Penguasa hati

Penguasa hati

By:  dibatezal  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
6 ratings
37Chapters
2.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Dalam pelarian karena pernikahannya dengan Raffi--kakak kelasnya gagal, Mahesa bertemu dengan Wibi. Wibi seorang pemuda yang berusia lebih muda dari Mahesa, sering memimpikan Mahesa, lalu menyatakan cinta. Mahesa yang seorang penyandang disleksia awalnya mengalami kebingungan dengan rasa, hingga akhirnya mau menerima Wibi. Akan tetapi, masalah lain muncul, ternyata Wibi adalah cinta pertama Yasmin, adik tiri Mahesa. Seperti apa kelanjutan cinta mereka?

View More
Penguasa hati Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Kal El
sebuah novel psikolog yang keren
2022-05-18 10:55:32
0
user avatar
Eljanes Crocus
semoga ga sad ending. semangat thor!
2021-12-05 20:14:28
1
user avatar
Gabriella Tan
KEREN SEKALI ...
2021-09-11 12:33:11
1
user avatar
Kaiwen09
Siapa sih yg naro bawang di sini Kok bacanya nyesek ya
2021-09-03 09:38:09
1
user avatar
Gabriella Tan
KEREEENNN ...... semangat nulisnya ya ...
2021-09-02 20:01:13
1
user avatar
Nur Fadilah
semangat yaa
2021-09-02 18:34:33
2
37 Chapters
Kepastian
Raffi memandang tajam wajah Mahesa, gadis yang dicintainya. Gadis itu kemudian menundukkan wajah ovalnya, menghindari tatapan Raffi yang menusuk hatinya. Ia harus menjawab pertanyaan Raffi sebelumnya. "Apakah kau mencintaiku?" Sungguh sulit ia menjelaskan. "A-a-a ...aku ... nyaman sama Kakak, Kakak bagaikan ...." Apakah aku mencintainya? Aku tak boleh berbohong, tak boleh, kalau tidak pernikahan ini akan menjadi pernikahan pura-pura. Aku harus jujur, sesulit, semenyakitkan apa pun. "Ka-kakak bagiku." Lirih suaranya. Maaf ....  Raffi memberikan seulas senyum, meski keluarnya dengan dipaksa. Dia sudah tahu apa yang dirasakan gadis yang akan menjadi istrinya dalam hitungan hari. Tak pernah ia melihat pucuk cinta di mata sayu Mahesa saat sedang memandangnya. Jangankan pucuk, benih pun nampaknya tak ada. Mereka hanya bersama karena faktor keadaan. Pada saat Raffi mengungkapkan rasanya kepada Mahesa, gadis itu pun seda
Read more
Ketika Rasa Menyapa
Wibi terkejut, ia terbangun, melempar paksa napasnya ke luar hidung. Ia menatap jendela kamar yang ditutupi kain bermotif tokoh spiderman. Meski terhalangi, terlihat sinar matahari ingin menerobos masuk. Matanya menyapu ruangan, lalu ke dekatnya, di samping ranjang, sebuah jam meja klasik bertengger. Jam menunjukkan pukul tujuh. Wibi menyapu rambut keritingnya dengan kelima jari tangan kanan. Duh, telat. “Wibi!!” Benar saja, baru saja mau dipikirkan, rupanya suara cempreng ibunya sudah eksis mewarnai hari baru Wibi. Rambut brokolinya sudah menyumbul di celah pintu kamar. “Terlambat lagi! Bangun! Salat!!” “Iya, Mamaaaa, bisa enggak manggil enggak pake tereak?!” gumamnya kesal. “Apa?!” “Hehe, enggak Ma.” Wibi bangkit dari kasur berukuran 90 cm itu. Lalu berjalan keluar. Langkah kaki menuju kamar mandi yang hanya berjarak lima langkah ke depan dengan langkah pendeknya kalah, ia menyimpang ke kanan, sebanyak sepuluh langk
Read more
Putri Impian
Wibi memarkir motornya di pelataran parkir sebuah toko kelontong, lalu termenung.Perempuan itu … kenapa akhir-akhir ini sering banget bolak-balik mampir di mimpiku.Kemudian memegangi perut yang sedari tadi berbunyi­ minta diisi. Ia merogoh saku celana pendek berwarna krem, menemukan uang sepuluh ribuan yang kering kerontang karena ikut tercuci bersama celana itu. Jadilah ia masuk ke dalam toko demi membeli sepotong roti dan sekotak susu.Apabila orang melihat cara Wibi memakan roti isi cokelat beserta susu cokelatnya, pasti akan menganggap anak lelaki itu tidak makan selama berhari-hari. Wibi makan dengan lahap di atas motor berwarna hitam kusam yang mesinnya bisa terlihat dari sisi mana pun karena body-nya sudah terbuka. Meski Roeslan menjaga sedemikian rupa, namun rangka besi tetap memiliki masa kedaluarsa. Bila bukan manusia yang merusak, alamlah yang mengikis.Tiba-tiba Wibi merasa ada yang aneh, sepertinya ada
Read more
Aku Mahesa
Aku hanyalah gadis kesepian yang haus cinta Kutunggu sosokmu hai pengendara kuda sakti Bukalah tabir kegelapan yang selama ini mengurungku Bawalah gadis ini ke dunia penuh cinta Yang didalamnya hanya ada suka dan cita Dan selamanya aku akan bahagia   Sabila telah terperangkap di dalam dilema cinta, sebuah perang batin, pertarungan antara hati, dan pikiran idealismenya. Lelaki yang dicintainya. Mulnya,  “Eh!“ Mahesa lalu memperbaiki ketikannya. Mulanya tak pernah disadari. Seorang tetangga yang semenjak kecil bermain dan bertengkar dengannya, menghabiskan masa muda bersama.             Lalu kini ia merasakan sakit karena dipaksa harus melupakan cinta yang selama ini dirindui. Bukan karena apa-apa, tetapi karena status. Antara Sabila dan Ragil terda
Read more
Dia Wibi
Mahesa menjejakkan kaki di sebuah lahan parkir sebuah fakultas di Universitas Negeri Jawa Barat yang letaknya berada di Kabupaten Sumedang. Sinar matahari pukul sebelas itu sangatlah terik, ia harus mengernyitkan matanya. Segera ia mengambil sebuah kaca mata hitam yang ditaruh di atas dashboard, menutup pintu, lalu berjalan.  Segera diambilnya gawai berwarna merah dari dalam tas selempang yang terbuat dari kulit berwarna cokelat, menghubungi sebuah kontak bernama Kiky. "Ki, aku udah sampai." [Hai, di mana lu?] Suara wanita yang renyah menjawab di sana. "Ini, di gedung perkuliahan." [Eh, tunggu gue di perpus, ya. Gue ke sana bentar lagi.]  Mahesa meletakkan kembali gawainya di dalam tas, memasuki sebuah gedung perkuliahan yang pintu kacanya terbuka lebar, belok kanan, menuju ruang perpustakaan. Di depan pintu berdaun kaca yang terbuka lebar itu ada sebuah tangga menuju lantai dua, dua orang pria, satu bertubuh tinggi dan satu
Read more
Lelaki
[Mahesa ….] Suara yang lembut menyapanya di pagi hari. Mahesa menunduk, sambil memperlihatkan jari-jari kakinya yang mempermainkan ubin. “Ya, Pa?” [Hari ini ada agenda apa?] “Hmmm … Echa mau ke mall, Pa. Ketemu beberapa temen yang udah bantuin riset aku di buku yang kemaren.” [Gitu.] Suara napas panjang terdengar, sunyi. [Makan siang, yuk!] Mahesa terdiam lama, menghela napas. “Di mana, Pa?” [Di mall aja, habis kamu ketemuan sama temen-temen, mau?] Mahesa mengangguk, “Oke.” [Jam 1?] “Siap, Pa!” *** Mahesa terdiam beberapa lama, kakinya diangkat ke atas sofa, diam memperhatikan pola atap, pola dinding, melamun. Hal yang sangat sering ia lakukan. Berlama-lama padahal agenda lain sudah padat merayap untuk segera dieksekusi. Lalu menyadari kelalaiannya, ia bangun dan melompat. “Ayo, Mahesa! Semangat!!” teriaknya. Lalu berlari melompat-lomp
Read more
Perempuan
Mahesa membenarkan duduknya sambil melihat ke sekeliling, seorang pemuda masuk ke dalam foodcourt sambil membawa beberapa textbook, lalu duduk di antara teman-temannya. Dia lagi, batinnya.          Lalu kembali berbincang dengan seorang perempuan dengan rambut panjang lurus berwarna hitam yang diberikan highlight berwarna putih di beberapa sisinya. Tengkuknya terasa panas, firasatnya mengatakan ada yang sedang memperhatikan, lalu memandang ke hadapan. Ia tetawa. Wibi sedang membaca sebuah textbook secara terbalik sambil matanya memandang ke arahnya. Kelihatan, tahu. Ia terkekeh. Kemudian perhatiannya tersita oleh sebuah panggilan telepon. Papanya menelepon. “Iya, Pa? Papa di mana? Oke, Eca ke sana, ya?” Mahesa pamit kepada teman-temannya, lalu bangkit dari duduknya, menuju pintu yang terbuat dari kaca, menuju toko roti. Sebuah teriakan menghentikan Mahesa, “Ke mana, Bi? Ker
Read more
Berharap
Lorong yang sepi itu tiba-tiba menjadi semarak, Satu per satu mahasiswa keluar melewati pintu menuju lobby kampus. Suara bising pun perlahan-lahan menjauhi Wibi, Bombom, Zasky, dan Bobby. Kini tinggal mereka dan beberapa kumpulan mahasiswa yang berada di bagian lain dari ruangan perkuliahan yang berkapasitas seratus orang tersebut. Saat itu adalah kesekian kalinya mereka berembuk untuk tugas mata kuliah konstruksi tes atau yang biasa disebut mahasiswanya sebagai Kontes. Mata kuliah ini mengharuskan mahasiswanya untuk membuat alat tes, yang tentu saja memusingkan. “Hohohoho, gua punya ide!“ Bombom bersemangat. Lalu matanya menyapu keadaan untuk melihat reaksi teman-temannya yang ia dapatkan nampak berseri-seri. Mata bombom menerawang ke langit-langit ruangan, sedangkan teman-temannya melongo menunggu ide Bombom keluar dari bibirnya yang sama bulatnya dengan perutnya. “Dimulai dari fenomena pola asuh saja ... Gue lihat cara sepupu men
Read more
Suatu Sore
"Kenapa jadi ragu, ya?" Wibi menarik tangannya kembali, tak jadi memencet bel di pintu rumah Yasmin. "Bodoh sekali aku, ngapain juga harus ke sini, bukannya akan memberikan harapan pada Yasmin sekali lagi?" Masih bergumam sendirian, sambil perlahan mundur. Namun, di saat bersamaan Yasmin yang melihat Wibi akan meninggalkan membuka pintunya. "Wibi! Makasih sudah mau datang." Ia semringah, terkembang senyuman sangat lebar sehingga pipinya menekan matanya menjadi menyipit. "Ah, eh." Gagal kabur, deh. Secinta itu gue sama cewek itu? Sampe bela-belain masuk ke kandang harimau. Wibi menginjak tegel marmer rumah Yasmin. Udara sejuk dari taman di tengah rumah menyapa kehadiran Wibi. Ia berjalan mengikuti Yasmin sambil celingak-celinguk, lalu bersikap lebih tegap, membenarkan pakaian. "Hai, Kak Wibi!!" Rupanya yang menyambut beberapa teman Yasmin yang merupakan senior di kampus, juga teman-teman SMA Yasmin yang juga merupakan adik-adik kelasny
Read more
Inikah Keluarga
Mahesa akhirnya menerima tawaran ayahnya untuk menginap di rumah itu. Sudah sekitar enam tahun ia tinggalkan. Rumah yang besar dengan lima kamar, setiap kamar dilengkapi kamar mandi, wardrobe, pendingin ruangan, televisi dan segala fasilitas. Namun, tidak bisa merasakan kehangatan di dalamnya. Ia terdiam terpaku. Memandangi kertas dinding berwarna krem, lalu tersenyum. “Rupanya kertasnya diganti.” Kembali terdiam. Dulu ia menggunakan warna kertas dinding yang tak biasa. Hitam, gelap, dengan karpet bulu berwarna hitam. Kini karpet yang dipijaknya berwarna sama dengan dindingnya.   Ia membuka-buka wardrobe, laci meja, rak buku. Lalu menggeleng, menyengir, membanting dirinya di atas kasur. “Mahesa Indriawan Kesuma!! Kamu sudah dicoret dari kartu keluarga!! Hahahahah!!” Lalu bangkit, “Ke mana Nenek sihir itu membuang semua barang-barangku?” Membuang napas kasar, lalu mengambil tasnya yang disimpan di pinggir ranjang, mengambil laptop. Menulis adalah cara ter
Read more
DMCA.com Protection Status