Dentingan jarum jam terus berputar, berulang seiring berjalannya waktu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun.
Hingga kini usia anak Syasya dan Kanya sudah memasuki tahun ke 6. Kedua anak itu akan sekolah ke sekolah dasar.
"Apa ga 7 tahun aja?" Kanya terlihat bimbang, sedangkan sang anak sudah srmangat.
"Normal kok, 6 tahun masuk sekolah dasar. Anak kita pinter sayang." kata Nata seraya menatap gadis manis dengan rambut di ikat dua.
"No no no, itu kotor Elsa." suara Rafa mengalun tenang namun penuh peringatan, begitu lucu. Rafa terlihat dewasa sebelum waktunya.
Qiano tersenyum tipis."Jangan berantem,
Nata memeluk Fajar, merasa tidak percaya ada sahabatnya yang sudah lama hilang."Papa - papa, om kasih Elsa uang, boleh beli boneka?" Elsa menarik lengan Nata sekilas.Pelukan mereka terurai, Nata mengusap kepala Elsa."Tanya mama, kalau mama bolehin, papa juga bolehin, boneka kamu udah banyak, baby." gemasnya seraya mencubit manja pipi Elsa.Fajar mengusap kepala Elsa, menatapnya dengan gemas."Yah, mama ga kasih izin." sedihnya."Minta lagi ke mama gih, papa mau ngobrol sama om, oke?"Elsa mengangguk namun menengadahkan sebelah tangannya."Minta uang dulu, baru Elsa ke mama."Nata terkekeh, merogoh sakunya."Nih, jangan bilang - bilang mama." bisik Nata setelah memberi uang 50 ribu."Siap! Dah - dah - dah." riangnya dengan membawa langkahnya berlalu.Nata menatap Fajar dengan senyum hangat."Lo kem
"Kamu ga pernah mama ajari berprilaku kayak gitu! Kamu sampai bikin kepala orang lain harus di jahit!" Kanya terlihat sangat emosi.Elsa semakin mengencangkan tangisannya, merasa frustasi karena semua orang menyudutkannya tanpa tahu kebenarannya.Gadis kecil itu begitu menyedihkan."Kamu mau jadi preman?! Papa kamu pasti akan marah juga!" Kanya semakin emosi, apalagi keluarga dari pihak korban membawa ke jalur hukum.Kanya tahu, kedua anak kecil itu tidak mungkin masuk penjara bahkan Nata dengan uangnya pasti bisa menyelesaikan semuanya namun tetap saja rasanya tidak enak, apalagi rasa kecewa membalut diri Kanya karena dia merasa tidak pernah mengajarkan anaknya itu kekerasan."Elsa ga akan gitu kalau Maura ga bikin Elsa sendirian di kelas! Bahkan Afa ga tolong Elsa!" raungnya dengan tangis yang semakin pecah, kedua matanya begitu sembab.Nata yang sedang bekerja jelas lan
Adisty tersenyum, menyimpan bubur di rantang mini yang di bawanya ke nakas."Hai, gimana keadaan kamu sekarang?""Lo kenapa terus dateng? Gue ga nyaman, gue canggung di jaga cewek yang ga gue inget." Fajar terlihat dingin, suaranya masih terdengar lemah."Kata dokter, ingatan kamu hilang itu sementara. Aku mau bantu balikin."Fajar memalingkan wajahnya."Ga usah, lebih baik lo ga usah ke sini." dinginnya.Nata yang sedang duduk di sofa berdecak tak suka."Lo bertekad kejar dia, sekarang bahkan Adisty yang kejar lo! Saat lo inget nanti, lo pasti nyesel sama ucapan lo hari ini, Jar!" gemasnya lalu memutuskan keluar dan membiarkan mereka berdua."gue pulang dulu, Elsa udah tanya kapan gue pulang.""Hm, hati - hati. Salam buat Elsa sama Kanya.""Hm." Nata pun hilang di telan pintu.Adisty masih betah duduk dengan kepala menun
Nata terlihat kacau, gosip mengenai dirinya gay kini muncul kembali ke permukaan. Membuat beberapa klien membatalkan janjinya. Bahkan sahamnya pun agak goyah."Mereka tahukan gue udah nikah bahkan udah punya anak!" amuk Nata.Qiano diam sejenak."Mungkin ada pesaing yang mau lo sama perusahaan ini hancur."Nata menghela nafas kasar."Gue ga paham dan ga tahu, nyokap bokap pasti turun tangan tapi tetep aja, sialan banget berita ini. Gara - gara gosip ini, dalam sehari klien banyak yang batalin janji." ujar Nata dengan emosi yang menggebu."Cari akarnya, jangan di biarin, Nat."Nata mengangguk dengan penuh tekad."Pasti, gue akan cari." tatapannya berkilat penuh ambisi."Dengan uang lo yang ga akan habis tujuh turunan, semua pasti mudah."***"Ma,
Nata dan Qiano tengah terlihat serius, cafe sepi pengunjung itu benar - benar sepi."Dia saingan lo waktu sebelum kontrak sama perusahaan ponsel waktu itu." Qiano mendekatkan tabnya pada Nata."Gue udah duga ini, dia ga terima kalah." Nata memperhatikan satu CCTV di mana salah satu tangan kanan saingannya yang tengah memberi sesuatu pada wartawan di perusahaan besar."Gue dapet ini pake ancaman. Kalau mereka ga jujur dan kasih bukti, gue bakalan bikin mereka bangkrut." jelas Qiano sebelum menyesap kopinya."Bagus, walau pun udah kasih bukti, gue tetep mau mereka bangkrut, wartawan matre sialan! Gue mau ajak liburan anak sama bini jadi gagal!" amuk Nata."Sabar, yang penting semua masalah beres dengan adanya bukti - bukti ini. Lo bisa terbang lusa atau bahkan besok, Nat.""Lo bener, gue pam—""Hai." Irvan tersenyum tipis, deng
Nata terlihat kewalahan, Elsa begitu tidak bisa diam. Berlarian di pantai, menjerit saat ombak menghampiri. Nata tidak mau lengah, dia tidak mau Elsa kenapa - kenapa."Astaga." nafas Nata ngos - ngosan, masih dengan menatap Elsa lalu kembali mengejarnya dan berjaga di belakangnya."Papa! Elsa udah besar, kenapa di buntuti terus!" Elsa menekuk wajahnya, menatap Nata dengan cemberut."Masih kelas 2 SD, itu belum besar. Ombaknya lagi besar sayang, ayo ke mama, kita makan semangka." Nata meraih tangan Elsa namun Elsa menolak."Gendong."Nata terkekeh."Katanya udah besar, dasar anak papa gemesin." ucapnya sembari menggendong Elsa di punggungnya."Woaaa, terbang, lari papa." pinta Elsa heboh.Dengan susah payah Nata berlari pelan, membuat Elsa begitu bahagia. Nata yang lelah dengan nafas terengah jadi ikut bahagia mendengar tawa bahagia dari anaknya.
Bermain di bibir pantai, naik kapal, berenang, belanja, jalan - jalan di sekitar pantai. Semua telah mereka lalukan berulang kali selama seminggu liburan di sana.Elsa terlihat betah dan nyaman berada di sana. Dan sekarang efek dari kenyamanan itu, Elsa terus menolak untuk pulang.Kanya berusaha menarik tangan Elsa yang berpegang pada pintu, takutnya terjepit membuat Kanya jadi kesal karena Elsa tidak menurutinya."Lepas, Elsa!" bentak Kanya hilang kendali.Nata yang tengah berbincang dengan anak buahnya soal rute pulang menuju bandara nanti pun jadi terhenti, dia mendekati keduanya dengan tidak suka karena Kanya membentak Elsa bukan membujuknya."Bujuk bukan bentak! Aku ga suka sama kamu yang ga bisa tahan emosi sama, Elsa." Nata mengusap kepala Elsa, membujuknya lalu menggendongnya.Kanya menghela nafas berat, pasti akan ada perang dingin lagi bersam
Nata menghampiri Kanya, mengecup keningnya dan perutnya yang membuncit. Kini kandungannya sudah memasuki bulan ke 7. Kanya terlihat cantik dengan gaun pesta yang membalut perutnya dengan sedikit ketat.Selama mengandung, Kanya tidak pernah di rawat. Kehamilannya yang kedua ini sungguh mudah."Fajar sama Adistynya udah di gereja kali ya? Mau ke sana duluan biar bisa foto - foto lama, aku mau perut aku keliatan bagus."Nata tersenyum tipis."Perut kamu, sama kamu selalu cantik. Tunggu dulu, Elsa masih di dandani, sayang." balasnya agak geli dengan kesukaan baru Kanya yaitu selfie."Masih lama?" Kanya menoleh sebentar pada Nata sebelum sibuk merapihkan dandanannya yang merasa kurang."Sebentar lagi." Nata mengecup belakang kepala Kanya lalu membawa langkahnya ke kamar anak gadisnya."Papa! Masa Elsa pake ini?" Elsa menunjuk gaun pink mengemba