Kusembunyikan Kekayaanku Dari Suami dan Mertua Zalim (7)
"Apa! Main perempuan? Jadi kamu menuduh aku sudah main perempuan? Lancang benar kamu! Tahu dari mana aku main perempuan! Hati-hati kamu bicara!" Azmi tampak kesal mendengar tuduhan Mia. Lelaki itu mengibaskan tangan lalu melempar jaket yang ia pakai dengan kasar ke atas tempat tidur. Mendengar tuduhan Mia, hatinya kesal bukan main.
"Firasatku yang mengatakan itu, Mas! Lihat penampilan kamu sekarang, baju kamu, rambut kamu, semua acak-acakan. Dan ini ... ada bekas lipstik dan parfum wanita di sini. Kamu masih mau bilang nggak main-main dengan perempuan di luaran?" Telunjuk Mia terarah pada kerah kemeja Azmi yang dinodai warna merah bekas noda lipstik perempuan, juga wangi bau parfum khas wanita yang menguar dari kemeja sang suami. Kedua hal itu rasanya cukup masuk akal untuk membuat ia menarik kesimpulan seperti itu.
"Kamu jangan nuduh sembarangan tanpa bukti ya, Mia! Ini cuma noda kotoran, bukan lipstik! Jangan fitnah! Lagipula kalau pun benar aku main perempuan, kamu mau apa? Mau nuntut aku? Tuntut sana!" Azmi mendengkus, memajukan tubuhnya lalu menatap wajah Mia dengan kedua mata melotot lebar.
Mia hendak membuka mulutnya, menjawab perkataan sang suami, tetapi suara ibu mertua tiba-tiba terdengar dari luar kamar, menghentikan niatnya itu.
"Ada apa sih malam-malam begini kok ribut-ribut? Apa kalian nggak punya pikiran? Mia ada apa kalian bertengkar tengah malam gini? Tumben? Ganggu orang tidur aja!" Bu Rina masuk sembari mengucek mata lalu menatap wajah Mia dan putranya dengan rasa ingin tahu yang dalam.
Melihat kedatangan sang mertua, Mia menghela nafas. Ia tahu seperti apa sikap Bu Rina terhadapnya, benar atau salah, dirinya tetap akan jadi tersangka yang mau tak mau harus mau disalahkan.
"Ini, Bu ... Mia cari masalah aja! Suami pulang capek-capek, bukannya disambut baik-baik, malah dituduh main perempuan!" adu Azmi berusaha mengkambinghitamkan Mia dan meminta pembelaan ibunya.
Mendengar ucapan sang anak, Bu Rina serta merta melotot penuh amarah pada menantunya. Rasa benci dan tak suka pada Mia yang sudah ada makin bertambah besar mendengar pengaduan itu.
"Betul begitu, Mia? Heran ... kamu ii istri apaan sih? Suami pulang capek-capek, bukannya dibikinkan teh atau disiapkan makanan, malah nuduh suami yang enggak-enggak. Mau kamu apa?" hardiknya pada Mia.
"Maaf, Bu. Aku bukan menuduh tanpa alasan. Tapi berdasarkan bukti-bukti yang jelas. Coba Ibu lihat kemeja Mas Azmi ini, Ibu lihat sendiri noda apa ini? Dan bau parfum siapa ini? Lagipula barusan aku cek postingan Mas Azmi di fac**ook dan instag**mnya, semua isinya obrolan dia dengan perempuan itu. Aku bukan orang bodoh, Bu! Aku tahu Mas Azmi punya hubungan dengan perempuan lain itu!"
"Perempuan lain mana? Jangan menuduh tanpa alasan kamu!" Azmi menyambar kata-kata Mia dengan keras, berusaha mengelak dari tuduhan istrinya itu. Namun, Mia terlihat tidak gentar.
"Perempuan yang ada dalam postingan-postingan kamu, Mas! Nggak usah nyangkal lagi. Kalau memang benar, hentikan sekarang juga! Aku sedang hamil, tolong kamu pertimbangkan keadaanku ini, jangan malah kamu bebani aku dengan pikiran buruk tentang perilaku kamu di luaran!" seru Mia memohon pada Azmi, tetapi lelaki itu tak memberikan respon apa-apa akan perkataannya, hanya dengkusan sinis saja terdengar dari bibirnya.
"Oh ya? Mana coba, ibu mau lihat, perempuan seperti apa yang dicemburui oleh istrimu ini, Azmi. Sini, mana f* kamu, ibu mau lihat!" Bu Rina mengulurkan tangannya, meminta ponsel Azmi. Namun, putranya hanya bergeming saja hingga akhirnya Bu Rina terpaksa mengambil sendiri benda pipih itu dari saku celana putranya.
Sigap Bu Rina membuka aplikasi berwarna biru dengan tulisan huruf f di layar, dan setelah men-scrol layar, wanita itu pun mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Perempuan ini maksud kamu, Mia?" Bu Rina menunjuk foto seorang perempuan muda yang tampak sedang selfie dan dikomentari Azmi dengan kalimat bernada mesra.
Sepertinya Bu Rina berhasil melacak keberadaan perempuan itu dengan membuka akun wanita itu melalui f* putranya.
Melihat foto perempuan yang diperlihatkan mertuanya itu padanya, Mia mengangguk cepat. Ya, bagaimanapun bencinya Bu Rina padanya, tetapi ia yakin, untuk urusan seperti ini wanita itu pasti bisa memahami perasaan nya dan membela dirinya. Ia yakin wanita itu juga sependapat jika yang dilakukan Azmi adalah hal yang salah dan sudah seharusnya perbuatan itu dihentikan.
"Azmi, kamu beneran ada hubungan sama perempuan ini?" Alis mata Bu Rina terangkat saat menanyakan perihal wanita itu pada anaknya.
Kusembunyikan Kekayaanku Dari Suami dan Mertua Zalim (8)Ditanya begitu, Azmi salah tingkah. Ia tak biasa berbohong pada ibunya tetapi untuk jujur berkata iya, ia juga ragu."Maaf, Bu ... aku ...." Azmi tergagap. Ia takut ibunya bakal marah jika ia berkata jujur, itu sebabnya ia tak mampu meneruskan kata-katanya dan bicara jujur tentang perselingkuhannya bersama gadis bernama Mizka itu."Nggak papa, kalau memang kamu menyukai perempuan ini dan perempuan ini juga menyukai kamu, ibu dukung kok. Sepertinya dia bahkan jauh lebih baik daripada istrimu ini. Jadi, lanjutkan saja hubungan kalian. Ibu merestui. Jujur, ibu lebih suka kamu menikahi perempuan ini daripada istrimu yang sekarang ini. Kamu dengar Mia, biar saja mereka melanjutkan hubungan. Kalau kamu ikhlas, biarkan Azmi menikah lagi, tapi kalau kamu nggak rela, silahkan kamu pergi dari rumah ini!""Ibu!" pekik Mia kencang.Bagaimana bisa ibu mertuanya bukannya melarang perbuatan buruk anak lelak
Melihatnya memotong jalan, Bu Rina hanya mampu mendengkus kesal. Tetapi perempuan paruh baya itu akhirnya berlalu juga dari kamar menantunya itu, toh Mia sudah setuju untuk keluar dari rumah ini pagi-pagi sekali. Itu yang penting. Sebentar lagi ia akan menerima kehadiran menantu baru, seorang pengusaha salon kecantikan bernama Mizka.*****Pagi-pagi sekali, usai melaksanakan salat subuh, Mia langsung beres-beres, mengepak pakaian.Meski rasa sedih masih sedikit menggelayutinya mengingat perkawinan seumur jagungnya yang tampaknya harus segera berakhir, tetapi Mia tak punya pilihan lain. Ia harus segera meninggalkan rumah ini demi memenuhi kehendak ibu mertua yang tak menginginkan lagi keberadaannya di rumah ini.Usai mengepak pakaian, Mia bergegas keluar kamar. Hendak berpamitan pada sang mertua. Sementara pada Azmi, suaminya, malam tadi ia sudah menegaskan jika pagi-pagi sekali ia akan pulang ke rumah orang tuanya, sesuai permintaan ibunya.A
"Azmi! Bangun! Sudah siang! Berangkat kerja sana, hari sudah jam tujuh!" teriak Bu Rina selepas kepergian Mia sembari membuka pintu kamar Azmi dan mendengkus kesal saat melihat putranya itu masih asyik menggelung di bawah selimut.Bu Rina menyentak selimut yang membungkus tubuh anak lelakinya itu lalu menepuk bahu Azmi sedikit keras."Bangun!" bentaknya lagi."Iya Bu. Sabar. Aku udah bangun kok." Azmi mengucek mata lalu bangun dari tempat tidur dengan gerakan malas. Setelah kesadarannya pulih, lelaki itu menoleh ke kanan dan ke kiri."Mia mana, Bu? Biasanya pagi-pagi udah bangun dan bikinin kopi? Kok ini belum ada?" tanyanya sembari menyapu meja kecil di sudut tempat tidur, tempat biasanya setiap pagi Mia meletakkan secangkir kopi di sana. Tapi pagi ini meja itu kosong."Mia kan udah pulang barusan! Ngapain ditanyain lagi? Sudah! Buruan bangun terus siap-siap berangkat! Hari sudah siang!" hardik Bu Rina sembari mendorong punggung anaknya supaya lek
"Kamu benar, Rik. Makanya aku nggak mau pulang ke kampung dulu. Aku mau buktikan ke mereka dulu kalau aku juga bisa sukses seperti menantu-menantu kebanggaan Bu Rina yang lain. Aku pengen buat mereka menyesali habis-habisan penghinaan mereka terhadapku selama ini. Alhamdulillah sekarang aku sudah punya penghasilan sendiri, Rik. Baru mulai sih, tapi insyaallah mau aku seriusin supaya terus bisa menghasilkan uang. Jadi, sementara aku nggak akan cari pekerjaan dulu, lagipula sebentar lagi kandunganku besar, bakalan susah juga dibawa kerja. Aku numpang tinggal di kosan kamu aja ya kalau kamu nggak keberatan. Nanti kalau ada kosan baru yang kosong, baru aku pindah. Makasih ya buat semua pertolongan kamu, Rik. Kalau nggak ada kamu, nggak tahu deh, bakal gimana aku sekarang ini. Kamu emang sahabat terbaik yang aku punya sedari dulu," ucap Mia panjang lebar pada sahabatnya dengan rasa haru membuncah di dadanya. Dari dulu, memang hanya Rika satu-satunya sahabat yang selalu siap sedia mendeng
Sementara mendengar ucapan Mizka, Azmi hanya mampu menelan ludah. Pesan sang ibu agar ia jujur dan berterus terang soal persyaratan tersebut tampaknya telah membuat Mizka semakin ragu menerima pinangannya.Tapi apa mau dikata, nasi sudah jadi bubur. Persyaratan sang ibu sudah ia jelaskan dengan jujur pada Mizka. Namun, ia tak pernah mengira jika itu membuat gadis tersebut jadi ragu menerima lamarannya.*****Sementara di tempat lain, di sebuah rumah cukup mewah di kompleks perumahan lumayan elit, dua orang wanita yang tampak seumuran, sedang berbincang-bincang dengan serius. Mereka adalah Dina dan Sri, kedua menantu Bu Rina yang memang hubungan keduanya sebagai sesama menantu cukup dekat bahkan sangat dekat. Keduanya bahkan tak punya rahasia-rahasia lagi yang harus ditutupi satu sama lain.Dina dan Sri memang menikah di waktu dan hari yang sama. Kata Bu Rina demi menghemat waktu dan biaya, apalagi jodoh keduanya sudah sama-sama datang, maka beliau p
"Nggak tahu, Sri. Kalau menurut Aris gimana? Mbak juga bingung. Mas Heru juga nyalahin mbak, katanya mbak yang bikin masalah ini. Andai mbak nggak mengusulkan supaya sertifikat itu dipinjam, pasti kejadian ini tidak perlu terjadi. Gitu kata Mas Heru." Senada dengan Sri, Dina pun menghembuskan nafas dengan gundah."Terus gimana dong, Mbak? Aku bingung nih," keluh Sri lagi dengan ekspresi semakin tak tenang.Bagaimana ia bisa tenang, jika Dina yang lebih tua dan lebih berpembawaan diri tenang itu, saat ini justru terlihat sedang gelisah."Gini, kita tenang dulu. Urusan pinjam bank ini kan kesepakatan kita bersama. Jadi nggak bisa dong Mas Heru dan Aris mau nyalahin kita begitu aja. Orang yang make duitnya juga mereka sendiri. Kita cuma dikasih uang buat belanja tiap bulan. Itu pun jumlahnya nggak banyak. Pokoknya kita kompak aja Sri, kalau mereka mau menyalahkan kita, kita buka lagi perjanjian sebelum buka usaha dulu, bahwa apa pun yang terjadi mereka tidak akan m
Mendengar ucapan ibunya itu, Azmi hanya menelan ludah. Ia merasa tak ada gunanya lagi membantah kemauan ibunya. Lebih baik sekarang ia diam saja menerima keputusan ibunya itu daripada harus mengulangi lagi peristiwa kemarin, menikah dengan perempuan yang tak disetujui ibunya hingga akhirnya hidupnya tak pernah tenang karena perseteruan yang selalu terjadi antara mertua dan menantu. Antara Bu Rina dan Mia.Sedang kedua ibu dan anak tersebut diam dan tenggelam dalam pikirannya masing-masing, lamat-lamat terdengar ketukan beruntun pada daun pintu utama.Bergegas Azmi bangkit dari tempat duduk dan menuju pintu untuk membukanya. Di belakangnya, sang ibu mengikuti.Pintu ia buka dengan sekali kuak. Begitu pintu terkuak, di depannya berdiri dua sosok laki-laki bertubuh tinggi kekar dan berotot yang tampak menatap keduanya dengan sorot mata tajam dan penuh selidik."Bu Rina, orang tua dari Bapak Heru, benar?" salah seorang dari dua lelaki di hadapan mereka bertan
Sekarang rumah dan aset yang ia miliki telah berada dalam penguasaan bank tempat mereka meminjam uang, sementara Heru dan Aris mengaku belum memiliki kemampuan untuk membayar cicilan yang sudah menunggak. Itu artinya tak lama lagi, aset yang mereka jadikan agunan akan menjadi milik bank dan akan dilelang untuk menutupi dan membayar sisa hutang mereka.Lalu jika itu benar-benar terjadi, ia akan tinggal di mana dan bersama siapa? Arrgh, Bu Rina merasa emosi sekali dibuatnya."Dasar menantu kurang ajar! Nggak punya otak! Bagaimana bisa kalian yang ibu banggakan dan ibu percaya selama ini bisa mengkhianati ibu seperti ini? Coba bilang sama ibu, alasan apa yang membuat kalian tega membohongi dan menipu ibu seperti ini!" sembur Bu Rina sembari menatap kedua menantunya dengan pandangan penuh kebencian dan rasa kecewa."Selama ini ibu selalu menyanjung dan bangga pada kalian. Ibu bersyukur punya menantu yang ibu kira sangat patuh dan sayang pada mertua tetapi ternyata h