Ziu, seorang kurator yang mendapatkan sebuah buku misterius, tiba-tiba masuk ke sebuah zaman kerajaan yang tidak dia ketahui. Di sana, dia bertemu dengan Vajra—Pangeran Ketiga dari Kerajaan Burumun—yang menyamar menjadi kepala pasukan pengawal kediaman istana. Dengan bantuan Vajra, Ziu pun mulai mencari tahu tentang buku kunonya dan cara kembali ke dunianya. Namun, dia mendadak terjebak di dalam masalah yang serius. Entah mengapa, dia berada di antara perselisihan Pangeran Vajra dan Pangeran Noan! Selain, itu ada rasa cinta muncul di dalam diri Ziu pada salah satu pangeran. Bisakah Ziu merelakan cintanya dan kembali pulang ke tempat asalnya? Atau, lebih baik untuk selamanya di zaman baru ini?
View MoreDentingan pedang yang beradu, asap dari api yang berkobar, bau anyir darah, dan teriakan kesakitan membumbung ke udara. Ada yang tersayat pedang, tertusuk tombak, bahkan kehilangan anggota badannya. Manusia yang ada di sana telah kehilangan hatinya. Mereka sibuk membantai sesamanya untuk mendapatkan kemenangan.
Seorang perempuan berjalan terhuyung-huyung di tengah perang tersebut. Tangannya memegang pedang yang berlumuran darah. Wajahnya begitu pucat dan air mata jatuh membasahi pipinya. Dia sudah merasa muak berada di sana. Perempuan itu mulai berlari sekuat tenaga untuk menjauh. Tiba-tiba ada suara yang memanggilnya dari kejauhan.
“Ziu!!!”
-----***-----
Seorang perempuan terbangun dari tidurnya. Kepalanya berada di atas berkas-berkas laporan tentang berbagai benda seni dari berbagai zaman. Komputer di mejanya dibiarkan menyala saat dia tertidur. Di samping mejanya terdapat lemari kaca besar yang berisi bermacam-macam buku tentang seni.
Perempuan itu mengangkat kepalanya perlahan. Dia merasa agak pusing karena tidak bisa tertidur dengan nyenyak. Sebuah id card lengkap dengan foto perempuan tersebut yang tergantung berada di depan dadanya.
Ziu Kirzana. Itu adalah nama yang tertulis di id card miliknya.
Setelah menguap dan menggosok kedua matanya, dia meregangkan badan sebentar. Dia melihat jam di mejanya yang masih berada di pukul sembilan malam. Kemudian dia menyandarkan tubuhnya ke kursi. Ziu memutar kursinya sehingga menghadap ke jendela di belakangnya. Matanya terpejam. Ziu tidak tisur lagi dalam posisi itu. Dia tampak sedang berusaha mengembalikan kesadarannya yang belum seratus persen.
Keadaan ruangannya yang hening sama sekali tidak membuatnya takut. Dia malah menyukai keadaan itu. Suara langkah kaki yang terburu-buru memecah keheningan malam itu. Ziu merasa langkah kaki itu terasa mendekat ke arah ruangannya.
Seseorang mengetuk pintu ruangan Ziu. Ziu yang masih terpejam tidak bergeming. Pintu ruangan Ziu terbuka lalu menutup tidak lama kemudian. Langkah kaki itu mendekat kepadanya.
“Kurator Ziu,” panggil seorang perempuan sambil berjalan. Dia memakai kacamata bulat dengan frame tebal. Perempuan itu tampak terburu-buru.
“Hemm…,” jawab Ziu yang belum beranjak dari tempatnya. Dia masih menyandarkan tubuhnya dengan mata yang terpenjam.
“Ada benda yang baru datang. Anda harus memeriksanya,” lapor perempuan tersebut sambil meletakkan sebuah berkas di meja Ziu.
Ziu membuka matanya. Matanya terlihat masih sayu. Dia menguap lagi dan tampak masih mengantuk. Setelah memutar kursinya, Ziu melihat ada beberapa berkas baru di atas berkas-berkas lamanya yang berserakan di atas meja. Ziu engambil berkas yang dibawa oleh perempuan tadi.
“Anda begadang lagi? Itu sungguh tidak bagus, Miss. Anda selalu memaksakan tubuh anda untuk bekerja sampai pagi hampir setiap hari,” ucap perempuan berkacamata itu dengan nada kesal.
Selain dipanggil dengan sebutan Kurator, Ziu juga sering dipanggil dengan nama Miss oleh para karyawan atau pekerja di museum itu. Awalnya itu hanya dilakukan oleh perempuan berkacamata.
Namun, sekarang panggilan itu berlaku bagi semua orang. Ziu sendiri tidak mempermasalahkan hal itu sepanjang pekerjaan mereka memuaskan.
Ziu mengabaikan perkataan perempuan di depannya. Dia lebih memilih kembali melihat-lihat berkas-berkas di mejanya.
“Lukisan? Darimana asal lukisan ini, Tena?” tanya Ziu kepada perempuan itu sambil membuka beberapa lembar berkas di depannya.
Perempuan berkacamata yang mengantarkan berkas-berkas tadi bernama Tena. Dia adalah asisten Ziu di museum itu.
“Lukisan itu berasal dari Korea, Miss. Itu adalah sumbangan dari seseorang yang tidak ingin disebutkan namanya. Mereka mengirimkankan lukisan itu kesini bersamaan dengan barang yang telah disepakati saat rapat kemarin,” jelas Tera sambil melihat buku catatannya.
“Banyak rumor tentang lukisan itu. Ada yang menyebutkan lukisan itu sangat bagus, namun jika terus diperhatikan akan terlihat menyedihkan,” tambahnya.
Ziu mengernyitkan dahinya. Dia menjadi agak penasaran dengan lukisan yang dimaksud. Ziu harus memeriksa lukisan itu terlebih dahulu. Dia harus memastikan kualitas lukisan dan ukurannya sebelum memasang di dalam museum.
Ziu pergi ke gudang penyimpanan bersama dengan Tena. Di dalam gudang sudah ada beberapa karyawannya yang memulai pemeriksaan. Lukisan yang ingin diperiksa sudah dikeluarkan dari tempatnya. Lukisan itu masih terbungkus kain putih.
Ketika kain putih itu dibuka, tampak lukisan seseorang dengan pakaian zaman kerajaan yang memandang ke arah sebuah bangunan. Ziu memberi kode kepada Tena agar memberikan penjelasan mengenai lukisan tersebut.
“Lukisan ini berasal dari masa Kerajaan Burumun. Orang yang berdiri di lukisan ini adalah salah satu Kaisar yang terkenal pada masanya, Kaisar Vajara. Beliau adalah Kaisar kesembilan dari kerajaan tersebut,” jelas Tena sambil membaca catatannya
Di dalam lukisan itu, Kaisar Vajara terlihat sedang melihat Istana Selatan sambil mengenang orang yang dicintainya.” Tena menyelesaikan penjelasannya. Ziu mendengar penjelasan Tena sambil berjalan mengitari lukisan tersebut.memeriksa segala sisi dan aspek.
“Orang yang dicintai? Pasti lukisan ini dibuat untuk permaisurinya,” ucap Ziu setelah selesai memeriksa lukisan itu. Dia kembali melihat lukisan dari depan.
“Sepertinya Kaisar Vajara tidak pernah menikah, Miss,” ujar Tena sambil membolak-balik catatannya. Dia terlihat seolah-olah sedang mengoreksi perkataan Ziu.
Ziu mengangkat salah satu alisnya. Ini hal yang baru baginya. Bagi Ziu, Raja yang diceritakan oleh Tena sangat unik. Menurut Ziu, jarang sekali ada raja yang tidak menikah pada zaman itu. Menikah bukan hanya untuk menghasilkan keturunan, tetapi dapat dijadikan sebagai alat untuk menguntungkan kerajaannya juga.
“Apa jangan-jangan Kaisar Vajara punya wanita simpanan yang tidak pernah diketahui oleh siapapun?” gumam Ziu dalam hati.
Baiklah, Kaisar Vajara sudah membuat Ziu tertarik dengan kehidupannya. Dia menjadi penasaran sekarang. Bagaimanapun, Ziu akan mencari informasi mengenai Kaisar Vajara yang terdapat dalam lukisan di depannya.
Vajra berpaling dan pergi dari tempatnya berdiri tanpa mengatakan apa-apa lagi. Bahkan, dia tak bergeming ketika mendengar suara lantang dari Ziu. Vajra tetap berjalan meninggalkan Ziu yang masih berada di atas tembok dinding. Khani menghembuskan nafas panjang karena merasa lega melihat respon Vajra. Dia merasa bebas dari hukuman yang berat. Di dalam hati, Khani terus mengucap syukur atas hal baik yang baru saja dia alami. “Sial! Aku gagal lagi. Kalau begitu aku harus mencari cara lain lagi untuk melarikan diri sebelum kembali ke rumahku,” ucap Ziu yang tak punya pilihan lain. Wajah Khani menegang. “Nona Ziu, apa yang anda katakan? Anda tidak bisa pergi!” Ziu tidak mengindahkan perkataan Khani. Wajahnya tampak sudah dipenuhi tekad yang benar-benar kuat untuk pergi. “Nona, dengarkan aku! Tidakkah anda ingin menemukan buku kuno itu?” tanya Khani yang tiba-tiba membahas tentang benda yang dicari oleh majikannya. Perlahan Ziu mulai melihat mendengarkan. Usaha Khani untuk menarik per
Pintu keluar tempat tinggal Ziu tergeser perlahan. Kepala Ziu keluar sedikit untuk memeriksa keadaan sekitar. Tidak tampak satu pun penjaga yang lalu-lalang di sekeliling ruangannya. Tanpa pikir panjang lagi Ziu kemudian bergegas keluar.“Nona! Nona!” Khani terus memanggil majikannya sambil berlari mengejar Ziu.Ziu yang sudah berniat berlari dengan kecepatan penuh tiba-tiba mengurangi laju langkah kakinya. Dia tidak ingin suara Khani sampai membuat para pelayan ataupun penjaga kediaman berkumpul.“Nona, anda benar-benar tidak boleh pergi dari sini,” cegah Khani sambil memegangi tangan Ziu. “Hamba mohon, Nona.”“Kau sudah mencari selama satu hari penuh tapi belum menemukannya sama sekali. Hal itu berarti benda yang kita cari tidak ada di tempat ini,” tutur Ziu menjelaskan alasannya ingin pergi dari kediaman. “Lalu, mengapa aku harus bertahan untuk tetap tinggal di sini? Kita pergi saja ke tempat lain.”Ziu melepaskan genggaman tangan Khani. Dia segera melangkahkan kakinya lagi menyusu
Ziu diam saja mendengar pertanyaan Khani. Di satu sisi dia tidak ingin bertemu dengan orang menyebalkan itu lagi. Namun, di sisi lain kata-kata pelayannya itu terasa masuk akal. Ziu merasa bingung dengan hal yang harus dipilihnya.“Nona, kita harus meninggalkan kesan yang baik padanya. Di masa depan, dia akan memperlakukanmu lebih baik karena hal itu. sejak malam pernikahan kemarin, anda belum pernah sekalipun mengunjungi dia,” ucap Khani memberikan pendapatnya.“Aku tidak akan melakukan hal itu!” Putri mulai meninggikan suaranya sambil menarik kaki yang tengah dipijat oleh pelayannya itu. Wajahnya menunjukkan keengganan untuk melakukan saran dari Khani.“Dia lebih baik mengabaikan aku saja. Bagaimanapun, cepat atau lambat akuakan pergi dari sini. Mengapa aku harus berusaha untuk mengambil hatinya?” protes Ziu secara terus terang. “Pangeran Ketiga memang terlihat tampan. Namun, dia juga mempunya banyak wanita simpanan ya
Selir Sinaksa dan Selir Yurian tertawa geli melihat Ziu terjatuh begitu keras. Mereka segera menyembunyikan rasa senangnya karena tidak ingin terlihat sengaja melakukannya. Mereka berdua melakukan hal itu hanya demi kesenangan semata.Ziu terbangun setelah beberapa saat tidakbergerak di lantai. Dari raut wajahnya bisa terlihat bahwa dirinya merasa kesakitan. Khani masih merasa khawatir walaupun Nonanya sudah sadar.“Nona, apa kau baik-baik saja?” tanya Khani sambil membantu Ziu duduk di lantai.“Ouch! Bagaimana aku tadi bisa jatuh? Rasanya sangat menyakitkan,” keluh Ziu yang akhirnya bisa duduk. Dia melihat bagian tubuhnya yang terasa sakit.Khani juga ikut memeriksa tubuh majikannya. Dia melihat wajah Ziu dengan seksama. Seusai melihat wajah Nona Mudanya, Khani menunjukkan ekspresi terkejut, tetapi juga senang secara bersamaan. Wanita yang kini dihadapannya bukan Ziu yang lemah lembut lagi.“Nona Ziu,” panggil K
Di dalam Istana Wula, tempat tinggal Anmu Ziu sebagai Putri Permaisuri Ketiga telah kedatangan dua wanita yang tidak dikenal oleh Ziu. Seorang wanita mengenakan pakaian berwarna kuning berdiri dengan sangat tenang. Sedangkan di belakangnya perempuan berpakaian warna ungu menunggu dengan wajah masam.Mereka berdua sedang menunggu Ziu yang tengah bersiap-siap terlebih dahulu. Keduanya ingin bertemu dengan perempuan yang telah dipilih langsung oleh Pangeran Ketiga sebagai permaisuri. Khani berdiri dengan tenang namun penasaran ketika melihat kedua orang asing tersebut.Setelah beberapa saat menunggu, Ziu yang sudah berganti pakaian keluar. Busana berwarna biru langit membalut tubuhnya seolah-olah mengeluarkan auranya sebagai seorang permaisuri. Hiasan di kepalaZiu cukup sederhana tapi terasa sangat cocok dengan wajah cantiknya.“Selir Sinaksa memberi salam kepada Putri Permaisuri Ketiga,” ujar perempuan berbaju ungu sambil memberi hormat. Ziu dapat meli
Khani tersenyu mendengar Nona Mudanya bicara dengan terbata-bata. “Tadi malam, Pangeran Ketiga datang melihat Nona. Beliau hanya masuk sebentar, lalu pergi. Anda dan Pangeran Ketiga tidak melakukan malam pertama”Ziu menghela nafas panjang dan tersenyum lega. Dia merasa nyaman karena tidak terjadi apa-apa dengannya tadi malam. Ziu tidak akan canggung atau malu bertemu jika setelah ini bertemu dengan Pangeran Kedua.“Lalu, apakah Pangeran Kedua datang?” tanya Ziu dengan wajah penasarannya.“Pangeran Kedua memang datang. Tapi anda memanggil Pangeran Ketiga dengan kata-kata itu tepat ketika Pangeran Kedua berada di luar ruangan ini. Dia marah dan pergi begitu saja,” cerita Khani mengenang kejadian semalam.Wajah Ziu yang mulanya terlihat ceria kini berubah bingung. “Bagaimana aku memanggil Pangeran Ketiga?”“Suamiku… cepatlah masuk! Aku tak bisa menunggu lagi,” ujar Khani menirukan Ziu ketika memanggil Pangeran Ketiga. “Nona, waktu itu anda memanggilnya seperti itu.”Ziu benar-benar tida
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments