Ardan mengajak Mamanya melakukan aksi kejahatan. Sayangnya, Mama kini sama sekali tak bisa ditanyai.Dan kini kami semua berkumpul di sebuah rumah makan depan Rumah Sakit. Di hadapanku, Ara duduk diam, sesekali melirik beraneka makanan yang terhidang. Aku tahu dia lapar, tapi gengsinya menahannya untuk menyentuh makanan itu.Aku menghela nafas. Kasihan anak ini. Dia masih sangat muda. Harusnya dia sedang kuliah dan menyongsong masa depan yang gemilang. Sebagaimana dengan Asti, aku pernah menawarinya untuk kuliah asalkan dia tak m
Keluarga Benalu 32PoV ARDANAku menatap tubuh Dania yang bersimbah darah dengan sedikit menyesal. Baru kuingat juga ada janin di dalamnya. Itu anakku. Tapi setan menguasai hatiku lebih kuat. Rasa geramku karena dibohonginya belum lagi hilniiang. Dia sudah dengan lancang memberitahu Nayma bahwa aku membawa Aryan ke Metro sehingga Nayma dan teman - teman sialannya itu datang. Seharusnya aku bisa mendapatkan sertifikat rumah seandainya Aryan kutahan lebih lama. Meski Aryan sakit sampai kejang aku sebetulnya tak perlu khawatir karena kata Mama aku pun sering begitu saat kecil. Nyatanya aku tumbuh besar dan sehat.Kuraih ponsel Dania yang terkena percikan darah. Meremas rambutku sendiri kuat - kuat, menyadari kebodohanku yang membiarkan Dania melihat ponselnya. Kupik
Keluarga Benalu 32PoV ARDANAku menatap tubuh Dania yang bersimbah darah dengan sedikit menyesal. Baru kuingat juga ada janin di dalamnya. Itu anakku. Tapi setan menguasai hatiku lebih kuat. Rasa geramku karena dibohonginya belum lagi hilniiang. Dia sudah dengan lancang memberitahu Nayma bahwa aku membawa Aryan ke Metro sehingga Nayma dan teman - teman sialannya itu datang. Seharusnya aku bisa mendapatkan sertifikat rumah seandainya Aryan kutahan lebih lama. Meski Aryan sakit sampai kejang aku sebetulnya tak perlu khawatir karena kata Mama aku pun sering begitu saat kecil. Nyatanya aku tumbuh besar dan sehat.Kuraih ponsel Dania yang terkena percikan darah. Meremas rambutku sendiri kuat - kuat, menyadari kebodohanku yang membiarkan Dania melihat ponselnya. Kupik
Keluarga Benalu 34PoV ARDANAku terbelalak melihat pemandangan kamar yang porak poranda. Bak diterjang badai. Pintu lemari terbuka di kedua sisinya, menampakkan isinya yang kosong melompong. Sprei kasur terbuka, bantal tak berada di tempatnya. Bahkan kulihat kasur seperti diangkat dan dikembalikan lagi dalam posisi yang salah.Mama tak kutemukan di manapun. Gegas aku berlari menuju lemari, memeriksa tas berisi uang yang kusembunyikan. Lututku lemas seketika mendapati tas itu telah kosong."Mamaaaaaa…!"Aku berteriak frustasi, menjambak - jambak rambutku sendiri, bukan lagi meremasnya. Betapa tega Mama melakukan ini padaku. Ua
Keluarga Benalu 35PoV NAYMAAku menatap Mama dalam - dalam. Keadaannya sudah banyak berubah sejak ditemukan seminggu yang lalu. Borok di kakinya mulai mengering, beberapa bahkan hanya meninggalkan bekas kemerahan. Meski masih kurus, tapi Mama tampak lebih segar. Yang belum berubah darinya adalah tatapan matanya yang kosong. Mama seakan kehilangan semangat hidup yang selama ini meluap - meluap."Mama ingin bertemu denganku?"Aku duduk di sebelahnya, di bangku panjang taman Rumah Sakit. Tak jauh dari kami, Shandy dan Ara berdiri mengamati.Mama mengangkat kepalanya. Dia meneliti wajahku. Aku bergeming, bertanya - tanya dalam hati apakah sikap polosnya sa
Keluarga Benalu 36"Aku mencoba memperbesar gambarnya. Lelaki itu kurus dan bercambang. Agak sedikit susah mengenalinya. Tapi kurasa… dia memang Ardan."Jantungku berdebar - debar mendengar perkataan Krisna. Kuamati wajah samar - samar lelaki di layar laptop itu. Rambutnya tertutup oleh topi hitam yang dibenamkannya dalam - dalam. Dia memiliki cambang yang tumbuh agak lebat. Aku ingat Mas Ardan memang memiliki cambang ini, seandainya saja dia tak bercukur beberapa hari. Tapi apa yang terjadi dengan kakinya?"Kurasa dia memang Ardan." Suara Shandy menimpali. Mereka berdua kini menatapku. Aku menarik wajahku dari layar laptop."Aku… aku tidak yakin. Tapi… tidak ada salahnya kita berhati - ha
Keluarga Benalu 37Suatu keajaiban Dania terbangun dari komanya justru ketika keluarganya nyaris menyerah. Kami semua menunggu di depan ruang ICU dengan hati cemas. Kulihat kakak perempuan Dania yang tadi memintaku melepas alat - alat penopang kehidupannya, terus berurai air mata. Dia tak henti mengucap terimakasih padaku karena tak mengabulkan permintaannya.Aku terpekur. Membayangkan kemanakah Sukma Dania selama ini berkelana.Pintu ruang ICU terbuka. Serombongan dokter keluar dengan wajah cerah. Bagi para malaikat penolong itu, tentu ini adalah sebuah keajaiban besar."Luar biasa. Daya juangnya sangat tinggi. Dania membaik dengan cepat. Kita akan memindahkannya ke ruang rawat biasa."&nb
Keluarga Benalu 38Tubuh berlumuran darah itu bergerak sedikit. Aku ikut gemetar menyadari tanganku lah yang melakukannya. Setelah melempar batu bata di tanganku, aku merosot jatuh bersandar di tembok, di sisi kanan gerbang. Ya Tuhan, apakah aku telah membunuhnya? Membunuh Ayah anakku?"Nay… Nayma…"Masih bisa kudengar suaranya yang lemah. Memanggil namaku. Kepalaku yang berdenyut karena jambakannya tadi mulai berputar. Aku tak boleh pingsan. Tak boleh…Suara gerbang di dorong dari luar terasa bagai dari alam lain. Tak lama, dua buah mobil masuk ke pekarangan rumahku. Shandy dan Krisna melompat dari mobil pertama, berlari memburu menghampiriku.