Share

LEMBAR KE-7

Author: DAVOBI
last update Last Updated: 2022-04-03 21:00:21

Perempuan dan pendekar berbaju hitam mendarat dengan selamat. Mereka masih berpandangan dan berpegangan satu sama lain ketika sudah mendarat di atas tanah. Mereka berdua berada dalam posisi seperti itu dalam beberapa saat. Tidak berapa lama akhirnya mereka berdua sadar. Pendekar dan perempuan itu masing-masing melepaskankan pegangannya.

“Te-te-terima kasih atas pertolonganmu,” ucap perempuan itu sambil merapikan pakaiannya.

“Sa-sama-sama. Bukan hal yang sulit,” jawab pendekar dengan salah tingkah.

Perempuan asing yang merapikan pakaiannya itu mendadak berhenti bergerak. Dia baru menyadari jika ada yang aneh pada dirinya. Perempuan itu memakai baju kuno yang dikenali sebagai pakaian pada masa kerajaan. Pakaian yang hanya pernah dia lihat di film atau drama kolosal.

“Kenapa aku memakai pakaian seperti ini?” tanyanya dalam hati. Dia membolak-balik pakaiannya seakan tidak percaya dengan apa yang dipakainya saat ini.

“Siapa kau? Kenapa gadis sepertimu ada di tempat seperti ini?” tanya sang pendekar sambil melihat perempuan tersebut agak curiga.

Perempuan tersebut berhenti melihat pakaiannya dan menatap pendekar di depannya. “Ziu. Panggil aku Ziu. Kau?”

“Kau beruntung bisa bertemu denganku. Namaku Pangeran Vajra. Aku adalah seorang…”

Belum selesai pendekar bernama Pangeran Vajra menyelesaikan perkatannya, salah satu bandit bangkit sambil bersiap untuk menyerang. Ternyata bandit itu pura-pura pingsan agar bisa menyerang secara diam-diam. Ketika sang pendekar membelakanginya, dia berlari maju sambil mengeluarkan sebuah tinju yang diselimuti tenaga dalam.

Ziu, yang baru saja memperkenalkan dirinya kepada Pangeran Vajra, mengetahui serangan bandit tersebut. Dia mendorong Pangeran Vajra ke samping agar tidak terluka. Namun naas, pukulan bandit tersebut malah mengarah kepada Ziu dan mengenai bagian dadanya dengan telak.

Pangeran Vajra yang ingin membela diri melihat bandit itu berdiri terdiam. Ada pedang yang menembus dadanya. Rupanya pedang itu milik pengawal sang pendekar. Dia melemparnya untuk menghalangi serangan bandit tersebut, tapi gagal. Terdapat pasukan yang menyusul di belakangnya. Pasukan itu meringkus bandait-bandit yang sudah terkapar di tanah.

“Pangeran!” panggil pengawal tersebut. Dia berlari mendekati pendekar berbaju hitam. “Anda tidak apa-apa?”

“Aku tidak apa-apa. Segera periksa gadis itu,” ujarnya sambil menunjuk perempuan yang sudah menyelamatkannya tadi.

Pengawal itu memeriksa perempuan yang menyelamatkan tuannya. “Dia masih hidup. Cuma pingsan, Pangeran.”

“Kalau begitu kita kembali. Bawa bandit-bandit tadi, sekaligus perempuan itu. sekaligus segera periksa dan obati. Dia terkena pukulan dari seorang pendekar. Pasti akan berdampak pada tubuhnya. Dia tidak boleh kenapa-kenapa. Bagaimanapun juga gadis itu sudah berjasa besar,” ucap Pangeran Vajra yang merasa khawatir dengan keadaan Ziu yang terbaring pingsan di dekatnya.

Pangeran Vajra menatap perempuan yang sedang pingsan itu. Ada banyak hal yang ingin dia tanyakan ketika perempuan itu bangun.

-----***-----

Ziu terbaring di sebuah ranjang. Di sampingnya ada tabib yang sudah selesai memeriksa kondisinya. Di dekat tabib berdiri Pangeran Vajra dan pengawalnya, Yaru. Tidak jauh dari sana berdiri seorang pelayan perempuan.

“Sekarang beritahukan bagaimana keadaan Nona yang kau periksa?” tanya Pangeran Vajra kepada tabib yang sudah merapikan perlengkapannya.

Tabib itu berlutut dengan penuh hormat kepada Pangeran Vajra. “Nona ini hanya terluka sedikit. Beruntung tenaga dalam yang menyerangnya tidak berjumlah besar. Dengan minum obat dan beristirahat dengan cukup, Nona akan sehat dengan cepat.”

Pangeran Vajra mengangguk menandakan dirinya paham penjelasan dari tabib. “Apakah ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh dia?”

“Nona tidak boleh melakukan aktifitas yang terlalu berat terlebih dahulu. Hal ini untuk mempercepat kesembuhannya.” Tabib tersebut memberi penjelasan tambahan. Pangeran Vajra mengangguk lagi tanda paham.

“Baiklah. Terima kasih atas kerja kerasmu, Tabib Lim. Kau boleh pergi. Aku minta tolong agar kau merahasiakan tentang hal ini,” pinta Pangeran Vajra sambil berbisik kepada Tabib Lim.

Tabib Lim mengangguk. “Baik, Pangeran. Akan hamba lakukan seperti yang Pangeran katakan.”

Pangeran Vajra tersenyum. Dia memberi isyarat kepada Yaru untuk mengantar Tabib Lim keluar. Yaru mengangguk. Dia mempersilahkan Tabib Lim untuk keluar bersamanya.

“Khani, kemarilah!” panggil Pangeran Vajra kepada pelayan perempuan yang berdiri tak jauh dari tempatnya.

Pelayan yang dipanggil oleh Pangeran Vajra berjalan mendekat. Dia tampaknya sangat patuh kepada Pangeran Vajra. Khani berhenti setelah berada di depan Pangeran Vajra. Dia kemudian memberi hormat.

“Aku punya tugas yang harus kau lakukan,” ucap Pangeran Vajra.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-33

    Vajra berpaling dan pergi dari tempatnya berdiri tanpa mengatakan apa-apa lagi. Bahkan, dia tak bergeming ketika mendengar suara lantang dari Ziu. Vajra tetap berjalan meninggalkan Ziu yang masih berada di atas tembok dinding. Khani menghembuskan nafas panjang karena merasa lega melihat respon Vajra. Dia merasa bebas dari hukuman yang berat. Di dalam hati, Khani terus mengucap syukur atas hal baik yang baru saja dia alami. “Sial! Aku gagal lagi. Kalau begitu aku harus mencari cara lain lagi untuk melarikan diri sebelum kembali ke rumahku,” ucap Ziu yang tak punya pilihan lain. Wajah Khani menegang. “Nona Ziu, apa yang anda katakan? Anda tidak bisa pergi!” Ziu tidak mengindahkan perkataan Khani. Wajahnya tampak sudah dipenuhi tekad yang benar-benar kuat untuk pergi. “Nona, dengarkan aku! Tidakkah anda ingin menemukan buku kuno itu?” tanya Khani yang tiba-tiba membahas tentang benda yang dicari oleh majikannya. Perlahan Ziu mulai melihat mendengarkan. Usaha Khani untuk menarik per

  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-32

    Pintu keluar tempat tinggal Ziu tergeser perlahan. Kepala Ziu keluar sedikit untuk memeriksa keadaan sekitar. Tidak tampak satu pun penjaga yang lalu-lalang di sekeliling ruangannya. Tanpa pikir panjang lagi Ziu kemudian bergegas keluar.“Nona! Nona!” Khani terus memanggil majikannya sambil berlari mengejar Ziu.Ziu yang sudah berniat berlari dengan kecepatan penuh tiba-tiba mengurangi laju langkah kakinya. Dia tidak ingin suara Khani sampai membuat para pelayan ataupun penjaga kediaman berkumpul.“Nona, anda benar-benar tidak boleh pergi dari sini,” cegah Khani sambil memegangi tangan Ziu. “Hamba mohon, Nona.”“Kau sudah mencari selama satu hari penuh tapi belum menemukannya sama sekali. Hal itu berarti benda yang kita cari tidak ada di tempat ini,” tutur Ziu menjelaskan alasannya ingin pergi dari kediaman. “Lalu, mengapa aku harus bertahan untuk tetap tinggal di sini? Kita pergi saja ke tempat lain.”Ziu melepaskan genggaman tangan Khani. Dia segera melangkahkan kakinya lagi menyusu

  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-31

    Ziu diam saja mendengar pertanyaan Khani. Di satu sisi dia tidak ingin bertemu dengan orang menyebalkan itu lagi. Namun, di sisi lain kata-kata pelayannya itu terasa masuk akal. Ziu merasa bingung dengan hal yang harus dipilihnya.“Nona, kita harus meninggalkan kesan yang baik padanya. Di masa depan, dia akan memperlakukanmu lebih baik karena hal itu. sejak malam pernikahan kemarin, anda belum pernah sekalipun mengunjungi dia,” ucap Khani memberikan pendapatnya.“Aku tidak akan melakukan hal itu!” Putri mulai meninggikan suaranya sambil menarik kaki yang tengah dipijat oleh pelayannya itu. Wajahnya menunjukkan keengganan untuk melakukan saran dari Khani.“Dia lebih baik mengabaikan aku saja. Bagaimanapun, cepat atau lambat akuakan pergi dari sini. Mengapa aku harus berusaha untuk mengambil hatinya?” protes Ziu secara terus terang. “Pangeran Ketiga memang terlihat tampan. Namun, dia juga mempunya banyak wanita simpanan ya

  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-30

    Selir Sinaksa dan Selir Yurian tertawa geli melihat Ziu terjatuh begitu keras. Mereka segera menyembunyikan rasa senangnya karena tidak ingin terlihat sengaja melakukannya. Mereka berdua melakukan hal itu hanya demi kesenangan semata.Ziu terbangun setelah beberapa saat tidakbergerak di lantai. Dari raut wajahnya bisa terlihat bahwa dirinya merasa kesakitan. Khani masih merasa khawatir walaupun Nonanya sudah sadar.“Nona, apa kau baik-baik saja?” tanya Khani sambil membantu Ziu duduk di lantai.“Ouch! Bagaimana aku tadi bisa jatuh? Rasanya sangat menyakitkan,” keluh Ziu yang akhirnya bisa duduk. Dia melihat bagian tubuhnya yang terasa sakit.Khani juga ikut memeriksa tubuh majikannya. Dia melihat wajah Ziu dengan seksama. Seusai melihat wajah Nona Mudanya, Khani menunjukkan ekspresi terkejut, tetapi juga senang secara bersamaan. Wanita yang kini dihadapannya bukan Ziu yang lemah lembut lagi.“Nona Ziu,” panggil K

  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-29

    Di dalam Istana Wula, tempat tinggal Anmu Ziu sebagai Putri Permaisuri Ketiga telah kedatangan dua wanita yang tidak dikenal oleh Ziu. Seorang wanita mengenakan pakaian berwarna kuning berdiri dengan sangat tenang. Sedangkan di belakangnya perempuan berpakaian warna ungu menunggu dengan wajah masam.Mereka berdua sedang menunggu Ziu yang tengah bersiap-siap terlebih dahulu. Keduanya ingin bertemu dengan perempuan yang telah dipilih langsung oleh Pangeran Ketiga sebagai permaisuri. Khani berdiri dengan tenang namun penasaran ketika melihat kedua orang asing tersebut.Setelah beberapa saat menunggu, Ziu yang sudah berganti pakaian keluar. Busana berwarna biru langit membalut tubuhnya seolah-olah mengeluarkan auranya sebagai seorang permaisuri. Hiasan di kepalaZiu cukup sederhana tapi terasa sangat cocok dengan wajah cantiknya.“Selir Sinaksa memberi salam kepada Putri Permaisuri Ketiga,” ujar perempuan berbaju ungu sambil memberi hormat. Ziu dapat meli

  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-28

    Khani tersenyu mendengar Nona Mudanya bicara dengan terbata-bata. “Tadi malam, Pangeran Ketiga datang melihat Nona. Beliau hanya masuk sebentar, lalu pergi. Anda dan Pangeran Ketiga tidak melakukan malam pertama”Ziu menghela nafas panjang dan tersenyum lega. Dia merasa nyaman karena tidak terjadi apa-apa dengannya tadi malam. Ziu tidak akan canggung atau malu bertemu jika setelah ini bertemu dengan Pangeran Kedua.“Lalu, apakah Pangeran Kedua datang?” tanya Ziu dengan wajah penasarannya.“Pangeran Kedua memang datang. Tapi anda memanggil Pangeran Ketiga dengan kata-kata itu tepat ketika Pangeran Kedua berada di luar ruangan ini. Dia marah dan pergi begitu saja,” cerita Khani mengenang kejadian semalam.Wajah Ziu yang mulanya terlihat ceria kini berubah bingung. “Bagaimana aku memanggil Pangeran Ketiga?”“Suamiku… cepatlah masuk! Aku tak bisa menunggu lagi,” ujar Khani menirukan Ziu ketika memanggil Pangeran Ketiga. “Nona, waktu itu anda memanggilnya seperti itu.”Ziu benar-benar tida

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status