Aether menatap langit Indonesia yang mendung, instingnya mengatakan akan terjadi sesuatu. Dimas yang selalu mengikuti Aether, berjalan mendekat dengan khawatir.
"Kenapa anda ada di sini?"
"Bagaimana hasilnya?" tanya Aether yang terlalu malas berbasa-basi.
Dimas menghela napas panjang. "Gagal. Maafkan saya."
"Tidak, tidak perlu. Aku tahu akan menjadi gagal."
"Bos."
Aether menatap Dimas. "Hm?"
Dimas hendak mengatakan sesuatu lalu menggelengkan kepala. "Tidak, tidak apa."
Aether mengangguk lalu berjalan menuju mobil. "Pastikan awasi mereka, aku tidak masalah rencana kali ini gagal."
"Ya."
Aether masuk ke dalam mobil, membaca dokumen yang sudah disediakan Dimas di dalam mobil.
Aether sangat dikagumi oleh kalangan masyarakat bawah, yang bisa dibilang kaum pecundang. Menyelamatkan anak-anak yang dibuang orang tuanya untuk menjadi bawahan dan juga masyrakat yang dibuang oleh orang-orang kota karena tidak bisa bertahan hidup di tengah masyarakat.
Aether menyediakan tempat tinggal dan menyelamatkan hidup mereka masyarakat kelas bawah. Namun, di kota atas, dia dikenal sebagai ketua mafia Balin yang sudah memporak porandakan kehidupan orang kaya dengan menjadi penghasut.
Satu tahun lalu, Indonesia bertengkar dengan negara Meksiko yang terkenal dengan mafianya, terkait narkoba.
Indonesia menahan salah satu ketua gembong narkoba dan akan menghukum mati, para pengikut di Meksiko tidak terima dan menyatakan perang. Indonesia tidak takut, namun yang menjadi masalah adalah mereka tidak punya pengalaman untuk melawan mafia besar dari luar negeri, menjaga keamanan dalam negara menjadi sulit karena adanya oknum yang menerima suap.
Indonesia sempat menjadi kacau dan menyalahkan Presiden.
Presiden pun akhirnya turun tangan dan meminta bantuan kepada ketua grup Balin yang terkenal.
Aether turun tangan dan menangani kelompok itu dengan pengetahuan politik otodidaknya. Tuntutan para musuh hanyalah ingin bos mereka kembali, pemerintah Indonesia tidak ingin membebaskan bos mereka karena rakyat Indonesia yang tidak menginginkannya dan Presiden masih membutuhkan suara dari rakyat.
Aether mencari jalan tengah dengan cara mencari ketua baru untuk mereka. Namun sayangnya pengikut lama tidak ingin adanya pergantian ketua baru, pria itu kembali memutar otak dengan memberikan solusi kepada Presiden.
"Memberikan tanaman ganja ke mereka? Apakah kamu sudah gila? Bagaimana jika rakyat tahu?" tanya Presiden dengan nada cemas.
Aether menggeleng pelan. "Tidak, rakyat tidak akan tahu jika tidak ada yang bocor. Bukankah saat ini bawahan anda sedang melakukan operasi pemusnahan ganja dan mengalih fungsikan lahan ganja?"
"Ya, itu benar."
"Sebaiknya, bakar dan tunjukan sebagian lahan ke masyarakat supaya ada yang percaya, sisanya berikan ke kelompok itu. Kartel Meksiko hanyalah kelompok mandiri, membutuhkan uang yang cukup banyak. Tidak mungkin mereka tidak kehabisan uang untuk mengambil bos mereka, karena itu- berikan jumlah ganja yang cukup, anggap saja sebagai pertukaran nyawa bos mereka yang sudah merugikan negara kita."
"Bagaimana jika rencana kita gagal?"
"Tidak akan gagal, saya sangat yakin karena mereka sudah memiliki ketua baru. Hanya butuh persetujuan dengan anggota lama yang masih berkuasa, mereka tidak mungkin menolak uang yang disodorkan oleh ketua baru."
Presiden menjadi bimbang dan merenungkan saran Aether.
Aether bangkit. "Tidak perlu berlama-lama merenungkannya, bukankah kita harus memanfaatkan sumber daya lokal yang ada untuk kepentingan bersama?"
Tanpa pikir panjang lagi, Presiden menyetujuinya. "Aku akan mengikuti saran kamu. Tapi aku juga tidak ingin mendapat kerugian, pastikan semuanya berjalan lancar."
Aether setuju. "Tidak masalah."
Setelah mendapat persetujuan dari presiden, Aether segera bertemu dengan ketua baru dan juga para anggota lama untuk membahas hukuman ketua lama.
"Ketua lama sudah membuat kerugian banyak hal, kenapa kalian tidak bisa melepaskannya?" tanya Aether dengan menggunakan bahasa Inggris yang fasih.
Anggota lama lainnya yang masih setia dengan ketua lama, mendecak kesal. "Apa yang kamu inginkan? Pergantian ketua baru? Kami tetap menolak keinginan kamu!"
Aether mendorong sebuah dokumen yang dimasukan ke dalam amplop cokelat.
"Apa ini?"
Aether tersenyum santai. "Buka saja, aku jamin- kalian tidak akan menyesalinya, dan yang pasti ini akan menghasilkan banyak uang untuk kalian."
"Apakah pemerintah Indonesia sekarang sedang menjilat kami? Bodoh! Kami punya uang banyak dan tidak ak-"Aether tersenyum ketika melihat lawan bicaranya terdiam. "Memberikan kalian uang banyak? Selain kalian sudah memiliki uang, bukankah kami sendiri yang akan rugi? Terutama jika menyangkut nama baik sebuah negara."
"Kamu-"
"Dengan begini, apakah anda akan puas? Harga pasaran pun bisa kalian tentukan sendiri dan yang pasti akan mengisi kekosongan kas kalian." Aether tidak suka melakukan pertempuran, yang menjadi korban pasti rakyat sipil yang tidak bersalah. "Ganja ini memiliki kualitas tinggi dan saat ini kami sedang melakukan pembersihan, bukankah istilah membuang sampah pada tempatnya- sangat cocok untuk negara kami?"
Para anggota lama saling menatap dan berdiskusi dengan bahasa ibu mereka.
"Biarkan kami memikirkan hal ini."
"Berikan kami waktu."
Aether mengangguk cepat, tidak ingin mereka berubah pikiran. "Tidak masalah, aku akan menunggu."
Satu minggu kemudian, pihak kartel memberikan jawaban yang memuaskan kedua belah pihak dan ingin menambah pasokan.
"Kami akan merasa sangat dihargai dan juga akan meningkatkan nama baik Presiden, jika bersedia memberikan tambahan untuk kami."
Dengan kata lain, silahkan bunuh ketua lama kami dan kami akan memberikan apa yang kalian inginkan dengan menambah pasokan uang untuk kami.
"Tidak masalah."
Presiden lega ketika mendengar cerita dari Aether dan menyanggupi permintaan mereka.
Misi sukses dan negara Indonesia menjadi aman kembali, nama Aether tidak pernah disebut, namun semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap Presiden.
Dimas yang sedari awal mengikuti sepak terjang atasannya, bertanya dengan nada khawatir. "Apakah tidak masalah, berakhir seperti ini?"
Hanya orang tertentu saja yang mengetahui sepak terjangnya selama ini. "Hm- tidak masalah." Aether sudah menduga hal ini akan terjadi, selama Indonesia aman dan terkendali, dia tidak akan mempermasalahkannya, dia cukup menjaga dunia bawah.
Presiden tidak mungkin mengumumkan secara terang-terangan bahwa dirinya telah bekerja sama dengan mafia.
"Bos, kenapa pemerintah tidak pernah menuliskan nama bos? Padahal bos yang menjaga dunia bawah."
"Tidak apa." Aether tersenyum santai ketika mendengar pertanyaan dari salah satu warga yang ditolongnya.
"Bos, apakah karena berasal dari kalangan pecundang, makanya mereka melakukan hal ini?"
"Tidak." Aether tidak ingin mereka berkecil hati karena status yang dibentuk oleh manusia.
"Bos, saya selalu mendoakan anda untuk bisa menjadi terkenal di Indonesia dan menolong lebih banyak yang tidak beruntung."
Aether hanya tersenyum simpul. "Terima kasih banyak."
Hanya kasta pecundang saja yang tahu bagaimana hati Aether, sementara di kalangan masyarakat atas yang terdiri dari pejabat dan pengusaha, yang tidak mau melihat sepak terjang Aether atau bahkan ada yang takut mendengar ketua Balin.
Tidak ada yang tahu nama aslinya, semua hanya mengenal Aether sebagai ketua kelompok Balin atau bos.
Aether tersadar dari lamunan, mengingat masa lalu. Sekarang dia melihat pemandangan luar jendela mobil, berdiri gedung tinggi dan mobil mewah banyak lewat. Dia sedikit kesal begitu mendengar hasil gagal, dia tidak bisa menunjukkan kegelisahannya di hadapan para bawahan.
Aether harus bertemu dengan Presiden dan bertanya, tentang proyeknya yang gagal.
Tidak semua orang yang bekerja di dunia bawah, mau menerima permintaan Presiden. Pekerjaan menghadapi kartel narkoba Meksiko sudah sangat beresiko, salah sedikit bisa nyawa yang hilang. Presiden menjanjikan uang pun, tidak akan ada yang mau menerimanya. Namun, hanya Aether yang mau menerima permintaan Presiden. Alasannya mudah, Presiden menyetujui penggunaan lahan untuk kasta masyarakat pecundang. Presiden juga menjanjikan perlindungan hukum untuk masyarakat yang dia lindungi jika misi yang diberikan berhasil. Namun, kenyataannya proyek yang Aether kepalai, gagal. Tidak ada yang mau membangun lahan tersebut, ada yang menerima tapi ternyata malah kabur, ada yang mengganggu proyeknya hingga menjadi gagal. Aether kecewa. Maka dari itu, Aether memutuskan bertemu dengan Presiden untuk mencari penyebab dan melanjutkan proyek yang gagal, hanya saja- Aether menatap muak gedung tinggi. Jika dia mau berpikiran buruk, mungkin pemerintah ikut campur menggagalkan proyeknya, lalu kenapa? Bukan
Aether kembali memperhatikan wajahnya di cermin satu badan setelah mandi dan berhasil mengusir wanita dan kepala pelayan tadi, tersisa pelayan muda yang takut padanya. Pelayan muda itu menuruti perintah Aether sambil menjawab pertanyaannya dengan gugup. Wajah dan kehidupan yang berbeda, namun memiliki nama dan tanggal lahir yang sama. Tuhan memang kejam. Aether kembali memperhatikan wajahnya yang sangat tampan di depan cermin dan berkata di dalam hati. Sayang sekali, wajah tampan ini digunakan untuk melakukan hal yang tidak berguna. Jika aku menjadi dia, aku akan melakukan upaya terbaik untuk menaikkan posisi. Aether dibantu memakai pakaian, awalnya sangat canggung karena selama ini memakai pakaian sendiri, namun sepertinya pelayan muda itu tidak perhatikan. Aether kembali mendengar penjelasan pelayan muda tersebut. "Anda adalah anak sah dari Presiden dan istri. Presiden merupakan menantu dari klan Kailash, dan berhasil mendapatkan kedudukan berkat klan, namun karena pemimpin kl
Pintu ruang makan dibuka, semua orang yang duduk di meja sontak menoleh, termasuk kepala pelayan yang berdiri di belakang kursi Presiden. Julia masuk dengan santai dan menyipitkan kedua mata ketika melihat letak duduk istri siri suaminya. "Aku heran, ini rumahku- dan tidak ada tempat duduk untuk aku?" Meja makan panjang dan kursi makan banyak, ada tempat untuk orang lain namun Julia hanya memikirkan posisinya sebagai istri sah. "Kenapa kamu sarapan di sini? Bukankah biasanya kamu di kamar?" Julia menaikkan salah satu alis dan hendak mengatakan sesuatu, Aether masuk ke dalam ruang makan setelah mendapat laporan dari pelayan muda dan tertawa melihat wanita cantik yang dia kenal melalui majalah. Istri sah presiden yang tidak terlalu suka dengan publikasi. "Ibu-" Julia menoleh lalu terpana melihat Aether, tubuhnya membeku sesaat dan bertanya. "Aether?" "Ada apa, bu?" tanya Aether dengan sopan. "Tidak mau sarapan di sini?" Julia menggeleng lalu memperhatikan putranya dari atas sam
Aether si anak presiden, disebut sebagai The Rebel Prince atau Pangeran Bermasalah karena selalu membuat ulah akibat dimanjakan presiden. Tidak ada yang berani mengkritik tindakan presiden yang seluruh pekerjaannya dianggap sempurna. Namun, para pendukung presiden justru mengalihkan kebencian kepada Aether dan memuji Alvin yang merupakan anak haram presiden. Sementara Aether si anak yatim piatu dan besar di masyarakat pecundang di kota belakang, disebut sebagai Pangeran Mafia. Entah kenapa dia disebut seperti itu, dan sejak kapan.Kelihatannya memang lebih mahal dan bagus sebutan pangeran bermasalah daripada pangeran mafia. Batin Aether.Julia memperhatikan Aether yang makan bubur dengan lahap. "Apakah kamu menyukai buburnya?""Ya?""Kamu tidak suka dengan bubur kan? Katanya makanan bubur itu aneh dan tidak bisa dimakan, kamu lebih suka makan daging mahal." Julia menatap cemas Aether. "Apakah ada masalah dengan pencernaan kamu?"Sepertinya Aether harus pintar mencari alasan jika ditan
Presiden menjadi bingung. Ini kali pertamanya Aether bersikap seperti itu, biasanya anak sulung hanya marah dan bersikap impulsif, melakukan hal yang tidak berguna. Tapi sekarang kenapa malah- "Jadi, Ayah lebih suka membela kepala pelayan yang tidak tahu malu?" Tanya Aether sambil melihat jam tangannya. "Ah, sudah jam segini. Aku harus pergi. Ibu." Julia menoleh dan menatap putranya dengan tersenyum. "Ada apa Putraku? Ngomong-ngomong, dari tadi Ibu melihat kamu memakai kaos tangan, apakah ada luka di tanganmu?" Aether menyeringai. "Tidak ada, hanya keisengan." Setelah menjawab pertanyaan Julia, dia mengeluarkan kartu kredit dari dalam dompetnya. Sebelum keluar kamar, dia sudah meneliti uang, debit card dan juga kredit card yang diberikan sang ayah. Pemilik tubuh sebelumnya pasti terlalu bodoh untuk membedakan debit dan kredit card. Dari perkataan pelayan, pemilik tubuh sebelumnya hanya asal memilih kartu di dompet, dan hanya beberapa kartu kredit saja yang terlihat sering dipakai.
Tidak lama muncul suara rekaman video terakhir, Aether tertawa. "Oh, ternyata yang tadi direkam." Julia bersandar di kursi dengan angkuh. "Oh- apakah Aether bisa melihat postingan media sosial tentang pangeran bermasalah?" Aether menuruti perintah ibunya. "Okey dokey." Alvin bangkit dan hendak meraih handphone di tangan Aether. Aether melepas tangan ayahnya lalu menendang perut Alvin dengan keras, setelahnya berjalan santai ke Julia. "Sepertinya Ibu yang paling paham soal media sosial. Bolehkah bantu aku?" Julia yang hendak mengambil handphone di tangan Aether, tersenyum ketika putranya tiba-tiba menarik handphone. "Dasar anak nakal!" Aether tersenyum lalu memberikan saran. "Aku sarankan memakai sarung tangan, karena handphone ini menjadi barang bukti sekarang." Presiden berteriak marah. "AETHER!" Julia menghela napas. "Ibu tidak membawa sarung tangan, jika kamu bicara lebih awal- mungkin bisa Ibu persiapkan terlebih dahulu." Aether masih menunjukkan senyumnya. "Tidak perlu kh
Aether menuruni tangga dengan santai. Hari ini dia bisa tidur nyenyak dan bangun dengan nyaman setelah mendapat perlakuan khusus dari para pelayan baru. langkah kakinya terhenti di tengah tangga ketika mendengar jeritan histeris Aida. "JANGAN BAWA PELAYANKU PERGI!" Alvin berusaha memegang adiknya, supaya tidak menyusul si pelayan sementara Danti hanya berdiri kebingungan, tidak bisa berbuat sesuatu. Aether berjalan melewati kekacauan itu. Aida menatap marah Aether. "KAKAK PUAS SEKARANG? SUDAH MENYAKITI AKU, SEKARANG MENGUSIR PELAYANKU KELUAR DARI RUMAH! AKU TIDAK AKAN MEMAAFKAN KAKAK!" Aether berjalan santai dan melambaikan tangan, tanpa menoleh ke belakang. Aida menjerit putus asa, sementara Alvin hanya menatap punggung Aether yang menjauh. "Kita mau ke mana?" "Tuan muda!" Aether menoleh lalu melihat seorang pria tua berjalan terburu-buru menghampirinya. "Oh-" "Tuan muda, saya dari tadi memanggil anda." "Ada apa?" "Ini." Aether menaikkan salah satu alis, menerima sebuah a
Wisata alam di kota belakang sangat indah, karena merupakan pulau dan pantainya bisa dinikmati sebagai liburan, hanya saja ada beberapa tempat yang sangat indah membutuhkan uang banyak untuk keamanan, sementara wisata murah hanya bisa dinikmati oleh masyarakat setempat karena banyak warga luar yang malas dengan perlakuan tidak menyenangkan. Kebanyakan yang berlibur adalah orang-orang kaya yang membawa keluarga atau selingkuhannya untuk berlibur. "Kamu tahu dari mana?" "Kami harus cepat mendapatkan informasi demi majikan, kami tidak ingin kehilangan majikan." "Apakah kamu tidak merasa direndahkan karena hal itu?" "Hal itu?" "Majikan dan tuan." "Kenapa Tuan muda bertanya? Bukankah Tuan muda yang su-" pelayan muda itu langsung menutup mulut dengan kedua tangan lalu bersujud di dekat kaki Aether. "Saya minta maaf karena sudah mengatakan hal yang tidak berguna." "Lama-lama, aku tidak suka dengan kelakuan kamu." Aether tidak suka dengan pelayan muda yang selalu merendahkan dirinya u