Sanjaya menatap tak percaya dengan apa yang ia lihat di dalam kotak. Foto ibunya dengan orang yang selama ini ia kenal. Dan selembar surat yang menyatakan jika mereka sudah menikah siri. Hanya 6 bulan sebelum kelahirannya.
Dalam pikiran Sanjaya adalah, ibunya telah dibuang dan ditinggalkan begitu saja. Sementara orang yang seharusnya bertanggung jawab hidup tenang bergelimang kemewahan. Ini tidak bisa dibiarkan. Suatu hari aku akan membalasnya. Dia harus menerima balasannya.
***
"Selama ini siapa yang merawat ibu?" tanya Arnold kembali membuyarkan lamunan Sanjaya.
"Empat tahun ini aku menggaji perawat. Padahal enam tahun lalu saat anak-anak kita menikah, ibu masih sehat-sehat saja dan begitu bahagia melihat cucunya menikah."
"Kalau kau bersedia, aku akan menanggung biaya pengobatan ibumu. Kita bisa bawa beliau
Sanjaya menarik pakaian Kinasih hingga kancing kemeja yang dikenakan gadis itu lepas dan membuat kedua aset miliknya terlihat jelas. Hal itu tentu membuat Sanjaya semakin bernapsu. Tangannya masuk ke dalam pakaian Kinasih dan mulai meremas aset kembar Kinasih hingga gadis itu memekik dan menjerit."Lepaskaaan! Aku tidak sudi melakukan hal itu denganmu, Jay. Lepaskan aku!""Tidak akan, selama ini Arnold selalu mendapatkan yang terbaik. Dia boleh memiliki diri dan hatimu, tapi tubuhmu harus menjadi milikku!""Biadaaap!" teriak Kinasih. "Toloong! Tolong!" jeritnya berharap ada orang yang mendengar. Namun, apa daya kamar mereka kedap suara, tidak mungkin terdengar dari luar. Mendengar teriakan Kinasih, Sanjaya hanya tertawa tanpa menghentikan aksinya. Kali ini ia menyingkapkan rok yang dikenakan oleh Kinasih dan menarik paksa penutup tubuh inti Kinasih. Kemudian ia melepaskan pakaian dan celana yang ia kenakan, s
"Kau akan terus diam atau memberikan penjelasan kepadaku?" tanya Nadila saat sang suami pulang. Sanjaya terdiam, ia menatap istrinya dengan tajam. Nadila adalah wanita yang baik, mereka bertemu di Yogya karena Nadila tinggal di sana. Karena sering bertemu, timbul benih cinta hingga akhirnya mereka menikah. Sanjaya tau jika Nadila adalah anak manja dan juga sangat suka belanja, selain memasak dia tidak pandai mengurusi pekerjaan rumah tangga lainnya."Penjelasan apa?" tanya Sanjaya datar. Nadila mencebikkan bibirnya, "Mas, kau belum menjelaskan bagaimana kau dan Arnold adalah kakak beradik." Sanjaya terdiam, ia merasa bingung bagaimana menjelaskannya."Aku sendiri tidak tau bagaimana kami kakak beradik, Dila!""Lalu, kenapa kau bisa mengatakan dia adalah kakakmu?""Karena ibu menikah siri dengan ayahnya! Empat tahun lalu, sebelum ibu stroke dan tidak bisa bicara,
"Ibu ikut denganku ke Jakarta, ya. Aku akan merawat Ibu di sana."Sanjaya membungkuk di hadapan Kadita. Wanita yang sudah melahirkannya itu menatap kosong. Kadita sudah tidak ingin hidup lebih lama lagi sebenarnya. Namun, dia masih berharap sesuatu yang entah kapan akan tercapai."Uuh ... aaa iuaa," kata Kadita lirih sambil menggerakkan tangan kanannya. Setelah terapi sekian lama hanya tangan Kadita yang bisa digerakkan."Saya ikut juga, Pak?" tanya Ayu. Gadis berusia 28 tahun itu menatap ragu kepada Sanjaya."Loh, kalau kau tidak ikut, siapa yang mau jaga ibu?" tanya Sanjaya. Ayu menganggukkan kepalanya."Siapa tau, kan di Jakarta Bapak sudah membayar perawat yang lain," ujar Ayu. Gadis itu merasa sudah sangat dekat dengan Kadita. Ia merasa khawatir jika Kadita dirawat oleh orang lain. Usia Kadita sudah lanjut, terkadang sikapnya seperti anak kecil."Kapan kita akan berangkat, Pak? Saya harus member
Malam itu, Liliana dan David sengaja pergi berduaan saja. David ingin mengajak Liliana kencan. Ia membawa istrinya itu ke sebuah restoran Eropa. Ia tau jika dulu Liliana pernah makan di sana bersama beberapa teman di kantor. Itu pun menunggu gajian. Ya, David memang menyelidiki setiap kegiatan Liliana sejak masih menjadi sekretarisnya."Mas, serius kita makan di sini?" tanyanya. David mengangguk, "Aku tau, dulu setiap kali kau gajian kau selalu makan di sini. Tapi, hanya sebulan sekali, iya kan?""Mas memata-matai aku?" tanya Liliana sambil membelalakkan matanya. David terkekeh, "Ya, sejak dulu aku memang menyukaimu. Tapi, mana berani aku menggodamu.""Gombal," gerutu Liliana."Eh, aku serius sayang. Biasanya wanita-wanita yang selalu menebar pesona dan senyuman kepadaku. Tapi, kau dulu menyebalkan. Sok formal, sedikit-sedikit panggiln pak," omel David. Kali ini Liliana
Waktu setempat menunjukkan pukul setengah dua siang saat David dan Liliana tiba di bandara Charles De Gaulle, Paris. Mereka berangkat pukul 00.40 dini hari dari bandara internasional SOETA.Tampak wajah Liliana begitu yang lelah tetapi bahagia. Ia menggandeng tangan David dengan mesra hingga mereka keluar dan seorang pemuda menghampiri mereka kemudian mengajak David berbicara dalam bahasa Inggris."Mr. David Romano dari Indonesia? Saya Dimitri yang akan memandu Anda selama di Paris. Apa Anda mau langsung ke hotel tempat Anda menginap atau mau makan dulu?" tanyanya dengan ramah sambil memperlihatkan identitas."Kita makan saja dulu, setelah itu ke hotel. Mungkin hari ini kami berdua tidak akan ke mana- mana dulu karena Mrs Romano masih lelah dan sedang hamil.""Ah, baik kalau begitu saya akan membawa Anda ke sebuah distro yang menyajikan masakan Indonesia. Atau Anda mau menu lain?""Tidak apa, aku justru me
Hal yang pertama David lakukan adalah mengajak Liliana ke menara Eifel keesokan harinya. Pagi sehabis sarapan Dimitri sudah menjemput mereka. Lalu membawa mereka ke menara Eifel. David dengan senang hati mengambil potret Liliana yang tersenyum bahagia di depan menara yang terkenal di Paris itu. Tak lupa David membawa Liliana kePont des Arts Bridge, Paris, Prancis."Sayang sekali sekarang sudah tidak bisa lagi mengaitkan gembok cinta di sini," kata Liliana lirih."Memang kau mau mengaitkan gembok di sini?" tanya David sambil memandang sang istri. Liliana begitu memelas."Aku dulu sering melihat di televisi jika banyak pasangan yang mengaitkan gembok di jembatan dan membuang kuncinya. Sayang sekali ketika aku bisa ke sini sudah tidak ada lagi," keluh Liliana. David menatap Dimitri, "Mengapa dibongkar semua gembok cinta yang ada di sini?" tanyanya."P
Nadila merasa panik, ia tau jika Arnold dan Kinasih pasti sudah berangkat ke Itali sementara David dan Liliana ke Paris. Ia yakin jika Nadine pasti tidak akan ada di rumah. Ia sudah berusaha menelepon Nadine, tetapi ponsel sang putri tidak aktif. Sementara itu, ia tidak tau di mana apartemen Dirga. Ia takut jika Sanjaya akan marah jika tau Nadine dan David sudah bercerai. Ia tidak tau apa yang akan David lalukan jika ia tau anaknya itu sudah berpisah dari David. Nadine sendiri tengah menikmati harinya yang penuh cinta dengan Dirga. Tidak perlu ke luar negeri untuk menciptakan surga dunia. Mereka cukup berlibur ke puncak dan mematikan ponsel supaya tidak ada yang mengganggu.Tapi, Nadine tidak sadar jika ia sedang menciptakan neraka baginya dan juga Lilana. Sementara itu Nadila yang tidak tau lagi bagaimana cara mencegah Sanjaya untuk datang ke rumah David hanya bisa pasrah."Ke
Nadila tersentak mendengar pengakuan Sanjaya, ia tidak menyangka jika suaminya memiliki rencana yang jahat."Apa kau tidak memikirkan nasib orang banyak, Jay?" tanya Nadila sinis. "Apa kau lupa siapa yang sudah membantu kita dulu? Jika waktu itu kau bangkrut akan banyak sekali karyawan yang kehilangan mata pencaharian. Kau dulu memikirkan mereka sampai kau gadaikan putrimu. "Jika bukan Arnold yang membeli perusahaanmu kita sudah menjadi gembel. Dan sekarang kau ingin dia bangkrut? Di mana nuranimu?""Dia memang pantas membayar untuk semua penderitaanku selama ini!""Kalau ada yang harus bertanggung jawab, itu bukan Arnold. Dia bukan orang yang menyebabkan ibumu menderita. Ayahmu yang harus bertanggung jawab, dia orangnya. Jangan kau balaskan dendammu kepada orang yang tidak bersalah," kata Nadila."Kau tidak tau bagaimana rasanya dipanggil anak haram, anak yang tidak punya bapak. Sejak lahir aku tidak p