Home / Fantasi / Kaisar Badai Petir Zera / Chapter 2. Aura Dewa Kematian

Share

Chapter 2. Aura Dewa Kematian

last update Last Updated: 2024-10-26 10:46:31

Senja temaram. Langit masih kelam dan berjerabu. Nampaklah mega merah yang menawan di ufuk Barat. Begitu pula dengan hembusan angin yang menerpa diri nan sedang kelelahan.

"Bukankah sudah kukatakan kepadamu, Azzura, jangan melawan Enes sendirian. Karena kekuatannya sekarang ini sangatlah besar dan dahsyat." Tempest memberikan nasihat kepada Azzura.

"Bagaimana tidak aku ingin menebasnya. Sebab, Azzumar dan Louyi telah dibunuh olehnya," timpal Azzura sambil menarik nafas ketika masih menyandarkan badannya yang masih terluka di sebuah pohon beringin.

"Memang benar apa yang dia katakan. Tapi sayang aku terlambat datang untuk membantunya. Aku melihat mereka berdua tidak lagi bernyawa. Namun, kalau dilihat dari bekas pertempuran mereka, sangat mustahil jika Azzumar kalah." Jelas Tempest sambil mengoleskan obat penyembuh super kepadanya.

"Maksudmu?" Tanya Azzura penasaran.

"Ya, kita tahu bagaimana kuatnya Azzumar. Lagian di antara pemegang kunci cahaya, dialah yang paling kuat dan bersinar. Sehingga amat mustahil bagi Enes bisa mengalahkannya walaupun dengan kekuatannya yang sekarang, jika tidak dengan cara licik."

"Cara licik bagaimana?" Azzura semakin penasaran.

"Bisa jadi dengan menyandera anak mereka." Jawab Tempest dengan mata serius.

"Menyandera anaknya?" Azzura terbakar emosi.

"Ya, dengan menyandera anaknya. Maka Azzumar dan Louyi tidak akan bisa melawan Enes dengan semua kekuatannya. Dilihat dari kematian mereka berdua, sepertinya bukan dibunuh melainkan..." Tempest tertegun.

"Melainkan bunuh diri maksudmu, begitu?"

"Iya bunuh diri, ketika mereka hendak melepaskan anaknya dari cengkeraman Enes dengan kekuatan Dewa Kematian yang mereka punya, tapi mereka masukkan kekuatan itu melalui tangan Enes. Dan akhirnya anak itu terlepas dari genggaman Enes."

"Apa kamu melihat tanda bahwa Azzumar dan Louyi melakukan hal demikian?"

"Ya, aku melihatnya pada lingkaran tangan mereka. Dengan menyatukan kekuatan jempol sehingga berbentuk silang jika dilihat dari bekasnya. Maka di situlah Dewa Kematian akan keluar dari dalam tubuh dan merenggut nyawa pemanggilnya. Namun, kekuatan itu ia salurkan melalui tangan musuhnya."

"Uhg... Baiklah, boleh bantu aku berdiri, Tempest?" Azzura meraih pundak Tempest.

"Hei, jangan banyak gerak dulu! Nanti lukamu makin terbuka." Tempest berusaha menghentikannya. Namun, Azzura bersikeras untuk berdiri.

"Jadi, di mana anak mereka sekarang?" Sambil menarik nafas.

"Aku meninggalkannya di Gunung Dwargo yang dekat dengan Desa Penyihir. Karena udara dan mana di sana pas untuk masa pertumbuhannya. Dan melatihnya menjadi kesatria yang hebat seperti ayahnya."

"Kalau begitu mari kita ke sana!" Ajak Azzura kepada Tempest.

"Tapi, lukamu bagaimana?"

"Luka sedikit ini tidak masalah bagiku, asalkan bisa bertemu dengan anaknya Azzumar. Sehingga merawat dan membesarkannya sebagai anakku sendiri."

Akhirnya Tempest dan Azzura pergi ke Gunung Dwargo. Sebuah gunung yang buas akan hewannya, terletak di desa para penyihir. Di gunung itu banyak mengandung batu dan kristal sihir murni. Bahkan dunia ini adalah dunia yang mengandung unsur sihir dan mana.

Dunia yang saling berbenturan antara cahaya dan kegelapan. Dunia yang terdapat bangsa peri, iblis dan manusia. Jika seseorang telah masuk ke dalamnya akan merasakan betapa hebatnya dunia ini.

***

Waktu berlalu dan berjalan. Bayi yang dulunya hanya bisa menangis, sekarang telah bisa berlari. Bahkan pegunungan Dwargo ini yang terkenal dengan hewan buasnya seolah tempat bermain baginya. Setiap hari dia diajarkan oleh paman dan bibinya untuk menggunakan kekuatan aura dan pedang. Ketika dia telah berumur 8 tahun, dia disuruh seorang diri berburu hewan untuk dijadikan makanan. Setelah beranjak 10 tahun, sang paman mengajaknya memburu iblis.

"Apa kau telah siap, Zera?"

Ya, namanya Zera Dwargo putra dari Azzumar dan Louyi yang dibesarkan oleh Tempest dan Azzura. Nama ini telah terukir di kalung yang tergantung di lehernya. Kalung yang terbuat dari taring dan kuku perpaduan empat hewan suci. Dan nama belakangnya diambil dari tempat pertumbuhannya.

"Sudah, Paman. Aku telah siap dari tadi," jawabnya dengan semangat.

"Kalau begitu, carilah iblis yang akan kita buru!" Sambil menunjuk ke arah hutan dari tempat berdirinya.

"Bagaimana cara mencarinya?" Zera pun menoleh ke arah pamannya.

Tempest pun memperagakan caranya, kemudian mengeluarkan auranya. "Sebarkan aura di sekitarmu! Jika ada aura atau mana yang menyentuhnya, kamu bisa mengetahui keberadaannya. Karena seluruh makhluk memiliki aura dan mana. Kamu bisa segera tahu tentang makhluk apa dan lokasinya. Hal ini di kalangan para penyihir, disebut Sihir Pendeteksi."

"Oh, begitu caranya, ya Paman. Baiklah sekarang akan kucoba."

Zera pun langsung mencoba apa yang dilakukan Tempest. Disebarkannyalah aura miliknya, aura yang sangat terang dan sangat besar. Bahkan, Tempest pun terkejut melihat pancaran aura yang dikeluarkannya.

"Sudah kuduga, aura yang dimilikinya lebih terang dari aura Azzumar. Wajar saja, Azzumar dan Louyi mau mengorbankan diri untuk menyelamatkan anak mereka," gumam Tempest.

Setelah Zera menyebarkan auranya, dia bisa melihat aura dan mana seluruh hutan. Pas ketika bersentuhan auranya dengan mana hitam, di situ ia tertegun.

"Bagaimana, apa kau menemukannya?" Tanya Tempest karena ia pun merasakan mana hitam itu.

"Iya, paman, aku menemukannya. Tapi, aku merasakan bahwa ada bau darah di sekitarnya. Ayo paman kita bergegas." Zera pun berlari menyusuri mana hitam yang ia rasakan, dan Tempest menyusul dari belakang.

Setiba di tempat itu, mereka melihat bahwa ada dua kereta kuda hancur beserta penumpangnya. Nampaknya, ada dua rombongan yang telah disantap iblis itu. Iblis yang berbentuk harimau hitam. Pancaran mana yang dikeluarkannya sungguh gelap dan menakutkan.

"Paman, ayo segera kita selesaikan dia. Kalau tidak akan banyak korban berjatuhan karena ulahnya." Zera pun langsung melesat sambil mengeluarkan pedang kecil dari sarungnya.

"Tunggu, Zera!" Tempest mencegahnya.

"Langkah angin," dia menggunakan langkah seperti angin kencang. Kemudian terbang dengan sangat cepat ke arah iblis itu.

"Tebasan pedang petir," kemudian mengayunkan pedangnya ke arah kepala iblis, itu.

Namun, iblis itu menangkis dengan cakarnya dan mengibaskan ekornya menampar Zera. Dengan sigap Zera menghindari kibasan itu.

Kemudian, Zera memasang kuda-kuda seperti harimau yang akan melompat untuk segera mencapai iblis itu sambil memancarkan aura cahaya yang sangat terang dan hangat darinya. Dan memasang kuda-kuda penyerangan keduanya.

"Terkaman Harimau Petir," sambil mengayunkan pedangnya keluarlah harimau biru dari ayunannya. Lalu ditambah dengan, "Tebasan kilat langit," Zera pun menebas kepala iblis itu dengan secepat kilat setelah ia tidak bisa bergerak karena serangan pertama yang dia lancarkan. Dan, akhirnya iblis itu pun tumbang.

Tempest yang hanya melihat sedari tadi pun tercengang karena kemampuan yang dimiliki muridnya. Seketika itu juga, Tempest pun melihat aura Dewa Kematian dari diri Zera.

"Paman... Oi.. Paman!" Zera memanggil Tempest yang tercengang sedari tadi.

"I... Iya, ada apa?"

"Bagaimana, paman, apa seperti itu caranya? Betulkah apa yang kulakukan tadi?"

"Benar, seperti itu. Tapi, apa itu tadi yang berada di kakimu? Sehingga kau bisa melesat seperti tadi?" Tempest bertanya penasaran.

"Oh itu adalah langkah angin, paman. Hi.. Hi... Hi." Sambil ketawa kecil.

"Langkah angin? Tapi, ya sudah mari kita pulang. Nanti bibimu bisa marah jika kita terlambat." Ajak Tempest kepada Zera, sambil membenamkan pertanyaan dalam kepalanya.

"Baiklah, paman."

Mereka pun kembali pulang setelah membasmi iblis harimau itu. Dalam perjalanan pulang, mereka pun bercanda sebagaimana bercandanya ayah kepada anaknya. Walaupun sebenarnya mereka adalah guru dan murid. Tetapi, Tempest sudah menganggap Zera sebagai anaknya, kenangan dari teman lama dan adiknya, yaitu Azzumar dan Louyi.¤

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kaisar Badai Petir Zera   Chapter 65. Harga Dari Kemenangan Tamat

    Di atas phoenix yang terbang dengan santai, Zera melihat semua pemandangan yang berada di bawah. Nampaklah semuanya telah hancur yang diakibatkan oleh peperangan yang berkepanjangan antara iblis dan semua ras yang berada di benua ini. Hingga akhirnya perang itupun telah usai, yang dimenangkan oleh mereka yang berusaha untuk menjaga keseimbangan. Adapun peperangan ini, walaupun dimenangkan oleh mereka yang menjaga keseimbangan, namun juga menjadi kerugian tersendiri bagi semua ras. Karena telah banyak memakan korban dari pihak yang menang. Bukit kesaksian telah hancur, begitu juga dengan Desa Kutau dan Kota Panja. Bahkan, perang ini memakan korban jiwa sebanyak 50 juta jiwa. Raja dan dua jenderal kerajaan Maqdis pun menjadi korban dari perang ini. Sehingga raja baru pun langsung dinobatkan dalam perang yang sedang berlangsung. Adapun dari tiga kerajaan yang lain, semua jenderalnya telah mati pula dalam perang ini. Sedangkan dari pihak Elves pun tidak luput dari korban perang ini. K

  • Kaisar Badai Petir Zera   Chapter 64. Danau Pemurnian

    Enes merasa bingung dengan apa yang terjadi. Dan dia hanya bisa mengingat hal-hal yang lama. Vrey telah selesai mengobati Enes dan Ryu. Ketika dalam kebingungan itu, terjadi kembali getaran yang kuat dari tanah. Enes merasakan dua energi yang sedang bertarung dari jauh. Enes berusaha untuk berdiri dan mencari sumber dari energi yang ia rasakan. "Jangan buat gerakan yang sia-sia, Enes. Jika tidak pedangku akan memutuskan kepalamu." Kata Azzura sambil meletakkan pedang di leher Enes. "Bocah, kamu hanya perlu diam di sini." Kata Vatsal sambil membuat kurungan barier kepada Enes dan mengunci gerakannya dengan sihir naga. Terpaksa Enes pun harus diam dan duduk sambil merasakan pertarungan dari dua energi dahsyat, yang selama ini belum pernah ia rasakan. * Di Hutan Kematian Gunung Cimuri. Zera dan Razor bertarung dengan semua yang mereka miliki. Pergerakan laju pertempuran menjadi semakin mencekam. Tampaklah Zera, telah terluka dan berdarah, begitu juga keadaan yang telah diterima

  • Kaisar Badai Petir Zera   Chapter 63. Pertarungan Penentuan

    Zera berusaha menghindari serangan Razor yang berat itu. Ia pun berusaha menyerang balik. Namun, serangannya tidak memberikan efek yang kuat bagi lawannya. "Apa hanya segini kekuatanmu? Sungguh mengecewakan." Kata Razor sambil berdecak. "Lanjutkan saja seranganmu itu. Kamu tidak perlu mengkhawatirkanku." Balas Zera. "Siapa yang mengkhawatirkan dirimu." Kata Razor sambil melakukan serangan. "Lingkaran Cincin Pedang Iblis Kegelapan." Terbentuklah lingkaran hitam pekat yang berisi ratusan pedang mengarah dengan sangat cepat kepada Zera. "Pedang Tak Berperasaan Tujuh Matahari." Zera pun menangkis serangan yang berisi ratusan pedang yang mengarah kepadanya. Ketika serangan itu beradu, bergoncanglah tanah, dan nampak terbelah langit serta mengeluarkan energi kejut yang besar. Sehingga tempat bentrokan itu berubah menjadi lubang besar, karena kedua serangan itu. "Langkah Angin," Zera pun melesat melaju untuk menebas Razor. "Teknik Pedang Ganda, Tebasan Badai Taring Petir." Ia pun membe

  • Kaisar Badai Petir Zera   Chapter 62. Kaisar Iblis Sesungguhnya

    Zera dan Enes masih berdiri tegak dan saling bertarung habis-habisan. Mereka saling merasakan dan mencoba memahami diri lawannya dari beradu tinju dan pedang. Sementara itu, teman-teman Zera masih melawan para iblis yang berada di bawah komando Enes. "Melihatmu yang mahir menggunakan pedang, maka akan tidak sopan jika aku tidak melakukan hal yang sama." Kata Enes sambil mengeluarkan Blackmoon dari ruang penyimpanannya. "Kesopanan itu hanya milik mereka yang tidak menjual jiwanya untuk sebuah kekuatan." Timpal Zera sambil menguatkan pegangannya pada Levin. "Perkataanmu masih sama saja dengan pertama. Kamu harus bersyukur karena aku menggunakan pedang ini untuk membunuhmu. Karena sudah lama sekali aku tidak memakainya." Kata Enes sambil memperlihatkan Blackmoon kepada Zera. "Dulu ayahmu juga sering beradu pedang denganku. Dia biasanya memakai pedang ganda yang bermana Bluelight dan Windlight. Tapi, kematian terlalu cepat menghampirinya." Kata Enes sambil memasang muka yang mengejek.

  • Kaisar Badai Petir Zera   Chapter 61. Bentrokan Dua Kaisar

    Serangan mereka berdua saling beradu, sehingga membuat langit seolah-olah terbelah dua disebabkan bentrokan kekuatan mereka. Zera menghadapi Enes dengan kekuatan yang sepadan dengannya. Zera sama sekali tidak takut tentang apa yang terjadi di depannya. Dia sudah siap secara mental maupun kekuatan melawan Enes Sang Kaisar Iblis Kegelapan. Begitu juga dengan Enes, ia sudah siap bertarung habis-habisan untuk melenyapkan halangan yang berdiri di depannya. Entah apa yang terjadi dengan mereka berdua, setelah serangan pertama yang mereka lancarkan, mereka berdua diam sejenak tanpa bergerak sedikit pun. Seperti merasakan dan menghayati serangan pertama tadi. Setelah beberapa saat mereka pun memulai pertarungan kembali. Bentrokan serangan mereka membuat langit menggelegar, dan petir pun saling menyambar. "Aku akui kamu cukup hebat, bocah. Tetapi, itu saja tidak akan bisa mengalahkanku." Kata Enes. "Sama halnya denganmu, seranganmu itu hanya membuat gatal." Jawab Zera sambil mengorek kuping

  • Kaisar Badai Petir Zera   Chapter 60. Bertemunya Dua Kaisar 2

    Enes begitu terkejut sampai tidak sadar bahwa serangannya ditepis dengan mudahnya. "Siapa kamu!? Beraninya menghalangiku." Tanya Enes. "Bukankah kita telah pernah bertemu, Bulan Gelap?" Jawab Zera dengan sebuah pertanyaan. Pertanyaan itupun membuat Enes semakin penasaran. "Hanya beberapa orang yang mengetahui julukanku yang dulu." Kata Enes sambil mengingat semua hal yang telah pernah dia lalui. "Tidak perlu kamu mengingat hal yang sudah lama dilupakan. Karena hal itu tidak akan menjadi kebaikan bagimu, begitu juga denganku. Pertanyaanku sekarang, maukah kamu kembali seperti dulu lagi, Enes?" Tanya Zera. "Kembali seperti dulu? Omong kosong apa yang kamu katakan. Kembali seperti dulu? Sungguh arogan, seperti kamu tahu tentangku. Jawab pertanyaanku, siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu mengetahui julukanku? Jika tidak kamu jawab, maka kematianlah yang akan kamu dapati." Kata Enes dengan sangat marah. "Baik aku jawab ataupun tidak, kamu berencana akan membunuh semua orang yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status