Hari ini perasaanku tak menentu, aku terus saja memikirkan tentang perkataan Aisyah padaku tadi pagi, apa mungkin Aisyah juga mencintai Pak Bimo, bagaimana jika sampai itu terjadi? Walaupun Aisyah akan dijodohkan bisa saja Aisyah membatalkan niatnya menerima perjodohan itu, lalu dia ingin mendekati Pak Bimo, ya Allah semoga saja semua pikiran buruk ku itu tak menjadi nyata, ya Rabb. walau bagaimanapun Aisyah bukan hanya sekedar teman juga sahabat bagiku, tapi Aisyah sudah seperti saudara kandungku sendiri.Tin ... tiiin ... tiiiiiiii ....Suara klakson memanjang itu menyadarkan lamunanku, hampir saja aku tertabrak karena berjalan dengan pikiran yang sedang tidak baik-baik saja saat ini, aku memikirkan Ibu yang entah kenapa terlihat begitu berbeda hari ini, memikirkan Aisyah juga Pak Bimo, ah rasanya saat ini otak dan hati sedang tidak sinkron."Anda tidak apa-apa, Nona?" suara bas seorang lelaki membuatku berjingkat dan langsung menoleh ke belakang.Seorang pria dengan setelan baju k
POV Gagas"Bang ...!" Dina mengelus bahuku pelan. Kutepis kasar lengan adikku, aku tidak ingin terlihat menjadi pria yang menyedihkan dimatanya."Pulanglah, Dina! Jangan ikut campur lagi dengan urusan rumah tanggaku, Inggit biar aku yang akan mengurusnya!" Kuusir halus supaya Dina secepatnya kembali pulang ke rumahnya.Alih-alih mendengar perkataanku, adik perempuanku itu malah tetap berdiri di sampingku, dengan tatapan iba yang begitu kubenci. Aku tak ingin dikasihani, akan ku buktikan aku bukan laki-laki cengeng yang bisa terjatuh begitu saja hanya karena seorang perempuan."Kenpa masih berdiri saja disitu, Din? pulanglah, aku tidak perlu rasa kasihanmu, aku bukan laki-laki cengeng yang akan menangisi keadaan. Lihatlah akan ku urus semuanya nanti, jadi sekarang kamu pulanglah sampaikan maafku pada ibu."Tiba-tiba semua kejadian beberapa waktu lalu berputar di kepalaku, bagaimana aku sudah memperlakukan Ibu dan adikku hanya untuk membela istri yang begitu ku percaya dan sangat kucint
Tak terasa mataku terpejam, entah sudah berapa lama aku tertidur, aku terbangun ketika waktu kulihat sudah menunjukan pukul 8 malam.Jerit tangis melengking, Jingga kudengar dari luar kamar, entah kenapa anak itu, biasanya jam segini dia sudah tertidur pulas di box bayi nya.Bergegas aku keluar kamar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi, Astagfirullah ku dapati anak perempuanku tergeletak di ruang televisi seorang diri, kemana Inggit juga kedua mertuaku? benar-benar kelewatan mereka, apakah mereka tidak mendengar jerit tangis bayi ini.Segera kugendong Jingga, walaupun sudah ada keraguan dalam hatiku tentang siapa sebenarnya ayah boliologis anak ini, namun hatiku sudah terlanjur terpaut padanya. Bayi mungil yang begitu lucu, bayi mungil yang selama beberapa minggu ini sudah menjadi penyemangatku, bayi yang membuatku tak betah berlama-lama duduk di kantor, bawaannya ingin selalu pulang dan memeluk serta bermain dengannya. Bayi lucu ini yang kukira adalah anakku Jingga.'Kemana seb
"Iya saat ini aku sedang terlilit hutang, bisnis yang kurintis menggunakan uang hasil berlayar kemarin merugi, menyebabkan aku harus berhutang untuk menutupi kerugian juga membayar karyawan."Inggit terlihat begitu terkejut mendengar penuturanku barusan, pasti dia tidak akan mengira jika bisnisku yang semula lancar dan baik-baik saja akan bisa merugi secepat ini."Ah, kamu pasti ngeprank aku kan, Mas? apa yang kamu katakan barusan bohong kan, mana mungkin dalam sekejap mata bisnismu bisa merugi? kemarin saja waktu aku berkunjung semua lancar tak ada kendala apa-apa, Mas,"Inggit masih tak percaya dengan apa yang kukatakan barusan, aku diam bergeming tak menggubrisnya sama sekali. Inggit duduk di sebelahku menatapku aneh, seolah tengah mencari kebenaran dari wajahku."Ya sudah kalau kamu tidak percaya padaku, lagipula buat apa juga aku berbohong padamu, Nggit tak ada untungnya sama sekali."Setelah berucap itu aku berlalu meninggalkannya termangu seorang diri diatas sofa, biarkan saja
"Apa ...? bangkrut, kamu bilang usaha menantu kita bangkrut, Bu?" tanya Pak wahyu berkali-kali seolah untuk meyakinkan apa yang didengar olehnya barusan tidak lah salah.Ibu mertuaku mengangguk lesu, Jingga yang tersu menjerit dalam pangkuannya ia berikan pada Inggit, yang kini berdiri mematung disebelahnya. Wajahnya kini mulai terlihat masam seolah tak menyukai keadaan saat ini."Ayok, Pak. Kita tidur lagi biarlah mereka membereskan urusan mereka sendiri. Ibu masih ngantuk banget, kepala tiba-tiba pusing, gara-gara tadi bangun mendadak karena suara tangisan cucumu itu!" Ketus Bu Arum mulai terlihat sifat aslinya.Tak ada bantahan dari mulut Pak Wahyu, lelaki tua itu mengekor mengikuti istrinya kembali ke kamar mereka, untuk melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu tadi."Kamu bisa kan diamkan anakmu itu, Nggit! Beri dia susu agar tak menangis terus seperti itu!" Bentakku kesal. "Sana, cepatlah! Kamu diamkan dia Inggit, aku mau istirahat, badanku juga sangat lelah!" Inggit membawa
"Jaga bicaramu, Mas! Walau bagaimanapun dia itu ibuku, ibu mertuamu sendiri apa harus kamu bicara sekasar itu padanya?!"Aku tertawa sinis mendengar apa yang Inggit katakan barusan, apa dia tidak berpikir bagaimana kasarnya dia memperlakukan ibuku selama ini. "Kenapa kamu tertawa seperti itu, Mas? aku serius, aku tidak sedang bercanda atau melawak saat ini!" Bentaknya semakin emosi.Brak ...Ku gebrak meja makan yang ada di depanku, sampai nasi dalam piring itu tumpah, tak luput juga gelas kopiku menggelinding terkena imbasnya."Memangnya yang bilang kamu sedang bercanda atau melawak itu siapa? bukankah aku diam saja, apa salah jika aku ingin tersenyum? Ini mulutku, kupakai senyum atau pun membentak mu itu adalah hak ku bukan urusanmu, mengerti!"Inggit kembali terperanjat, mendengar aku membentaknya balik. Dia pikir aku akan diam saja, setelah dibentak-bentak olehnya seperti waktu kemarin? Oh tentu tidak akan semudah itu sekarang Inggit, hidupmu akan serasa di neraka, kamu akan mera
"Gagas ...? kamu datang, Nak."Ibuku keluar diikuti Aisyah yang mengekor dibelakangnya. Wanita pemegang surgaku itu langsung menghampiri lalu memelukku erat, sangat erat seolah tengah menyalurkan kerinduan yang teramat sangat padaku.Kurasakan bahunya bergetar, kemejaku juga terasa basah oleh cairan bening yang keluar dari mata ibuku.Aisyah juga Dina hanya memandang kami dengan tatapan penuh haru. Ya Allah ya Rabb betapa mulianya hati ibuku, setelah ku sakiti beliau dengan sangat dalam tapi tak sedikitpun terucap kata buruk dari mulutnya, wanita ini malah memelukku erat merentangkan tangannya menyambutku kedatanganku. Ya Rabb ampuni segala dosaku, yang telah berani menyia-nyiakan kasih sayang serta ketulusan hati wanita yang bergelar ibu bagiku ini, maafkan segala dosa hamba ya Rabb. Hatiku tercubit mendapati sambutan ibu begitu hangat, jauh dengan apa yang kubayangkan sebelumnya, jika ibu akan menolak kedatanganku dan kemudian mengusir aku karena tak sudi memiliki anak durhaka sep
Aisyah menggeleng, lalu memberikan senyum lebar untuk kedua wanita yang kini memeluknya. "Bukan aku tidak ingin ikut dengan kalian, tapi disinilah rumahku, rumah peninggalan kedua orang tuaku yang tidak akan pernah aku tinggalkan sampai kapanpun. Ibu dan Dina pulanglah jika kalian memang mau ikut dengan Bang Gagas, aku tidak akan melarang. Aku ikut bahagia jika kalian pun merasakan hal yang sama." jawab Aisyah tulus.Aku kagum mendengar kebesaran hati Aisyah, untuk mempersilahkan Ibu Dan juga Dina ikut, denganku jika memang mereka ingin kembali. Tidak ada raut masam kulihat dari wajahnya atau merasa diabaikan, setelah semua pertolongannya kepada adik dan Ibuku dengan menampung mereka di rumahnya selama ini.Aisyah benar-benar gadis yang baik, dia juga sangat cantik bukan hanya parasnya tapi juga hatinya. Seandainya istriku memiliki sifat setulus Aisyah, pasti keadaan dirumahku tidak akan pernah mengalami masalah berarti seperti sekarang ini."Terima kasih untuk semua pertolongamu sel