Nadine membaca pesan dari Dirga tak percaya. Papinya benar-benar mengajak Dirga bertemu dan menawarkan hal yang Nadine sama sekali tidak setuju. Nadine pun segera menelepon Dirga.
"Kau di mana, Mas?" tanya Nadine saat panggilannya tersambung.
"Aku di rumah sakit, sayang, kenapa?"
"Kita harus bertemu, Mas. Papi tidak menyakitimu, kan?" tanya Nadine cemas.
Di seberang sana Dirga hanya tersenyum. "Aku baik-baik saja, sayang. Sabar, ya. Kita akan hadapi semua bersama-sama. Aku janji kita akan bahagia."
"Aku sudah tidak kuat lagi dengan sikap papi. Aku hanya ingin bercerai dengan David. Apa aku nekad saja?" tanya Nadine.
"Jangan melakukan apa pun yang bisa membahayakan dirimu. Aku melihat papimu terlalu berambisi juga memilliki dendam sendiri kepada David dan keluarganya. Jadi, kau harus berhati-hati."
"Baiklah, mulai sekarang aku akan selalu bicara kepadamu dulu, Mas."
"Iya,
Pagi itu baik Sanjaya mau pun Nadila tidak banyak bicara. Mereka menikmati sarapannya dalam diam. Meski penasaran, Nadila tidak berniat untuk bertanya. Ia ingin Sanjaya sendiri yang nanti menceritakan segalanya."Aku ke kantor dulu. Hari ini kau datanglah ke rumah Nadine. Lihat keadaannya dan katakan jika aku sangat marah kepadanya. Katakan untuk tidak pulang ke rumah ini sampai emosiku reda," kata Sanjaya. Nadila hanya mengangguk mengiyakan dan membiarkan Sanjaya berlalu dari ruangan itu. Setelah suara kendaraan terdengar menjauh barulah Nadila memanggil asisten tumah tangganya."Mbok Asih!" panggilnya. Tak lama seorang wanita berusia sekitar 50 tahunan muncul. Dia adalah pekerja yang paling lama di rumah Nadila. Ia bekerja sejak Nadine masih kecil. Mbok Asih janda tidak memiliki anak karena memang tidak bisa hamil akibat kanker rahim. Ia pun
Nadila terisak, tak tahan rasanya melihat darah daging yang ia lahirkan menderita."Mami tidak bisa melihat kau begini terus. Tapi, mami tidak bisa membantumu. Papimu ....""Biarkan aku pergi saja, Mami. Aku tidak cemburu karena David menikah lagi dengan Liliana. Tapi, demi TUhan aku hanya mencintai Dirga saja, Mami.""Kita akan cari cara, ya. Mami janji akan membuatmu dan Dirga bersatu," kata Nadila."Mami serius?""Iya, mami janji. Ya sudah, kita ke bawah saja. Mami mau bertemu dengan mertua dan madumu. Tenang saja, mami tidak akan membuat keributan. Mami hanya ingin bicara baik-baik,kok." Nadine menghela napas panjang, "Aku lelah mendengar pertengkaran, Mami.""Mami tau, mami juga tidak akan membuatmu serba salah di rumah ini."Mereka pun berjalan bersama menuju halaman samping. Tampak Kinasih sedang asik berbincang dengan Liliana sambil melihat ka
Liliana menggenggam tangan Nadine dan menatapnya lembut."Mbak, aku akan membantumu. Tapi, tidak seperti cara tante Nadila dan Om Sanjaya menyuruh mas David menceraikan aku. Aku akan bicara baik-baik dengan mas David.""Tapi, jangan katakan jika aku mempunyai kekasih. Aku takut papi akan melakukan hal yang aneh-aneh. Tolong aku, Lili," ujar Nadine."Iya, Mbak. Aku akan membantu sebisaku. Mulai hari ini tidak ada perselisihan di antara kita, ya?" kata Liliana, "Walau bagaimana, Mbak sudah menyelamatkan hidupku. Jika Mbak tidak datang tepat waktu tempo hari, mungkin saat ini aku hanya tinggal nama saja," lanjutnya. Nadine menghela napas panjang, sejak awal memang dia tidak pernah merasa benci kepada Liliana. Entah apa yang terlintas dalam benaknya saat ia berlaku kasar kepada wanita yang sudah menjadi madunya itu."Sejak awal bertemu denganmu aku selalu menganggapmu adikku, Li. Tapi, entahlah mengap
"Selamat ulang tahun, sayang!" seru Dirga sambil melangkah mendekati Nadine dan membawa cake dengan taburan coklat dan strawberry favorit Nadine. Nadine berdiri terpaku, ia tadi begitu khawatir karena Dirga mengatakan bahwa dirinya sedang sakit dan muntah-muntah. Tetapi, saat ia datang, ruangan sudah dihias sedemikian rupa. Lengkap dengan tulisan 'HAPPY BIRTHDAY 28 NADINE' Nadine benar-benar tidak tau harus berkata apa lagi. Ia menatap Dirga penuh keharuan, lelaki yang sudah mengisi hatinya selama 11 tahun itu. Bagaimana bisa ia melupakan hari lahirnya sendiri. Bahkan kedua orangtuanya pun sama sekali tidak mengingat jika ini adalah hari yang istimewa bagi Nadine. Air mata pun menetes tanpa dapat dicegah lagi. Melihat kekasihnya menangis, Dirga langsung meletakkan kue di atas meja."Hei, kenapa? Kok malah menangis? Maaf jika aku berbohong dengan mengatakan aku sakit. Aku hanya ingin memberi
Tidak seperti biasanya, hari ini Liliana merasakan lemas dan tidak enak badan. Padahal biasanya ia memasak dan melakukan hal lain dengan penuh semangat. Setelah makan siang, ia pun memutuskan untuk tidur siang karena merasa lemas. Tanpa terasa Liliana tertidur hingga David pulang dari kantor. Lelaki gagah itu pun tentu saja langsung merasa cemas mendengar laporan dari Tuti dan Imas yang mengatakan Liliana tidak keluar kamar sejak siang. Perlahan ia menghampiri sang istri yang tampak pulas tertidur dan menepuk pipinya perlahan."Sayang ... Li, kau baik-baik saja?" tanya David dengan lembut. Liliana menggeliat dan membuka mata. Ia tampak terkejut saat melihat David sudah pulang."Ya Allah, Mas kok sudah pulang? Maafkan aku, Mas. Seharian ini entah mengapa aku merasa lemas sekali. Beberapa kali aku juga merasakan mual. Jadi, aku-""Stttt, sudahla
_SEBELUMNYA_ "Maaf, Jeng ... saya sengaja mengajak Jeng Nadila pergi karena saya ingin bicara dari hati ke hati. Ada apa sebenarnya? Beberapa kali Jeng selalu menyindir Lilana. Tetapi, hari ini mendadak baik hati dan meminta maaf. Jeng punya rencana apa?" tanya Kinasih. Kinasih tau betul bagaimana sifat Nadila. Ia selalu tidak mau kalah, berjiwa sosialita, gengsi tinggi. Tetapi, tiba-tiba saja meminta maaf, bukankah itu hal yang sangat aneh dan mencurigakan. Nadila menghela napas panjang, ia tau pasti Kinasih akan menanyakan hal ini. Selama enam tahun hubungannya dan Kinasih memang tidak terlalu baik. Ia juga sadar selama ini ia dan suaminya sering berlaku tidak baik. Bahkan terakhir meminta Liliana dan David bercerai. Tapi, itu sebelum ia tau jika suaminya merencanakan sesuatu yang jahat. Saat ini ia sendiri takut jika Sanjaya benar-benar akan melakukan ti
Nadine merasa sangat bahagia menerima semua kejutan yang diberikan oleh Dirga. Dan untuk pertama kalinya mereka satu mobil bersama. Padahal sebelumnya baik Nadine mau pun Dirga selalu menyembunyikan hubungan mereka. Namun kali ini Nadine dan Dirga seolah tidak peduli lagi. Dan Nadine pun sangat menikmati makan malam mereka."Terima kasih, Mas. Aku bahagiaa sekali, ini adalah ulang tahun yang paling istimewa bagiku. Aku benar-benar bahagia. Kita bisa pergi bersama, makan malam. Ah, tidak akan pernah aku lupakan kejutan indahmu di tahun ini," ucap Nadine dengan penuh sukacita. Dirga hanya tersenyum dan memeluk Nadine dengan erat."Kau menginap malam ini?" tanya Dirga. Nadine menghela napas panjang, "Aku harus pulang malam ini. Tadi pagi, saat aku pergi aku meminta Liliana tidak mengatakan apa-apa. Aku tidak mau jika dia mendapatkan masalah," kata Nadine."Baiklah, tam
Nadine tersentak kaget mendengar perkataan Kinasih. Ia bingung harus berkata apa sekarang. Melihat Nadine yang kebingungan, Kinasih langsung menarik Nadine dan membawanya duduk."Mama tadi melihatmu bersama seorang pria. Tadi pagi, mamimu sudah mengatakan semua kepadaku. Nad, kau ingin berpisah dengan David? Tapi, kau takut pada papimu?" kata Kinasih."Betul begitu, Nad?" tanyanya. Nadine tak kuasa menahan air matanya, ia menangis tanpa suara sambil menatap Kinasih."Ma, aku ... aku minta maaf. Selama ini, aku hanya takut pada papi. Aku tidak berdaya melawan dan membantah apa yang papi katakan. Termasuk menolak saat papi menjodohkan aku dengan mas David. Ak-aku-""Sttt ...." Melihat menantunya menangis, hati nurani Kinasih sebagai seorang ibu tergerak. Ia memeluk Nadine untuk pertama kalinya dan membiarkan menangis."Menangislah jika hal itu membuatmu jauh l