“Mulai sekarang kau akan melayani Nona Ziu. Tugasmu adalah selalu di sisinya dan melakukan apapun yang diperintahkannya. Kau mengerti?” ucap Pangeran Vajra dengan singkat.
Pelayan yang bernama Khani mengangguk. “Hamba mengerti, Pangeran. Perintah Pangeran akan hamba laksanakan sebaik mungkin,” jawabnya sambil memberi hormat.
“Mulailah dari menjaga dan merawatnya nya hingga dia bangun. Laporkan juga perkembangan kesehatannya kepadaku,” ucap Pangeran Vajra sambil berjalan meninggalkan kamar itu.
“Baik, Pangeran,” jawab Khani. Dia kemudian duduk di lantai dekat dengan ranjang Ziu. Hal ini dilakukannya agar segera mengetahui jika Nonanya sudah sadar.
Setelah keluar dari kamar Ziu, Pangeran Vajra berjalan menuju ke suatu tempat. Di sepanjang jalan terdapat berbagai macam bunga dan tumbuhan yang indah. Semua itu ditanam atas perintah Pangeran Vajra. Dia tampak puas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh para pengurus kediamannya.
“Pangeran, ada perintah dari Istana Agung. Anda diharapkan segera menghadap Kaisar,” lapor Yaru yang tiba-tiba muncul di belakang Pangeran Vajra.
“Kaisar?” Pangeran Vajra berhenti berjalan dan berbalik untuk melihat Yaru. Dia tampak ingin memastikan sesuatu.
“Tumben sekali Kaisar memanggilku. Bagaimana dengan Noan?” Pangeran Vajra bertanya dengan nada yang berbeda.
“Pangeran Noan sepertinya juga diperintahkan untuk menghadap. Hamba melihat utusan Kaisar keluar dari Istana Utara,” jawab Yaru menjelaskan tentang hal yang dilihatnya.
Wajah Pangeran Vajra mengeluarkan ekspresi yang tidak enak dipandang. Dia selalu seperti itu ketika membicarakan kakaknya, Pangeran Noan. Walaupun saudara kandung, tapi mereka tidak sedekat itu.
“Bisakah kita tidak kesana? Suasananya pasti tidak menyenangkan. Semuanya tidak berjalan bagus setiap bertemu dengan orang itu,” keluh Pangeran Vajra setelah mendengar laporan Yaru.
Yaru menghela nafas sebentar. “Hambat tahu kenapa Pangeran mendadak tidak ingin pergi kesana. Tapi jika Pangeran tidak muncul, takutnya akan membuat Kaisar tersinggung.”
“Tentu saja. Kaisar bisa saja menghukumku seperti biasanya.”
“Harap Pangeran bisa menahannya untuk sementara.”
Pangeran Vajra menghela nafas panjang. Dia sudah memutuskan hal yang akan dilakukannya. “Baiklah kalau begitu. Kita kesana setelah aku beristirahat sebentar.”
“Pangeran! Pertemuannya dilaksanakan sekarang,” ucap Yaru sambil mengisyaratkan agar Pangeran Vajra berjalan di depannya.
Pangeran Vajra yang baru saja ingin berjalan lagi berhenti mendadak setelah mendengar kata-kata Yaru. Dia berbalik dan terlihat tidak percaya dengan perkataan pengawalnya. Wajahnya menunjukkan rasa kesal yang cukup besar.
“Woaahhh… orang tua itu benar-benar…” ujar Pangeran Vajra dengan suara yang terdengar cukup emosional.
Akhirnya dengan berat hati dan amarah yang akan meledak-ledak, Pangeran Vajra berjalan ke arah sebaliknya. Yaru mengikutinya dari belakang. Dia berusaha untuk meredakan rasa kesal yang sedang dirasakan oleh tuannya. Mereka berdua menuju ke Istana Agung, tempat kediaman Kaisar dan Permaisurinya.
-----***-----
Di dalam Istana Agung, seorang laki-laki menggunakan pakaian khusus keluarga kerajaan. Dia duduk di atas satu-satunya singgasana yang berada di dalam ruangan itu. Di samping laki-laki itu tengah duduk seorang perempuan dengan anggun. Mereka berdua tampak sangat dihormati oleh semua orang yang berada di dalam ruangan itu.
Laki-laki dan perempuan itu adalah Kaisar dan Permaisuri Kerajaan Burumun. Mereka berdua duduk selayaknya pemimpin sebuah negara. Kasim Makhun berdiri tidak jauh dari singgasana Kaisar. Dia adalah penasehat sekaligus pelayan yang selalu berada di dekat Kaisar.
Di depan Kaisar berdiri seorang pemuda yang memakai pakaian sangat mewah dan terlihat agung. Dia adalah Pangeran kedua Kerajaan Burumun, Pangeran Noan. Pangeran Noan terlihat sudah selesai melaporkan tugasnya yang sudah dilaksanakan dengan sangat bagus.
“Aku harap kau mampu mencapai kesuksesanmu di tugas-tugas lainnya,” ucap Kaisar sambil tersenyum senang.
“Terima kasih atas ucapan Yang Mulia. Hamba akan melakukan yang terbaik,” jawab Pangeran Noan.
Kaisar mengalihkan pandangannya kepada Kasim Makhun. Ekspresi wajah yang awalnya bangga mendadak berubah seratu selapan puluh derajat. Dia seperti sedang menahan amarah karena suatu hal.
“Apakah kau sudah pergi ke Istana Selatan?” tanya Kaisar kepada Kasim Makhun.
Kasim Makhun agak membungkuk di hadapan Kaisar. “Sudah, Yang Mulia. Saat itu Pangeran Ketiga sedang ada urusan yang mendesak. Jadi hamba menyampaikan pesan Kaisar kepada Yaru.”
“Tapi kenapa dia belum datang juga? Apakah seperti ini sikap menghormati ayahnya sendiri?”, geram Kaisar. Nadanya sudah meninggi.
“Hamba mohon Yang Mulia tenang. Mungkin dia sedang dalam perjalanan. Anda sendiri tahu bagaimana kesibukan Pangeran Ketiga. Hamba mohon kepada Kaisar untuk menenangkan diri,” ucap Permaisuri menenangkan Kaisar.
Kaisar yang mulai marah berusaha meredakan emosinya. Dia harus tetap kelihatan tenang di depan orang lain. Itu adalah salah satu kewajiban seorang Kaisar untuk dapat mengendalikan dirinya. Hal itu juga dapat merugikan dirinya sendiri karena dapat menghilangkan martabatnya.
“Yang Mulia,” ucap Pangeran Noah sambil memberi hormat kepada Kaisar. “Apakah pertemuan ini harus tetap menunggu Adik Ketiga? Jika berada di pertemuan umum, menunggu orang yang tidak bisa datang tepat waktu seperti itu akan membuang-buang waktu.”
Kaisar terdiam. Dia tengah merenungkan perkataan Pangeran Noan yang terdengar masuk akal. Namun, jika Kaisar mengabaikan Pangeran Noah lagi, hal ini akan membuat hubungan kakak-beradik tersebut semakin rumit. Dia tidak ingin terlihat seperti pilih kasih. Bagaimanapun juga Pangeran Kedua dan Pangeran Ketiga adalah anak kandung dari Kaisar sendiri.
“PANGERAN KETIGA SUDAH TIBA!” teriak penjaga pintu.
Tidak lama kemudian Pangeran Vajra masuk ke dalam ruangan Kaisar. Dia memakai pakaian yang tidak kalah bagus dari Pangeran Noan. Pangeran Vajra berjalan dengan anggun dan penuh kebanggan diri. Melihat saudara mudanya berjalan dengan penuh wibawa, Pangeran Noan memalingkan wajahnya.“Hamba Vajra, memberi hormat kepada Yang Mulia,” ucap Vajra setelah berada di hadapan Kaisar. Dia mengucapkan salam itu sambil berlutut dan memberi hormat kepada Kaisar.Kaisar hanya diam saja melihat Vajra memberi hormat kepadanya. Ketika seseorang memberi hormat kepada Kaisar, dia harus menunggu hingga Kaisar menyuruhnya berdiri. Jika Kaisar belum menyuruhnya berdiri maka dia harus tetap diam. hal ini yang membuat Pangeran Vajra tetap berlutut.Permaisuri memegang tangan Kaisar yang sedang menghukum Pangeran Vajra. “Yang Mulia, Pangeran Ketiga sudah berlutut lama. Dia pasti sudah menyadari kesalahannya.”“Apakah benar Pangeran Ketiga sudah mengetahui apa alasan dia terus berlutut seperti itu?” tanya Kaisa
Kaisar dan Permaisuri berjalan meninggalkan aula dan diikuti oleh Kasim Makhun. Pangeran Vajra dan Pangeran Noan berdiri dan saling berhadapan. Mereka tampak seperti dua jenderal perang yang terlibat dalma perang dingin. Masing-masing pihak tampak diam dan mengamati lawannya.“Sungguh prestasi yang membanggakan, Adik Ketiga,” puji Pangeran Noan sambil menghampiri adiknya. “Kau dan strategimu memang sangat hebat.”Pangeran Vajra tersenyum palsu. “Kakak Kedua juga tidak kalah menakjubkan. Bisa menutup kasus penggelapan pajak para pejabat dengan sukses.”“Ahh… kau terlalu menyanjungku. Kita diberi tugas langsung dari ayahanda. Tentunya harus melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh,” ucap Pangeran Noan merendah.Pangeran Noan memberi isyarat kepada adiknya agar keluar bersama dari aula. Pangeran Vajra mengikuti isyarat kakaknya. Dari sini memang terlihat mereka berdua tampak seperti saudara yang saling menyayangi dan mendukung. Akan tetapi, hal yang sebenarnya mereka rasakan berbanding
Dia merasa sangat terkejut karena melihat berbagai makanan ketika sudah berada di dalam ruangan. Vajra sudah mengambil tempat di depan meja yang penuh dengan makanan. Dia memberi isyarat kepada Ziu untuk segera duduk di hadapannya. Ziu pun menurut. Dia langsung menuju ke meja yang sama dengan Vajra.“Sekarang silahkan makan terlebih dahulu. Bercakap-cakap saat perut yang kosong tidak akan menghasilkan apapun,” ucap Vajra yang mempersilahkan Ziu untuk menyantap makanan di hadapannya terlebih dahulu.Senyuman lebar terlihat di wajah Ziu. Dia memang sudah lapar karena belum ada makanan yang masuk ke dalam perutnya sejak pagi. Ziu segera mengambil sumpit dan mengambil makanan yang berada di atas meja. Dia makan dengan sangat lahap.Vajra melemparkan pandangannya kepada Yaru yang berdiri di dekatnya. Salah satu alis Vajra naik menandakan rasa heran terhadap kejadian unik di hadapannya. Yaru menggeleng tanda bahwa dia juga tidak mengerti tentang apa yang sedang dilihatnya itu. Vajra mengali
Dia merasa sangat terkejut karena melihat berbagai makanan ketika sudah berada di dalam ruangan. Vajra sudah mengambil tempat di depan meja yang penuh dengan makanan. Dia memberi isyarat kepada Ziu untuk segera duduk di hadapannya. Ziu pun menurut. Dia langsung menuju ke meja yang sama dengan Vajra. “Sekarang silahkan makan terlebih dahulu. Bercakap-cakap saat perut yang kosong tidak akan menghasilkan apapun,” ucap Vajra yang mempersilahkan Ziu untuk menyantap makanan di hadapannya terlebih dahulu. Senyuman lebar terlihat di wajah Ziu. Dia memang sudah lapar karena belum ada makanan yang masuk ke dalam perutnya sejak pagi. Ziu segera mengambil sumpit dan mengambil makanan yang berada di atas meja. Dia makan dengan sangat lahap. Vajra melemparkan pandangannya kepada Yaru yang berdiri di dekatnya. Salah satu alis Vajra naik menandakan rasa heran terhadap kejadian unik di hadapannya. Yaru menggeleng tanda bahwa dia juga tidak mengerti tentang apa yang sedang dil
“Asal? A-apa itu harus ku ceritakan juga? I-itu terlalu jauh kurasa,” ungkap Ziu yang mencoba mengalihkan pembicaraan tak menguntungkan ini.“Kenapa? Kau tidak bisa menyebutkan tempat asalmu?” tanya Vajra dengan tenang.Ziu berpura pura batuk. Dia mengambil gelas dan meminum airnya sedikit-demi sedikit. Ziu melakukan hal ini untuk mengulur waktu sembari berpikir keras untuk menemukan jawaban dari pertanyaan Vajra.“Ziu?”“”Renasa!” seru Ziu setelah menurunkan gelasnya ke atas meja dengan ayunan yang cukup keras sehingga mengeluarkan bunyi yang cukup keras.Vajra dan Yaru merasa kaget mendengar suara yang muncul secara mendadak itu. Namun, mereka berdua berusaha untuk terlihat tetap tenang agar tidak merasa malu. Di dalam dunia aslinya, Ziu memang ahli dalam membuat jantung orang lain berhenti berdetak. Keistimewaan itu terbawa walaupun dia telah berpindah ke dunia lain.“Dari Renasa,” lanjut Ziu mengucapkan nama yang muncul di kepalanya.Ziu mengingat nama itu. Dia pernah membaca buku
“Hanya benda kecil yang aku miliki. Dengan ini, kau bisa memerintahkan pasukan kecilku untuk bergerak sesuai dengan kehendakmu,” jawab Vajra dengan santai.“Benarkah itu?” tanya Ziu yang seakan hanya sekedar ingin tahu. “Berapa jumlahnya?”Vajra mendekatkan kepalanya kepada Ziu. Ziu tahu jika itu adalah isyarat untuk membicarakannya pelan-pelan. Dia melakukan hal yang sama.“Rahasia,” ucap Vajra berbisik perlahan. Lalu duduk seperti semula lagi dengan wajah tanpa ekspresi miliknya.Ziu tidak menyangka akan mendengarkan hal yang sia-sia seperti itu. Dia lebih tidak menyangka lagi jika laki-laki di depannya akan melakukan hal yang kekanak-kanakan. Rasa kesal menyelimuti perasaan Ziu. Dia yakin wajahnya pun menampilkan hal yang sama.“Apakah ada benda yang lain yang ikut terjatuh kepadaku?” Ziu hampir melupakan keberadaan buku kuno yang sepertinya terlihat berada tak jauh darinya sebelum pingsan.“Tidak ada apapun yang ikut denganmu,” jawab Vajra tanpa berpikir.“Kau yakin?”“Tentu saja.
Keesokan harinya Ziu mulai berkeliling di sekitar tempat tinggal barunya. Dia tampak berjalan-jalan bersama Khani. Namun, sebenarnya itu hanya sebuah kamuflase. Ziu sejatinya sedang mencari informasi mengenai keadaan di tempat itu. Hal ini sebagai salah satu cara untuk masuk ke dalam ruangan rahasia yang dibicarakan oleh Khani.Banyak pelayan yang sedang sibuk melakukan tugasnya di pagi itu. Beberapa pelayan terlihat sedang menyapu halaman dan merapikan rumput ataupun tumbuhan. Ada juga yang sedang membersihkan sisi bangunan yang tampak kotor.Di tempat terpisah, terdapat pelayan yang membersihkan kolam air. Mereka semua bekerja tanpa banyak bicara sehingga pekerjaannya tidak akan berlangsung lama. Vajra memang meminta mereka untuk fokus kepada kewajiban yang harus dilaksanakan terlebih dahulu. Hal itu akan melatih para pelayannya agar lebih tertib saat berperilaku.Setelah beberapa saat Ziu berjalan memperhatikan keadaan di sekitar kediaman Vajra, dia berdiri m
Ziu kemudian membalikkan badannya sehingga menghadap ke arah Khanti. Dia hendak menjelaskan sesuatu kepada gadis yang menatapnya dari bawah. Khanti penasaran dan sangat ingin tahu maksud dari ucapan majikannya tadi.“Sebelum berada di sini, aku adalah seorang kurator museum yang sangat dihormati oleh para karyawanku. Aku pernah terkunci di dalam museum seorang diri karena tertidur di kamar mandi. Aku terpaksa harus mencari jalan keluar dengan cara memanjat tembok dari taman. Saat itu pun aku bahkan melakukannya dengan menggunakan alas kaki yang tidak nyaman dan aku berhasil,” tutur Ziu dengan panjang lebar.Gadis nekat itu pun kembali melakukan usaha untuk memanjat dinding di hadapannya. Lagi-lagi Khani melarang dan menghalangi usaha majikannya itu. Dia terus memegangi kaki Ziu sehingga membuat nona mudanya semakin kesulitan memanjat dinding.Ziu menghentikan usahanya. Dia diam dan tampak berpikir sebentar. “Akan memakan waktu lama jika begini.