Share

LEMBAR KE-8

“Mulai sekarang kau akan melayani Nona Ziu. Tugasmu adalah selalu di sisinya dan melakukan apapun yang diperintahkannya. Kau mengerti?” ucap Pangeran Vajra dengan singkat.

Pelayan yang bernama Khani mengangguk. “Hamba mengerti, Pangeran. Perintah Pangeran akan hamba laksanakan sebaik mungkin,” jawabnya sambil memberi hormat.

“Mulailah dari menjaga dan merawatnya nya hingga dia bangun. Laporkan juga perkembangan kesehatannya kepadaku,” ucap Pangeran Vajra sambil berjalan meninggalkan kamar itu.

“Baik, Pangeran,” jawab Khani. Dia kemudian duduk di lantai dekat dengan ranjang Ziu. Hal ini dilakukannya agar segera mengetahui jika Nonanya sudah sadar.

Setelah keluar dari kamar Ziu, Pangeran Vajra berjalan menuju ke suatu tempat. Di sepanjang jalan terdapat berbagai macam bunga dan tumbuhan yang indah. Semua itu ditanam atas perintah Pangeran Vajra. Dia tampak puas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh para pengurus kediamannya.

“Pangeran, ada perintah dari Istana Agung. Anda diharapkan segera menghadap Kaisar,” lapor Yaru yang tiba-tiba muncul di belakang Pangeran Vajra.

“Kaisar?” Pangeran Vajra berhenti berjalan dan berbalik untuk melihat Yaru. Dia tampak ingin memastikan sesuatu.

“Tumben sekali Kaisar memanggilku. Bagaimana dengan Noan?” Pangeran Vajra bertanya dengan nada yang berbeda.

“Pangeran Noan sepertinya juga diperintahkan untuk menghadap. Hamba melihat utusan Kaisar keluar dari Istana Utara,” jawab Yaru menjelaskan tentang hal yang dilihatnya.

Wajah Pangeran Vajra mengeluarkan ekspresi yang tidak enak dipandang. Dia selalu seperti itu ketika membicarakan kakaknya, Pangeran Noan. Walaupun saudara kandung, tapi mereka tidak sedekat itu.

“Bisakah kita tidak kesana? Suasananya pasti tidak menyenangkan. Semuanya tidak berjalan bagus setiap bertemu dengan orang itu,” keluh Pangeran Vajra setelah mendengar laporan Yaru.

Yaru menghela nafas sebentar. “Hambat tahu kenapa Pangeran mendadak tidak ingin pergi kesana. Tapi jika Pangeran tidak muncul, takutnya akan membuat Kaisar tersinggung.”

“Tentu saja. Kaisar bisa saja menghukumku seperti biasanya.”

“Harap Pangeran bisa menahannya untuk sementara.”

Pangeran Vajra menghela nafas panjang. Dia sudah memutuskan hal yang akan dilakukannya. “Baiklah kalau begitu. Kita kesana setelah aku beristirahat sebentar.”

“Pangeran! Pertemuannya dilaksanakan sekarang,” ucap Yaru sambil mengisyaratkan agar Pangeran Vajra berjalan di depannya.

Pangeran Vajra yang baru saja ingin berjalan lagi berhenti mendadak setelah mendengar kata-kata Yaru. Dia berbalik dan terlihat tidak percaya dengan perkataan pengawalnya. Wajahnya menunjukkan rasa kesal yang cukup besar.

“Woaahhh… orang tua itu benar-benar…” ujar Pangeran Vajra dengan suara yang terdengar cukup emosional.

Akhirnya dengan berat hati dan amarah yang akan meledak-ledak, Pangeran Vajra berjalan ke arah sebaliknya. Yaru mengikutinya dari belakang. Dia berusaha untuk meredakan rasa kesal yang sedang dirasakan oleh tuannya. Mereka berdua menuju ke Istana Agung, tempat kediaman Kaisar dan Permaisurinya.

-----***-----

Di dalam Istana Agung, seorang laki-laki menggunakan pakaian khusus keluarga kerajaan. Dia duduk di atas satu-satunya singgasana yang berada di dalam ruangan itu. Di samping laki-laki itu tengah duduk seorang perempuan dengan anggun. Mereka berdua tampak sangat dihormati oleh semua orang yang berada di dalam ruangan itu.

Laki-laki dan perempuan itu adalah Kaisar dan Permaisuri Kerajaan Burumun. Mereka berdua duduk selayaknya pemimpin sebuah negara. Kasim Makhun berdiri tidak jauh dari singgasana Kaisar. Dia adalah penasehat sekaligus pelayan yang selalu berada di dekat Kaisar.

Di depan Kaisar berdiri seorang pemuda yang memakai pakaian sangat mewah dan terlihat agung. Dia adalah Pangeran kedua Kerajaan Burumun, Pangeran Noan. Pangeran Noan terlihat sudah selesai melaporkan tugasnya yang sudah dilaksanakan dengan sangat bagus.

“Aku harap kau mampu mencapai kesuksesanmu di tugas-tugas lainnya,” ucap Kaisar sambil tersenyum senang.

“Terima kasih atas ucapan Yang Mulia. Hamba akan melakukan yang terbaik,” jawab Pangeran Noan.

Kaisar mengalihkan pandangannya kepada Kasim Makhun. Ekspresi wajah yang awalnya bangga mendadak berubah seratu selapan puluh derajat. Dia seperti sedang menahan amarah karena suatu hal.

“Apakah kau sudah pergi ke Istana Selatan?” tanya Kaisar kepada Kasim Makhun.

Kasim Makhun agak membungkuk di hadapan Kaisar. “Sudah, Yang Mulia. Saat itu Pangeran Ketiga sedang ada urusan yang mendesak. Jadi hamba menyampaikan pesan Kaisar kepada Yaru.”

“Tapi kenapa dia belum datang juga? Apakah seperti ini sikap menghormati ayahnya sendiri?”, geram Kaisar. Nadanya sudah meninggi.

“Hamba mohon Yang Mulia tenang. Mungkin dia sedang dalam perjalanan. Anda sendiri tahu bagaimana kesibukan Pangeran Ketiga. Hamba mohon kepada Kaisar untuk menenangkan diri,” ucap Permaisuri menenangkan Kaisar.

Kaisar yang mulai marah berusaha meredakan emosinya. Dia harus tetap kelihatan tenang di depan orang lain. Itu adalah salah satu kewajiban seorang Kaisar untuk dapat mengendalikan dirinya. Hal itu juga dapat merugikan dirinya sendiri karena dapat menghilangkan martabatnya.

“Yang Mulia,” ucap Pangeran Noah sambil memberi hormat kepada Kaisar. “Apakah pertemuan ini harus tetap menunggu Adik Ketiga? Jika berada di pertemuan umum, menunggu orang yang tidak bisa datang tepat waktu seperti itu akan membuang-buang waktu.”

Kaisar terdiam. Dia tengah merenungkan perkataan Pangeran Noan yang terdengar masuk akal. Namun, jika Kaisar mengabaikan Pangeran Noah lagi, hal ini akan membuat hubungan kakak-beradik tersebut semakin rumit. Dia tidak ingin terlihat seperti pilih kasih. Bagaimanapun juga Pangeran Kedua dan Pangeran Ketiga adalah anak kandung dari Kaisar sendiri.

“PANGERAN KETIGA SUDAH TIBA!” teriak penjaga pintu.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status