Share

Bab 7

Author: Sebastian Abraham
Empat jam kemudian, ketiganya tiba di pinggiran sebuah hutan yang diselimuti kabut tebal. Melihat pemandangan putih membentang yang seolah menelan seluruh hutan, sorot mata Hugo memancarkan cahaya yang dalam dan penuh pertimbangan.

"Inilah hutan berkabut. Sepanjang tahun, tempat ini selalu diselimuti kabut. Orang yang masuk ke dalamnya sangat jarang bisa keluar lagi," ucap Tiana sambil memandang ke depan.

Tatapan Tiana terlihat ragu ketika melanjutkan, "Kalau kita bersembunyi di dalam sana, mungkin bisa menghindari bahaya untuk sementara. Tapi, bisa jadi kita nggak akan pernah keluar lagi."

Sementara itu, Hugo sama sekali tidak memperhatikan ucapannya. Tatapannya terus menyapu ke segala arah. Ketika melihat sebuah gunung tinggi menjulang ke langit di arah timur, matanya memancarkan cahaya yang berbeda.

Hugo menunjuk ke arah gunung itu sembari bertanya, "Itu Gunung Artam ya?"

Tiana mengangguk pelan sebelum menjawab dengan sedikit waspada, "Kata ayahku, penguasa Gunung Artam sangat kuat, bahkan nggak kalah darinya. Tapi selama puluhan tahun, keluarga kami nggak pernah berselisih dengan mereka. Entah kenapa kali ini anak buah mereka malah tiba-tiba menyerang kediaman kami."

Hugo mengusap dagunya sambil memuji dengan tulus, "Hehehe … tempat yang bagus! Empat penjuru dijaga makhluk suci. Kekuatan melonjak dari tengah, memelesat tinggi, menembus awan, dan mengguncang langit!"

"Tempat ini adalah formasi besar alami! Sayangnya, belum ada orang yang benar-benar mengerti dan memanfaatkannya dengan baik. Tapi, kali ini aku sudah datang. Aku akan menjadikannya sebagai Gunung Demon yang kedua!" gumam Hugo.

Mata Hugo bersinar dengan semangat yang membara. Dia sangat memahami nilai dari tempat ini. Bahkan di Alam Suci pun, ini adalah tanah suci yang hanya bisa direbut oleh para orang suci.

Hugo tiba-tiba menoleh, lalu bertanya, "Nona, gimana kalau kita basmi saja kelompok Paman Ondo di sini?"

Tiana tertegun sejenak saking terkejut dengan perkataannya. Saat ini mereka hanya bertiga, sementara kekuatan lawan jauh lebih unggul. Mereka bahkan belum sempat melarikan diri dengan baik. Namun kini, Hugo bisa-bisanya mau membasmi mereka?

Daren juga mendengus tidak percaya, lalu menunjukkan ekspresi mengejek ke arah Hugo. Dia memaki, "Dasar budak kurang ajar. Kamu ini cuma bisa berbual!"

"Pantatmu gatal lagi ya?" tanya Hugo sambil memelotot dengan tajam.

Ucapannya langsung membuat Daren diam. Tamparan yang tadi mendarat di pantatnya sudah cukup menjelaskan bahwa budak di hadapannya ini sama sekali tidak menganggap penting dirinya yang beridentitas tuan muda.

"Hmph! Pria sejati tahu kapan harus mundur. Tunggu saja, nanti aku akan kumpulkan orang-orang setelah pulang. Kamu akan tahu akibatnya!" gerutu Daren sambil menyembunyikan kepalanya di bahu kakaknya.

Tiana melindungi adiknya agar tidak menjadi sasaran kemarahan Hugo lagi. Kemudian, dia bertanya dengan bingung, "Apa rencanamu?"

Hugo tersenyum tipis, lalu mengulurkan satu tangan sembari membalas, "Nona, kalau boleh tahu berapa banyak batu spiritual yang kamu bawa? Tolong serahkan semuanya padaku."

"Untuk apa kamu meminta batu spiritual?" tanya Tiana dengan waspada. Matanya menatap tajam ke arah Hugo.

"Hahaha .... Nona, mohon jangan salah sangka. Aku bukan budak jahat yang memanfaatkan kesulitan majikannya untuk merampas harta. Semua yang kulakukan ini semata demi keselamatan kalian," jelas Hugo.

Tiana mengelus pantat adiknya yang malang. Dia menggerutu dalam hati, 'Hmph! Kamu bukan budak jahat? Menurutku, nggak ada budak yang lebih jahat daripada kamu di dunia ini.'

Hanya saja, Tiana tetap melepas sebuah cincin di tangannya dan menyerahkannya kepada Hugo. Dia memberi tahu, "Ini adalah semua harta yang kubawa. Kalau kamu berani menipuku, aku nggak akan melepaskanmu."

Hugo tertawa ringan saat menerima cincin itu, lalu berbalik dan menghilang ke dalam kabut tebal. Dia tidak lupa berpesan, "Tunggu aku di sini."

"Hmph! Budak itu benar-benar kurang ajar. Beraninya dia memerintah majikannya! Kak, kamu harus kasih dia pelajaran baik-baik. Lampiaskanlah amarahku!" gerutu Daren dengan kesal setelah Hugo pergi.

Tiana menggeleng pelan. Dia memandang kabut putih di depannya dan berucap dengan tenang, "Daren, budak ini memang nggak sopan sama kita, tapi selama ini dia terus membantu kita. Dia lebih baik daripada orang-orang yang manis di mulut, tapi menusuk dari belakang. Kita nggak boleh membalas kebaikan dengan kejahatan."

Daren merenung sejenak, lalu berujar seraya mengangguk pelan, "Ya, orang yang benar-benar pantas mati adalah Paman Ondo."

Tiana tersenyum puas sambil mengangguk. Kemudian, dia memuji, "Daren, kamu akhirnya mulai dewasa dan mengerti."

Namun, tak lama kemudian Daren kembali menggertakkan giginya. Dia melanjutkan, "Tapi, budak kurang ajar itu tetap harus dihukum. Dia harus ditelanjangi di depan umum, lalu dipukul pantatnya. Kalau cuma dibunuh, itu terlalu menguntungkannya."

Mendengar itu, Tiana langsung terdiam karena tak tahu harus berkata apa lagi.

....

Hugo melangkah perlahan di dalam hutan berkabut. Tatapannya yang dalam terus mengamati sekeliling. Sesekali cahaya melintas dari tangannya. Tiba-tiba, sebuah batu spiritual memelesat keluar dari cincin dan jatuh ke tanah, lalu menghilang tanpa jejak.

Meskipun ini adalah kali pertama Hugo datang ke hutan berkabut, gerak-geriknya sama sekali tidak menunjukkan kebingungan seolah dia sangat mengenal tempat ini.

Kabut yang tebal tidak sedikit pun menghalangi langkahnya. Hanya dalam waktu 15 menit, Hugo sudah berhasil melintasi seluruh hutan itu.

"Gerbang neraka Sembilan Alam Bawah terbuka, kekuatan jahat dari empat penjuru masuk ke dalam formasi!" Sambil melafalkan mantra pembuka formasi dari Kitab Rahasia Sembilan Alam Bawah, Hugo membentuk rangkaian gerakan tangan dengan sangat cepat.

Seketika itu juga, angin menderu, suasana menjadi mencekam, dan langit langsung berubah menjadi kelam. Diiringi jeritan memilukan, bayangan-bayangan kelabu meluncur dari langit yang gelap lalu satu per satu masuk ke dalam hutan berkabut.

Tidak lama kemudian, kabut putih yang menyelimuti hutan mulai berubah warna dari putih menjadi merah lalu menghitam. Sampai akhirnya, seluruh kabut itu menjadi hitam pekat dan menyatu dengan warna langit. Jeritan-jeritan hantu yang menyeramkan juga terus terdengar dari dalam hutan.

Tiana dan adiknya belum pernah melihat pemandangan yang begitu mengerikan. Mereka langsung ketakutan dan saling berpelukan. Tubuh mereka berdua gemetar ketika mundur perlahan.

Namun tak lama kemudian, suara-suara mengerikan itu pun menghilang. Langit kembali cerah dan cahaya matahari yang menyilaukan juga muncul kembali. Kabut hitam di dalam hutan segera memudar. Tak lama, Hugo berjalan keluar dari hutan sambil terengah-engah.

"Sebenarnya apa yang terjadi barusan? Ini ulahmu ya?" tanya Tiana sambil memandang Hugo dengan rasa takut sekaligus curiga.

Hugo tidak menjawab pertanyaannya. Dia hanya melambaikan tangan, lalu berbalik dan kembali masuk ke dalam hutan. Pria itu malah berujar, "Ikut aku."

Tiana menatap punggung Hugo dengan tatapan penasaran, tetapi dia tetap menyusul bersama adiknya. Saat ini, ada sesuatu yang terasa misterius dari diri Hugo yang membuatnya tak kuasa ingin tahu lebih banyak.

Tak lama kemudian, mereka bertiga tiba di bawah sebatang pohon tua yang sudah berumur ribuan tahun.

Hugo menoleh ke arah Tiana, lalu berkata, "Nanti kamu duduk di bawah pohon ini. Aku akan mengajarimu gerakan tangan untuk mengaktifkan Formasi Bayangan Hitam. Saat kelompok Ondo dan yang lainnya datang, kamu yang akan mengendalikan formasi ini untuk membunuh mereka."

"Apa? Ini formasi?" tanya Tiana yang kaget. Dia memandang Hugo dengan ekspresi tidak percaya.

Formasi adalah sesuatu yang bahkan lebih berharga dibandingkan teknik bela diri atau jurus bela diri. Biasanya, lukisan formasi adalah rahasia yang dijaga ketat oleh sekte dan keluarga bangsawan.

Di pelelangan sekalipun, jika ada satu saja lukisan formasi tingkat pertama yang dijual, harganya bisa mencapai puluhan ribu batu spiritual. Sering kali meskipun punya uang, seseorang belum tentu bisa membelinya.

Kalau saja Manor Sharila milik keluarga mereka memiliki formasi pelindung, mustahil mereka bisa diserbu begitu mudah oleh para bandit.

Namun sekarang, seorang budak dari kediaman mereka malah bisa dengan santainya memasang sebuah formasi? Sebagai putri tertua keluarga, Tiana benar-benar merasa sangat terkejut.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 50

    Wush!Fajar baru mulai menyingsing ketika Hugo kembali ke rumah kecil itu sambil menggendong dua wanita muda dan cantik di masing-masing tangannya.Para penjaga dari Paviliun Ragnala yang melihatnya sempat terpaku sejenak. Sebab, sudah lebih dari 10 hari mereka tidak melihat Kepala Pelayan Keluarga Garjita ini. Namun setelah itu, mereka langsung menunjukkan senyum penuh pengertian.Beberapa orang bahkan berteriak untuk meledek, "Wah Hugo, semalam pasti kewalahan ya!"Tepat saat itu, Agnia lewat dan melihat Hugo. Pandangannya lalu berpindah ke arah dua wanita cantik yang berada dalam pelukannya.Alis Agnia mengerut pelan, lalu dia memutar matanya dengan ekspresi jijik dan melangkah pergi tanpa memedulikan pria itu, seolah tidak pernah melihatnya. Hanya saja, mulutnya masih sempat bergumam, "Semua pria sama saja."Hugo tahu bahwa mereka sudah salah paham, tetapi dia tidak peduli. Dia terus berjalan dan masuk ke kamarnya sambil menggendong dua wanita itu, lalu melempar mereka begitu saja

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 49

    "Mana ada? Mereka tetap sangat menghormati Nona kok," ucap Nita cepat-cepat. Dia berusaha menghibur nonanya.Wanita berbaju hitam itu hanya tersenyum pahit, lalu merespons sambil menggeleng, "Nita, kamu nggak perlu menghiburku lagi. Aku cuma berharap setelah perjalanan ini selesai, aku bisa mendapatkan Telapak Naga untuk menyembuhkan luka Ayah Angkat.""Nona sangat berbakti, pasti keinginan itu akan terkabul!" jawab Nita sambil tersenyum lembut. Kedua matanya memicing seperti bulan sabit. Melihat senyuman Nita, wanita berbaju hitam pun ikut tersenyum dan terlihat sedikit lega.Kemudian pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara helaan napas lirih masuk ke telinga mereka berdua. "Nona, berbakti dan mengabulkan keinginan itu dua hal yang berbeda. Lagian, siapa yang bilang Telapak Naga bisa menyembuhkan luka?""Siapa di sana?" Wanita berbaju hitam dan Nita segera menoleh ke arah datangnya suara. Entah sejak kapan Hugo sudah duduk santai di jendela. Pria itu sedang menatap mereka berdua samb

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 48

    Hugo menggeleng tanpa daya, lalu lanjut mengamati. Orang berbaju hitam itu melepaskan tudung hitam di kepalanya.Sepasang mata bening yang indah pun terlihat. Rambutnya yang hitam legam dan berkilau terurai seperti air terjun. Kulitnya begitu putih, halus, dan lembut seolah-olah bisa pecah bila disentuh. Ternyata dia adalah seorang wanita cantik yang sangat langka.Bahkan, para anak buah di sekitarnya pun tak bisa menahan diri untuk menelan ludah. Pandangan mereka kosong ketika menatapnya. Sampai wanita itu menatap mereka dengan tajam, barulah mereka buru-buru menunduk.Tanpa banyak bicara, wanita itu berseru keras, "Nita, ambilkan kertas dan kuas!" Gadis itu pun segera membawakan kuas, tinta, kertas, dan batu tinta.Wanita itu menggulung lengan bajunya, lalu mulai menggambar dengan hati-hati di atas kertas. Sebelum 15 menit berlalu, dia sudah menyelesaikan sebuah gambar denah tempat tinggal. Melihatnya, Hugo pun diam-diam memuji dalam hati.Gambar itu menggambarkan dengan jelas tata l

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 47

    Dalam lebih dari 10 hari berikutnya, sosok Hugo sama sekali tidak terlihat lagi di rumah kecil milik Paviliun Ragnala. Bukan hanya Agnia dan yang lainnya, bahkan ketiga orang dari Keluarga Garjita pun jarang melihat wajahnya.Sejak menyatakan niatnya dengan lantang kepada semua orang, Hugo menjadi makin gila-gilaan dalam berlatih. Dia mengurung diri di dalam kamar dan tidak menemui siapa pun.Hanya saat malam tiba, barulah Hugo membiarkan Bayi Darah keluar untuk menyerap energi primordial dari para petarung.Targetnya adalah Keluarga Pramesti. Selama 10 hari lebih itu, Silas benar-benar dibuat frustrasi. Jumlah pengawal di rumah mereka berkurang setiap hari. Lebih parahnya lagi, semuanya menghilang tanpa jejak. Tak ada satu pun mayat yang ditemukan.Hal ini membuat Silas curiga bahwa mereka telah menyinggung Keluarga Garjita, lalu kini Keluarga Garjita meminta bantuan Paviliun Ragnala untuk membalas dendam.Sebab menurut Silas, hanya kekuatan dari Tujuh Keluarga Bangsawan yang mampu me

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 46

    Agnia tidak menjawab apa pun. Dia hanya memandang bayangan punggung Hugo yang perlahan menghilang. Jabal sempat ragu sejenak, lalu menceritakan semua kejadian sebelumnya.Setelah mendengar semua penjelasan dari awal sampai akhir, Novem hanya bisa menggeleng sambil menghela napas panjang.Kemudian, Novem berujar dengan pasrah, "Sudah sering kubilang, berselisih itu wajar tapi jangan sampai menjatuhkan martabat orang lain. Kalian mempermalukan Keluarga Garjita seperti itu, ya wajar saja dia mau membuktikan pada kalian.""Tapi ... apa yang dia katakan barusan, rasanya benar-benar mustahil," gumam Jabal ragu-ragu.Sambil mengelus janggutnya, mata satu-satunya Novem berputar pelan dalam rongga matanya. Kemudian, dia berbicara, "Kalau Keluarga Garjita punya seorang ahli formasi tingkat kelima sebagai pelindung, walaupun mungkin nggak akan bisa menyamai reputasi Tujuh Keluarga Bangsawan, mereka pasti akan menjadi salah satu yang terkuat di kalangan keluarga biasa.""Jadi, lebih baik kita teta

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 45

    Novem ingin mengajaknya bergabung dengan Paviliun Ragnala bukan tanpa alasan. Itu jelas akan membawa keuntungan besar bagi Paviliun Ragnala sendiri.Di sisi lain, Hugo hanya tersenyum tipis dan tak langsung menjawab. Dia menyeruput secangkir teh dengan tenang. Sebenarnya sebelum datang ke sini, dia sudah bisa menebak maksud Novem.Hugo adalah seseorang yang mampu membentuk formasi tingkat kelima. Siapa di seluruh kekaisaran ini yang tidak ingin merebutnya? Bahkan jika dia berhadapan langsung dengan Kaisar, sang Kaisar pun harus bersikap sopan dan memperlakukannya dengan penuh hormat.Jadi sejak saat Hugo memutuskan untuk membentuk formasi tadi, dia sudah memperkirakan akan ada hasil seperti ini.Melihat Hugo masih belum memberikan jawaban, Novem kembali bertanya, "Saudara Hugo, gimana menurutmu?"Hugo menyeringai kecil, lalu bertanya dengan tenang, "Kalau aku mengajukan beberapa syarat, nggak masalah, 'kan?""Tentu saja nggak masalah! Selama Paviliun Ragnala bisa memenuhinya, kamu bole

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 44

    Wush!Tiba-tiba, terdengar suara angin terbelah. Seseorang mendadak muncul di depan Jabal dan Agnia. Mereka berusaha melihat dengan jelas siapa yang datang. Ternyata dia adalah Novem. Saat ini, satu-satunya mata Novem terlihat bersinar penuh semangat."Barusan, siapa yang membentuk formasi itu?" tanya Novem segera.Agnia bergumam, "Eh, itu ...."Keduanya saling memandang sejenak, lalu akhirnya Jabal yang menjawab, "Kepala Pelayan Keluarga Garjita, Hugo!""Apa? Dia?" Novem langsung terkejut. Dia berbalik dan kembali meneliti formasi di sekelilingnya. Makin lama menatap, ekspresinya makin menunjukkan keterkejutan.Novem berujar, "Seorang ahli sejati dalam dunia formasi bukan cuma harus memahami setiap tingkatan formasi dengan sangat mendalam, tapi juga harus melewati latihan bertahun-tahun serta memahami harmoni langit dan bumi, baru bisa menguasai rahasia di dalam formasi.""Aku yang sudah tua begini saja cuma bisa membentuk formasi tingkat ketiga. Bagaimana mungkin anak seusianya bisa

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 43

    Tiana sedikit tertegun. Dia tidak tahu apa yang ingin dilakukan Hugo, tetapi tetap menyerahkan sebuah cincin kepadanya.Setelah menerima cincin itu, Hugo langsung melompat ke atap tertinggi di rumah tersebut. Dia memandang sekeliling dari atas dengan saksama."Eh, ini bukan rumahmu. Kenapa naik ke atas sana? Cepat turun!" seru Agnia dengan nada kesal, sementara bibirnya cemberut.Hugo tidak menghiraukannya. Dia terus mengamati sekeliling. Tak lama kemudian, dia berkata datar, "Formasi pertahanan tingkat ketiga, Formasi Naga Melingkar."Begitu kata-kata itu keluar, Jabal dan Agnia langsung terkejut. Sebab, apa yang dikatakan Hugo memang formasi pertahanan yang dipasang oleh Novem untuk rumah ini. Hanya saja, bagaimana dia bisa langsung mengenalinya hanya dengan satu pandangan?Namun sebelum mereka sempat memproses rasa terkejut itu, Hugo sudah kembali melompat ke udara. Dari cincin itu, batu-batu spiritual memelesat keluar dan berhamburan ke sekeliling rumah seperti hujan deras.Dalam w

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 42

    Melihat bujukan tidak berhasil, Jabal hanya bisa menghela napas pelan lalu meninggalkan tempat itu bersama Agnia. Namun di saat mereka baru saja meninggalkan ruangan, terdengar suara tawa marah Novem menggema.Keesokan paginya, Hugo membawa tiga orang dari Keluarga Garjita pindah dari penginapan ke rumah yang disediakan oleh Novem.Tempat itu adalah rumah tamu milik Paviliun Ragnala yang digunakan khusus untuk menjamu tamu kehormatan. Ukurannya hanya sedikit lebih besar dibandingkan Manor Sharila milik Keluarga Garjita. Ini adalah rumah terbaik di seluruh Kota Andaras, tidak ada tandingannya.Begitu para mata-mata dari berbagai keluarga yang terus mengawasi Keluarga Garjita mengetahui kabar ini, mereka langsung melapor ke atasannya.Dalam waktu singkat, berita bahwa Keluarga Garjita tinggal di bawah perlindungan Paviliun Ragnala tersebar ke seluruh penjuru kota.Semua orang tahu bahwa Paviliun Ragnala bukan hanya menjadi pelindung kuat Keluarga Garjita, tetapi juga sangat menghargai me

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status