Share

Part 7

Untuk menghilangkan pusing, Tian menemui putrinya, menyempatkan waktu mengajaknya bermain. Mereka terlihat seperti keluarga kecil yang sangat bahagia.

"Kapan Daddy menikahi mommy?" Tanya Dea saat mereka makan siang di sebuah restoran.

Tian tersenyum lembut menepuk puncak kepala putrinya, "sabar ya Sayang. Gak bisa secepat itu, Daddy lagi banyak kerjaan yang harus diselesaikan."

"Yes Daddy, Mommy gak usah balik, oke. Kita akan sama-sama di sini," ucap Dea ceria.

Aruna hanya tersenyum menanggapi. Ia merasa Tian tidak nyaman berada di dekatnya, mereka harus bicara empat mata nanti untuk menghindari masalah kedepannya.

"Makan yang banyak, biar putri Daddy cepat besar."

Raga Tian memang ada di sini, tapi jiwanya sedang mengkhawatirkan keadaan Ressa. Belum satu hari dia sudah dibuat hampir gila oleh istrinya itu.

***

Ressa membuka surat yang berlogo pengadilan agama. Tian mengirimkan untuknya.

"Secepat ini," gumamnya sambil tersenyum. Padahal pernikahan mereka baru berjalan satu minggu yang akur. Tian bilang tidak akan menceraikannya. Tapi nyatanya, surat cerai itu ada di depan matanya sekarang.

Pada akhirnya dia benar-benar tersisih dengan kehadiran perempuan lain. Harusnya ia sudah siap akan semua ini, tapi kenapa rasanya tetap saja menyakitkan.

Ressa membubuhkan tandatangan di atas kertas bermaterai itu dengan perasaan ngilu. Hanya satu minggu kenangan manis yang ia miliki bersama Tian.

"Kuat ya Sayang, tanpa papa lagi. Bantu mama biar kuat. Mungkin sekarang akan terasa lebih berat untuk kita lalui." Ressa mengusap-usap perutnya, kasihan anaknya. Baru merasakan bahagia memiliki ayah, sekarang harus menerima kenyataan pahit kembali.

Ressa segera memasukkan kembali surat itu ke dalam amplop dan menitipkannya pada Erfan. Lebih cepat lebih baik, biar dia bisa segera pergi dari rumah ini. Tidak enak kalau harus menumpang hidup di rumah orang.

Pasti orang pertama yang merasakan bahagia dengan berita perceraiannya nanti adalah ibu. Apalagi jika Aruna pulang membawa Tian.

Anggaplah ini penebus dosanya pada ibu, Ressa menghela napas panjang. Mengurut dadanya yang terasa sesak.

***

Setelah resmi bercerai dengan Ressa, Tian menemani Aruna pulang ke rumah orang tuanya. Padahal ia sangat malas bertemu dengan ibu mertuanya itu.

"Alhamdulillah anak dan cucu ibu pulang, ini calon suami kamu Ru." Sambut Rina ramah pada Aruna dan Tian, kemudian memeluk cucu dan putrinya.

Tian ikut menyalami pasangan paruh baya itu. Walau ia rasanya sangat muak berada di sini. Dapat Tian rasakan perlakuan yang sangat berbeda antara yang di dapat Ressa dan Aruna.

"Ayo masuk," ajak Rina ramah seperti benar-benar tidak mengenal Tian.

Amrin menghela napas berat, sudah mendengar berita perceraian Ressa dan suaminya. Padahal mereka baru menikah satu minggu. Istrinya malah menyambut mantan menantunya itu sebagai calon menantu dengan gembira.

"Ayah, maafin Aru sudah mengecewakan." Aruna memeluk sang ayah dengan erat.

"Lupakan Sayang, kamu pulang sekarang Ayah sudah bahagia." Amrin membalas pelukan Aruna dengan penuh kerinduan.

"Sini cucu kakek," panggil Amrin beralih memeluk cucunya.

"Ressa kemana Bu, aku terakhir kirim pesan tidak dibalas. Aku pikir dia ada di rumah." Tanya Aruna, menghilang kemana adiknya itu.

"Biasa adikmu itu suka berkeliaran kemana-mana kan. Ibu dengar dia cerai dari suaminya, padahal mereka baru menikah satu minggu. Semoga hubungan kalian nanti tidak seperti itu, langgeng sampai tua." Ujar Rina tersenyum miring.

Tian ingin sekali mengumpati perempuan rubah di depannya ini. Sama sekali tidak pantas dia panggil ibu.

"Menikah? Cerai? Kenapa Ressa tidak memberitahuku kalau sudah menikah. Aku harus mencarinya Bu." Aruna menatap putrinya, "Sayang, kamu tinggal sebentar sama nenek dan kakek ya, Mommy mau cari tante Ressa dulu."

"Aru, kamu baru datang, mau cari Ressa kemana?" Tahan Rina.

"Kemana aja Bu, Tian bantu aku mencari adikku." Ajak Aruna, Tian mengangguk mengikuti perempuan yang menarik tangannya dengan terburu-buru.

"Sebenarnya apa yang kamu inginkan Rina, bahagia diatas kehancuran pernikahan putri sendiri!" Bentak Amrin.

"Ayah, ada Dea nanti kita bahas." Sahut Rina, malas menanggapi suaminya itu. Ia membawa Dea berjalan-jalan di sekitar rumah.

"Kita mau kemana?" Tanya Tian setelah berada di mobil. Membawa kuda besinya meninggalkan rumah Ressa.

"Gak tahu Tian, aku sangat khawatir pada Ressa. Tidak biasanya dia tidak menjawab telepon dariku." Jawab Aruna gelisah.

"Kita tidak bisa mencari orang tanpa tahu alamat dan tujuan, Aru." Tian masih bersikap seolah tidak tahu apa-apa.

"Aku tidak tahu sekarang dia tinggal dimana." Aruna menghela napas berat, berulang-kali menghubungi Ressa tapi tidak ada jawaban. Ada apa, apa yang sedang terjadi dengan Ressa. Apa ibu bertengkar lagi dengan adiknya itu.

"Aru," panggil Tian karena kasihan pada perempuan duduk di sampingnya. Hubungan mereka sepertinya memang sangat dekat.

"Ya, aku masih belum tahu kita mau kemana Tian." Sahut Aruna lemah, dengan perasaan tidak enak sudah merepotkan Tian. "Kalau kamu sibuk, turunkan saja aku di sini. Biar aku naik taksi mencari Ressa," lanjutnya.

"Ressa mantan istriku," ucap Tian tenang.

Aruna membulatkan mata, apa yang dia dengar tidak salah kan.

"Aku menceraikannya demi Dea dan agar kalian tidak memusuhi Ressa. Sekarang dia sedang mengandung anakku."

Aruna mendadak blank, matanya langsung berkaca-kaca. Jadi dia yang sudah menyebabkan rumah tangga adiknya berantakan. Kesalahan apalagi yang sekarang dilakukannya.

"Kenapa kamu tidak bilang, Tian?" Lirih Aruna penuh sesal karena sudah hadir dikehidupan adiknya. Pantas saja Ressa menghindar darinya.

"Aku ingin bilang, tapi kamu yang memintaku untuk tidak mengecewakan Dea, Ru."

"Kalian kembali ya, biar aku yang memberitahu Dea pelan-pelan." Pinta Aruna, dia tidak bisa menghancurkan hati adiknya itu.

"Itu akan mengecewakan Dea, aku juga ingin Dea memiliki status sebagai anakku. Aku akan tetap menikahimu."

"Tian, please jangan sakiti Ressa. Selama ini dia sudah terlalu banyak menderita. Dia selalu mengalah untukku, kali ini aku tidak ingin merebut apa yang telah menjadi miliknya."

"Ini sudah jadi keputusanku, lagian Ressa belum tentu mau kembali padaku. Biarlah ini sebagai bentuk tanggung jawabku pada Deandra." Tegas Tian, entah apa yang sedang otaknya rencanakan. Yang jelas dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk membuat ibu Ressa itu menyesal karena telah bermain-main dengannya.

"Antar aku pada Ressa, kamu pasti tahu dimana dia tinggal."

"Tentu, aku juga sangat merindukannya," ucap Tian.

Aruna sadar, lelaki di sampingnya ini sangat mencintai Ressa. Tidak sepantasnya dia menjadi duri dalam pernikahan adiknya sendiri.

"Bagaimana kita akan menikah kalau kamu masih mencintai perempuan lain, Tian?" Tanya Aruna, berharap Tian mengurungkan niat untuk menikahinya.

"Hei, tujuan kita menikah jelas bukan cinta." Tian menoleh pada Aruna sebentar kemudian fokus kembali pada jalanan.

"Semua demi Dea. Kalau kamu tidak suka bersamaku nanti itu terserah padamu. Sejak dulu kamu memang tidak pernah suka padaku," sindir Tian kesal. Sepertinya luka lama masih belum sembuh.

"Maaf, semua salahku." Lirih Aruna, air mata itu akhirnya merembes keluar. Karena kesalahannya sampai harus mengorbankan kebahagiaan sang adik. "Aku yang pergi meninggalkanmu. Harusnya aku tidak perlu datang mencari dan mengusik kehidupanmu lagi."

"Sudahlah, jangan diungkit lagi. Hapus air matamu, kita akan bertemu Ressa. Jangan sampai dia melihat air matamu itu," Tian mendesah berat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status