Share

Karma Perselingkuhan
Karma Perselingkuhan
Author: Dwi Mei Rahayu

Terpergok

last update Last Updated: 2023-03-08 21:47:05

Karma Perselingkuhan 

Bab 1

Terpergok

Tergesa aku melangkah menyusuri gang sempit menuju kontrakan untuk mengambil dompet yang tertinggal. Tak biasanya aku bisa lupa membawa benda penting itu. Sebenarnya tadi, bos pemilik toko tempatku bekerja menawariku memakai uang toko untuk membeli makan siang. Akan tetapi, aku juga ingat, suamiku juga pasti belum makan. Tadi pagi aku bangun kesiangan dan tidak sempat memasak. Karena itulah aku memaksa pulang saat jam makan siang, selain mengambil uang juga sekalian mengajak suamiku makan.

Sesampainya di kontrakan, aku mendorong pintu yang terbuat dari papan tipis itu. Dikunci. Mungkin suamiku masih tidur. Semalam ia yang kebagian shift siang, pulang sudah hampir tengah malam. 

"Mas!" panggilku sambil mengetuk pintu. Tak ada sahutan. "Mas! Mas! Mas Ahmad!"

Tak ada sahutan, tapi samar terdengar kasak-kusuk dari dalam kontrakan.

"Mas!" panggilku lagi. 

"Ya, bentar!" terdengar suara Mas Ahmad menyahut dari dalam. Lalu pintu terbuka. Sepintas aku melihat sprei dan bantal yang acak-acakan. Aku berusaha tak peduli, dan langsung membuka lemari untuk mengambil dompet. 

"Mas, mau aku belikan makan sekalian apa beli sendiri nanti?" tanyaku. 

"Beli sendiri aja nanti."

Mungkin karena buru-buru, dompetku terjatuh. Saat aku berjongkok mengambil dompet, tanpa sengaja tanganku menyentuh pakaian dalam wanita. Aku mengambilnya, mungkin punyaku yang terjatuh. Akan tetapi alangkah terkejutnya aku, saat menyadari benda pribadi itu bukan punyaku. Merasa jijik, kulempar benda itu. Dan tak jauh dari tempat benda berwarna hitam dengan hiasan renda itu jatuh, tergeletak juga pakaian dalam milik pria. Setelah kuamati, itu punya suamiku. 

Sementara suamiku sepertinya tidak menyadari bahwa aku mencium sesuatu yang tidak beres. Dia pura-pura mengambil minum. 

Tiba-tiba jantungku berdetak kencang. Refleks aku menoleh ke kamar mandi yang pintunya tertutup. Dengan kaki lemas aku berjalan ke kamar mandi, sekilas kulihat suamiku terkejut. Tanganku gemetar saat berusaha membuka pintu kamar mandi. Terkunci. 

"Ada siapa di dalam, Mas? Kok dikunci?" tanyaku dengan suara bergetar. 

"Ng nggak ada siapa-siapa, Dek. Pintunya macet kali."

"Oh, macet. Bisa kamu tolong buka, aku kebelet pipis." Aku masih berusaha menahan diri untuk tidak mendobrak pintu kamar mandi ini. 

"Ta-tapi, Dek." Mas Ahmad terlihat gugup. 

"Kenapa? Atau aku yang dobrak?" 

"Ja-jangan, Dek."

"Kalo begitu cepat buka! Atau aku mendobraknya?"

Mas Ahmad terlihat semakin gugup. Aku berjalan ke arahnya, sambil menyeret sapu. 

"Bisa jelasin, itu punya siapa?" tanyaku sambil menunjuk pakaian dalam wanita yang tadi kulempar begitu saja. Aku memakai sapu untuk menunjuk benda itu. Wajah Mas Ahmad terlihat semakin tegang. 

"Panggil perempuan itu keluar!" teriakku. 

"Perempuan siapa, Dek?" 

Kali ini aku tak lagi bisa menahan emosi. Aku berjalan ke arah pintu keluar. 

"Pak Haji, Bu Haji, tetangga lain, tolong! Tolong!" teriakku sekencang mungkin. Aku tak peduli lagi apa yang akan terjadi dan terus berteriak minta tolong. 

"Dek! Apa-apaan kamu ini!" bentak Mas Ahmad sambil berusaha membungkam mulutku dengan tangannya. Aku langsung mual, teringat tangan itu habis dipakai menyentuh perempuan lain. Kugigit kuat-kuat jari tangan Mas Ahmad, hingga dia kesakitan dan melepas bekapannya. 

Beberapa tetangga berdatangan. 

"Ada apa, Mbak Fat?"

"Tolong panggil Pak Haji! Tolong, ini penting!" teriakku. Mas Ahmad terlihat semakin panik. 

"Tolong pegangi suami saya biar nggak kabur!" teriakku. Mas Parjo dan Kang Maman menuruti permintaanku. Mereka memegang Mas Ahmad tanpa banyak bertanya. Pak Haji yang kebetulan rumahnya menempel dengan kontrakan ini, datang bersama istrinya. 

"Ada apa ini?" tanya Pak Haji kebingungan. 

Aku menarik napas dan membuangnya kasar. Bu Haji langsung mendekat dan memelukku. Air mata yang sedari tadi ditahan, akhirnya jatuh juga. "Pak Haji, bisa tolong, buka pintu kamar mandi?"

Pak Haji yang masih terlihat bingung, berjalan ke kamar mandi dan berusaha membuka pintu yang terkunci. 

"Mbak Fatimah, pintunya rusak?" tanya Pak Haji.

Aku menggeleng sambil mengusap air mata yang tak mau berhenti. "Di dalamnya ada perempuan selingkuhan suami saya, Pak."

Pak Haji tampak terkejut, begitu juga Bu Haji, Mas Parjo dan Kang Maman. Aku tergugu dalam tangis. 

"Mereka baru saja berzina di kamar ini," terangku di sela isak tangis. 

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, aku sangat terkejut. Seorang perempuan yang sangat kukenal keluar dari ruangan sempit itu. 

"Nurma?" Pak Haji, Bu Haji, Kang Maman dan Mas Parjo menyebut nama perempuan itu bersamaan. Sementara Mas Ahmad hanya menunduk pasrah. 

Perempuan itu tampak salah tingkah. Penampilannya kacau. Baju lecek, rambut acak-acakan, wajahnya pucat pasi. Ia berjalan sambil menunduk. Bu Haji mengeratkan pelukan dan memintaku beristighfar. Aku menurut, padahal sungguh aku ingin berlari lalu mencakar muka Nurma, tetangga sebelah kontrakanku itu. 

***

Kami bertiga duduk di ruang tamu rumah Pak Haji. Aku duduk di tengah-tengah antara Pak. Haji dan Bu Haji. Mas Ahmad dan Nurma duduk berseberangan, terhalang meja. Bu Haji terus menerus mengusap pundakku dan tak henti-hentinya memintaku beristighfar serta menyebut Asma Allah. 

"Saya tidak habis pikir, di mana pikiran kalian berdua? Kamu, Ahmad! Apa kamu nggak kasihan sama istrimu yang lagi hamil, hah?"

Mas Ahmad tampak menunduk, ia tak berani menatap Pak Haji pemilik kontrakan tempat kami tinggal. 

"Dan kamu Nurma! Sebagai sesama perempuan, apa nggak kasihan sama Mbak Fatimah? Dia sedang hamil, dan kamu mau saja dirayu sama suaminya!"

Nurma juga hanya diam menunduk, tak berani menjawab. 

"Sudah berapa kali kalian berzina di tempat saya, hah?" Nada suara Pak Haji meninggi. "Astagfirullah, apa kalian nggak pernah mengaji, hah? Kalian tau nggak apa hukuman untuk orang yang berzina? Hah!" bentak Pak Haji. 

Aku berjengit mendengar bentakan pria yang selama ini terkenal ramah dan murah hati itu. Kami semua diam, tak berani bersuara. Untuk beberapa saat suasana berubah menjadi hening. 

"Apa yang harus saya katakan pada orang tuamu, Nurma? Mereka menitipkanmu secara baik-baik pada kami, supaya kami mengawasimu selama tinggal di sini. Tapi kamu sudah melemparkan kotoran ke wajah kami." Suara Pak Haji terdengar mulai turun. Wajahnya menyiratkan kekecewaan yang amat dalam.

Pak Haji pasti sangat merasa kecewa pada Nurma yang sudah dia anggap seperti anak sendiri. Bahkan Bu Haji sejak tadi tak mau bicara pada gadis itu. Padahal biasanya Bu Haji sangat ramah pada semua penghuni kontrakan. 

Aku pun tak kalah kecewa. Nurma sudah kuanggap seperti saudara. Tak jarang kami menghabiskan waktu bersama, ke pasar dan memasak, lalu makan bersama. Tak pernah sedikit pun terbesit dalam pikiranku, kalau Nurma ada main dengan suamiku. 

Gadis yang terlihat lugu itu, juga mengaku sudah memiliki tunangan di kampung halamannya di Garut sana. Tunangan juga pernah berkunjung ke sini beberapa waktu lalu dan mereka terlihat baik-baik saja. Kalau tidak salah dengar, mereka berencana menikah dua bulan lagi. 

Sungguh aku tak menyangka, ternyata Nurma menyembunyikan kelakuan minus di balik wajah lugunya itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karma Perselingkuhan    Mimpiku ( END)

    Karma Bab 26MimpikuBeberapa ibu-ibu yang merupakan para tetangga dan kerabat, terlihat sibuk. Ada yang memasak di dapur, ada juga yang menata kue-kue di ruang tengah. Sementara suami-suami mereka terlihat membantu Bapak. Para pria itu, mengeluarkan meja dan kursi dari ruang tamu. Kemudian menggelar karpet, yang sebagian meminjam dari tetangga sekitar. Sedangkan aku, hanya diam mengawasi Zea yang asyik bermain barbie di depan televisi. Ada juga Mbak Nurul di dekatku. Wanita kalem itu sedang menata dus snack untuk para tamu.Hari ini, rumah orang tuaku sedikit sibuk. Tiga hari sudah aku berada di rumah. Rencananya, malam ini, orang tuaku akan mengadakan syukuran atas kepulanganku. Hanya acara kecil, mengundang tetangga sekitar saja. Akan tetapi, karena jiwa gotong royong masih melekat kuat, para tetangga dan kerabat, datang membantu dengan sukarela. Aku terharu dengan keikhlasan mereka semua. Mereka mengerjakan tugas masing-masing dengan riang, diiringi celoteh khas ibu-ibu. Aku dan

  • Karma Perselingkuhan    Pulang

    Karma Bab 25PulangHari ini akhirnya tiba juga. Dengan hati berdebar tak karuan, aku mengecek sekali lagi barang-barang yang akan dibawa, takut ada yang tertinggal. Nyonya Thai Thai dan suaminya mengingatkan tentang dokumen perjalanan dan tiket pesawat, takut tertinggal. Sementara Oma, menatapku sendu. Wanita tua itu berkali-kali memintaku untuk cepat kembali. Katanya, dia pasti akan merindukanku. Ah, Oma, bikin aku terharu saja. Setelah semuanya selesai, dibantu sopir keluarga majikan, aku memasukkan semua barang bawaan ke bagasi. Seperti anak kecil yang akan ditinggal pengasuhnya, Oma merajuk. Dia bersikeras ikut ke Bandara, untuk mengantarku. Akhirnya, anak dan menantu Oma menyerah. Mereka membawa serta Oma ke Bandara. Aku tersenyum kecil saat melihat Oma tersenyum senang. Sepanjang perjalanan, Oma terus-terusan menasehatiku. Selain memintaku cepat kembali dan selalu menghubunginya, dia juga memintaku untuk tidak buru-buru menikah lagi. Katanya, fokus saja membesarkan anak dan

  • Karma Perselingkuhan    Dia Pergi

    Karma Perselingkuhan Bab 24Dia Pergi Kabar tentang kecelakaan Mas Ahmad terus mengganggu pikiran. Apalagi sejak musibah itu, Fitri jadi lebih sering menghubungiku. Tanpa kuminta, dia mengabarkan bagaimana keadaan Mas Ahmad. Katanya, luka yang diderita mantan suamiku itu cukup parah. Tangan dan kaki kanannya mengalami patah pada tulang. Fitri tidak menjelaskan detailnya. Dia hanya mengatakan bahwa kemungkinan untuk pulih itu memakan waktu cukup lama. Setelah hampir dua minggu dirawat, akhirnya Mas Ahmad diperbolehkan pulang. Menurut cerita Fitri, mereka pulang ke kampung, karena kalau di Jakarta tidak ada yang membantu merawat Mas Ahmad.Aku memberitahu Ibu, kabar soal kecelakaan yang menimpa mantan menantunya itu. Reaksi ibu biasa saja. Akan tetapi, wanita berhati lembut itu tak menolak saat diminta menjenguk Mas Ahmad yang sudah dibawa pulang kampung. Menurut cerita ibu, Mas Ahmad berkali-kali minta maaf padanya. Aku meminta ibu untuk memaafkan semua kesalahan Mas Ahmad di masa l

  • Karma Perselingkuhan    Ahmad Kecelakaan

    Karma Bab 23Ahmad Kecelakaan Seperti biasa, saat hari minggu tiba, aku berkumpul bersama Anisa dan teman-teman TKW yang lain di Taipei Main Station. Sebenarnya bukan cuma TKW dan TKI saja yang berkumpul di sini. Mahasiswa dan pekerja imigran dengan profesi lain juga banyak yang berkumpul di sini. Apalagi, kalau pengajian rutin sedang berlangsung, seperti pagi ini. Pasti jumlah pengunjung semakin banyak. Kebetulan pagi ini, penceramahnya seorang Ustadzah terkenal yang diundang langsung dari Indonesia. Dengan tekun, aku menyimak semua yang disampaikan oleh Ustadzah yang selama ini hanya bisa dilihat melalui layar televisi. Entah kebetulan atau tidak, tema kajian pagi ini, adalah 'Jangan Mendendam' sesuai dengan apa yang sedang kualami. Dalam hidup ini, tentu kita tidak selalu mendapatkan apa yang diinginkan. Ada saja kejadian yang membuat kita kecewa dan berujung sakit hati. Ketika sakit hati, kita dapat merasa sangat merana. Apalagi bila yang menyakiti hati kita adalah orang terd

  • Karma Perselingkuhan    Kabar Duka 2

    Karma Bab 22Kabar Duka 2Cerita ibu soal permintaan maaf mantan ibu mertua mengganggu pikiranku selama berhari-hari. Hal itu mau tak mau membuatku bertanya pada diri sendiri, apakah aku sudah benar-benar memaafkan mereka? Atau mungkin masih ada sedikit dendam di hatiku untuk mereka? Setiap kali sholat, aku berdoa, memohon ampun untuk diriku sendiri dan untuk mantan ibu mertua. Tak henti-hentinya aku memohon pada Yang Maha Kuasa agar penyakit mantan ibu mertua diangkat dan disembuhkan seperti sedia kala. Sebuah nomor tak dikenal terpampang di layar. Aku yang sedang melipat mukena, seusai sholat Isya, segera menekan tombol hijau. Takutnya penting. "Assalamualaikum," sapaku. Terdengar sahutan salam dari seberang sana. Suara pria yang masih kuingat dengan baik. Suara Mas Ahmad. "Fat. Maaf mengganggu malam-malam begini.""Iya, Mas. Ada apa? Gimana keadaan ibu?""Fat, keadaan ibu semakin memburuk.""Ya Allah, terus sekarang gimana?""Ibu bilang, pengen ngomong sama kamu. Kalo kamu berk

  • Karma Perselingkuhan    Mantan Ibu Mertua

    KarmaBab 21Mantan Ibu MertuaTiba-tiba panggilan terputus. Mungkin mantan ibu mertua tidak nyaman dengan kata-kataku. Takut terjadi apa-apa pada Zea dan keluargaku, segera kutekan nomor telepon ibu. Tersambung dan langsung diangkat. Terdengar suara ibu menyapaku dari seberang sana. "Bu, pokoknya jangan berikan Zea sama mereka. Fatimah nggak rela kalo Zea diasuh sama mereka. Kalo memang mereka peduli sama Zea, kenapa selama ini tidak memperhatikan keadaan Zea?" cerocosku dengan napas tersengal menahan amarah. Dari seberang telepon, ibu meyakinkanku bahwa mantan ibu mertua tidak akan bisa membawa Zea."Pantesan anakku cari perempuan lain buat dijadikan istri. Dia bosan punya istri keras kepala sepertimu. Dan, lihat! Setelah cerai dari Ahmad, nggak ada laki-laki yang mau menikah denganmu! Perempuan keras kepala! Untung udah nggak jadi mantuku. Bisa stres lama-lama punya mantu sepertimu!" Tiba-tiba terdengar omelan mantan ibu mertua. Mungkin dia merebut hape di tangan ibuku. Aku mend

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status