Maya tak betah diabaikan oleh Elvano. Sejak kesalahan yang diperbuatnya di lantai dansa lima bulan yang lalu, seluruh media sosial miliknya diblokir, panggilannya tak pernah dijawab, chatnya juga diabaikan oleh pria muda yang telah mencatut hatinya itu. Satu hal yang paling menyakitkan, ia ditolak habis-habisan saat mengajaknya ke luar.
Gadis berambut ikal itu mendengus kasar dari balik kaca jendela mobilnya. Hampir dua jam ia duduk di kursi kemudi sambil menunggu Elvano ke luar dari dalam gedung sekolah megah yang terpampang di depannya saat ini.Ia harus bertemu dengan Elvano!"Lama sekali sih," gerutunya.Setelah menunggu cukup lama, sosok yang ditunggunya ke luar dari dalam gedung menuju parkiran sekolah dekat dengan lapangan bola.Maya turun dari mobilnya lalu berlari ke arah Elvano yang nampak sibuk memakai helm dan sarung tangannya."El!" Elvano menoleh. "Ikut aku ke kafe biasa yuk. Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu."Bagas terdiam. Menunggu dua orang yang sedang sibuk mengerjakan tugas membuatnya bosan. Dia hanya bisa menghela nafas saat keduanya bertukar canda dan senyuman. Terkadang Elsa yang lebih dulu menggoda Elvano lalu dibalas dengan cubitan jahil oleh pria itu. Bagas cemburu, amat cemburu. "Bisa enggak, kerjain tugasnya jangan sambil bercanda?" tiba-tiba saja Bagas berteriak cukup keras hingga keduanya terdiam. Elvano mengerutkan dahi lalu menoleh ke arah Bagas yang tampak kesal. Guratan di dahinya menandakan ia cukup emosi karena ulah dirinya dan Elsa."Ini sudah jam empat sore dan Elsa harus segera pulang," tambahnya. Elvano dan Elsa saling berpandangan. Tak ada jawaban, Elsa segera menyelesaikan sebagian tugasnya yang belum diselesaikan. Begitupun dengan Elvano dan dalam waktu singkat keduanya sudah menyelesaikannya. Elsa menutup laptop dan menghabiskan sisa makanan dan minumannya. Sedangkan Elvano pergi sebentar menuju meja kasir meninggalkan Elsa dan Bagas berdua di meja. "Kamu p
Bagas tak sanggup menatap mata Elsa yang terlihat berkaca-kaca. Mata yang sering ikut tersenyum jika melihatnya, kini ia buat bersedih. Bagas tak bermaksud menyakiti hati kesayangannya. Hanya saja tadi siang dia tak sengaja mengatakan hal burukl padanya untuk pertama kali. "Elsa, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk mengatakan hal itu sama kamu." Bagas mengulurkan tangannya mengajak Elsa untuk bersalaman. Elsa menoleh perlahan lalu menyambut tangan itu. "Iya, sudah aku maafkan kok." sambutannya dingin. Setelah itu, Elsa langsung pergi dari hadapan Bagas tanpa berkata apa-apa. Ia menyusul Mia yang sudah lebih dulu berjalan ke luar kelas. Bagas mengikutinya, ingin memastikan Elsa masih seperti biasa. Ternyata dugaannya salah. Di luar kelas, Elsa dan Elvano sedang bercengkrama hingga tak sadar mereka tengah diperhatikan oleh Bagas. Lagipula, sepertinya mereka tidak peduli dengan kehadirannya. "Laptopnya dibawa kan?" Elsa
Elsa membuka lagi buku diarynya setelah sekian lama ia tak melihat apalagi menulis sesuatu di dalamnya. Terakhir, ia menuliskan betapa ia sangat mengagumi sosok Bagas yang terkenal ramah dan baik hati. Saat itu, Elsa menyukainya. Ia sangat menyukai Bagas yang begitu perhatian dan selalu mengerti apa yang dia inginkan. Lembaran terakhir yang ia baca seketika membuatnya termenung memikirkan sosok Bagas yang akhir-akhir ini sangat membuatnya kesal. Bukan hanya karena sikapnya tapi juga cara dia menyelesaikan masalah. Semuanya terkesan ada yang disembunyikan. Elsa semakin yakin jika Bagas dan Serly memiliki hubungan. "Bagas sepertinya sudah susah untuk diraih. Dia benar-benar dekat sama Serly," gumam Elsa sembari membuka lembar selanjutnya. Ia mengambil spidol warna-warni dan menulis sesuatu yang berbeda di halaman kosong itu. Bukan tentang Bagas, tapi tentang Elvano. 'Elvano, seseorang yang tiba-tiba datang entah dari mana. Dia yang dul
Elsa belum paham soal cinta, belum paham bagaimana bentuk cinta yang sesungguhnya. Elsa hanya tahu bahwa saat ia menyukai seseorang, itu adalah cinta. Layaknya seorang ibu yang mencintai anaknya, itu yang ia pikirkan. Namun sekarang setelah mengetahui semuanya, ia berpikir ulang. Ternyata cinta itu sangatlah rumit. Baginya, lebih baik memecahkan soal matematika dengan segala rumus daripada memahami arti perasaan seseorang. Bagas, pria yang pertama kali disukainya adalah pria pertama yang mematahkan hatinya. Mereka belum berhubungan resmi tapi rasanya bagai dikhianati pasangan yang telah menemaninya bertahun-tahun. Rasanya sakit. "Enggak fokus?" Elsa mengangguk. "Ngantuk atau lapar?" Elsa tersenyum. Elvano membuka sebungkus permen mint lalu disuruhnya Elsa untuk membuka mulutnya. "Nih, biar enggak ngantuk." Suasana perpustakaan yang sepi dan dingin membuat keduanya sayup-sayup hampir mengatupkan mata. Elsa tampaknya tak pedu
Rencana pertunangan itu sudah ada di depan mata. Dua bulan lagi ujian tengah semester dan setelah itu mereka akan bersiap untuk ujian akhir. Entah mengapa kedua keluarga tak sabar untuk menjodohkan mereka berdua. Padahal usia mereka masih terlampau muda. Tapi tenang saja, Elvano adalah remaja yang sudah matang pemikirannya. Ia lebih mementingkan perasaan orangtuanya dibanding dirinya sendiri. Lagipula, siapa yang bisa menolak Elsa. Gadis cantik, pintar dan juga baik perilakunya. Dia adalah harta berharga keluarga Wiguna. Siapa saja pasti tak akan berani menolaknya. Termasuk Elvano, yang sejak lama tak pernah terpikirkan menjalin cinta dengan seorang gadis. "Keluarga Wiguna sudah setuju untuk mengadakan acara pertunangan secara tertutup. Kamu tidak masalah kan?" tanya Farah yang dibalas anggukan oleh Elvano. "Elvano harus sembunyikan atau terus terang sama teman sekolah?" tanya Elvano. Pasalnya, ia tak mau kejadian seperti Bagas kembali terjadi
"Elvano, sini lo!" teriak Bagas. Elvano yang sedang duduk di bawah pohon bersama teman-temannya menoleh ke belakang. Dahi Elvano berkerut lalu terkekeh tak mempedulikan panggilan Bagas. "Punya telinga kan lo?" teriak Bagas sekali lagi. "Ada apa, bro? Gue lagi ngadem sama temen-temen gue." Bagas yang tak terima karena diabaikan langsung menyeret tangan Elvano. Tangannya terlihat mengepal ingin melayangkan tinju ke arah pria di depannya yang terkekeh akan tindakannya tadi. Ken dan Niko berjaga-jaga di belakang mereka berdua. Takut kalau ada perkelahian antara kedua ketua geng itu. "Lo mau ngapain? Soal Elsa lagi?" tantang Elvano."Gue tahu, lo bohong mengenai hubungan lo dan Elsa. Apa maksud lo?" Elvano terkekeh lagi. "Bro, gue ngomong gitu karena mau lihat kesungguhan lo sama Elsa. Gue lihat lo suka sama dia, tapi sama sekali enggak ada perubahan." "Jangan ikut campur," ancam Bagas. "We