"Selamat datang, Sayangku. Istriku ..."
Ryan membuka pintu rumah lebar-lebar, mempersilahkan istrinya untuk masuk ke dalam rumahnya yang sudah dipersiapkan untuk mereka tempati setelah menikah. "Kamu, suka?" tanya Ryan kemudian, saat melihat istrinya terdiam meskipun matanya tampak berbinar-binar saat melihat sekeliling. "Mas, ini ..." Erika tidak bisa melanjutkan kalimatnya dengan lancar karena ini jauh berbeda dari ekspektasinya, mengenai rumah suaminya. Meskipun tahu jika suaminya bukan lagi karyawan biasa, dan sudah menjadi seorang pengusaha tapi ia tidak pernah menyangka jika Ryan telah menjadi sangat kaya raya. Saat melamar dan menikahinya, Ryan memang telah mengembalikan uang 5 Milyar pada papanya. Jadi, Erika berpikir bahwa suaminya itu harus kembali berjuang untuk mendapatkan kekayaan agar usahanya berjalan lancar. Apalagi pesta pernikahan mereka, semua biaya pesta juga ditanggung sendiri oleh Ryan. Orang tuanya tidak ikut membiayai pesta sama sekali, dan itu permintaan Ryan sendiri. "Rumah yang ini memang aku persiapkan untuk tempat tinggal kita setelah menikah, sedangkan rumah yang sebelumnya aku rombak untuk dijadikan mess karyawan." Ryan penjelasan. "Mas, hiks... I-ni luar biasa," lirih Erika yang tidak tahu harus berkomentar apa. "Rumah ini belum ada yang tahu, dan ini memang surprise untukmu." Ryan kembali menjelaskan. Wanita itu memeluk sang suami, bangga dengan apa yang telah dicapai olehnya. Ia tidak pernah mengetahui, bahwa suaminya ternyata jauh lebih sukses dibandingkan dengan apa diketahui oleh orang lain. Sekarang Ryan mengajak istrinya untuk berkeliling rumah terlebih dahulu, memperlihatkan ruangan-ruangan yang memang belum terjemah sebab belum ditempati. Tapi untuk perabotan rumah, sudah lengkap beserta pernak pernik yang tentunya juga mewah dan berkelas. "Jika kamu ingin mengatur ulang dekorasi atau apapun itu, tidak perlu sungkan." Ryan memeluk pinggang istrinya - seperti posesif. "Mas, aku justru tidak banyak memikirkan hal-hal yang sepele seperti itu. Lagipula, ini menurutku sudah luar biasa." Erika tampak puas dengan semua yang disediakan oleh suaminya. "Tapi, kamu kan suka fashion dan beauty. Pasti bisa diaplikasikan ke rumah juga, sayang." Ryan tetap memberikan kebebasan pada istrinya. Akhirnya, Erika hanya mengangguk setuju dengan permintaan suaminya. Meskipun untuk ke depannya dia juga tidak tahu, karena menurutnya - rumah ini sudah terlalu sempurna sebagai tempat tinggal. Sekarang mereka kembali berkeliling ke arah lantai atas, di mana kamar mereka berada. Ternyata, lantai atas juga sangat luas dengan tidak banyak ruangan sehingga terkesan lapang dan nyaman. Ryan tersenyum melihat istrinya yang tampak kagum dengan bangunan rumah ini. Dan Ryan puas dengan semua yang telah ia pilih demi sang istri. "Apapun, demi kebahagiaan dan cintaku." Ryan berbicara lirih, berbisik di telinga istrinya. "Terima kasih, sayang." Rasa haru dan bahagia menyelusup ke dalam hati dan perasaan Erika, merasa tepat karena menunggu Ryan dan tidak mau menerima tawaran kakaknya agar menikah dengan laki-laki yang sudah menjadi sahabat kakaknya sejak lama - Julian. *** Sementara itu, di sebuah restoran dengan room private. "Jadi, bagaimana dengan keadaan platform game terbaru kita? Aku tidak mau mendengar laporan yang kurang baik lagi, ya!" tegas Tanu, menatap tajam pada lawan bicaranya. "Tapi, kita perlu membuat iklan-iklan yang menarik, Tanu. Iklan-iklan yang lama, aku pikir kurang strategis." Lawan bicaranya membuat alasan. Brakk! Tanu menggebrak meja, mendengar bantahan dari lawan bicaranya. Ia tidak suka mendapatkan laporan yang selalu tidak baik - menurutnya. Padahal sejak lama ia berkeinginan untuk memiliki bisnis sendiri di luar bisnis keluarga Lee. Dan dengan rekannya itu - yang juga menjadi sahabatnya sejak lama, ia mulai mengembangkan bisnis game yang menjadi trend di kalangan remaja hingga anak-anak. Sayangnya, apa yang diinginkan dan dibayangkan Tanu tidak sesuai dengan kenyataan. Sejak berdiri, platform game milik mereka sepi. Bahkan biaya pemeliharaan platform saja sudah sangat besar, dengan biaya pembuatan iklan yang nyatanya tidak sesuai dengan keuntungan yang diperoleh. "Aku percayakan pembuatan iklan padamu, Julian! Dan apa hasilnya?" bentak Tanu pada rekannya - yang ternyata adalah Julian. "T-api, kau tahu sendiri bagaimana keadaan dunia game di negara kita, Tanu. Semua bersaing ketat, dan iklan-iklan mereka itu bukan hanya melibatkan influencer media sosial, tapi para artis yang tentunya lebih dikenal masyarakat." Julian mencoba membela diri. "Hahhh! Bilang aja kau tak becus, huh!" Tanu terlihat sangat marah, sebab dia sudah menginvestasikan uangnya dalam jumlah besar di platform game ini. Dan yang lebih parahnya, ia menggunakan modal pinjaman dari perusahaan keluarga Lee. Selama ini, papanya memang tidak banyak ikut campur tentang pengelolaan perusahaan yang ia tangani. Tapi karena modal perusahaan yang semakin menipis, ditambah dengan guncangan harga saham yang menurun, akhirnya sang papa memberikan teguran padanya. Tuan Lee bahkan meminta pada anak laki-lakinya itu supaya mencoba merubah sikapnya, agar bisa lebih dekat dengan bersikap baik dengan adik iparnya yang sekarang sedang sukses dan berkembang maju dengan usaha bisnisnya. Menurut tuan Lee, Tanu bisa memanfaatkan ikatan kekeluargaan mereka yang kini sudah terjalin supaya Ryan bisa memberikan modal tambahan untuk antisipasi kebangkrutan perusahaan mereka. Tapi Tanu justru menolak dan keras kepala, sehingga dimarahi papanya sendiri karena tidak bisa bersikap fleksibel. "Pokoknya aku tidak mau tahu, kau harus bisa mengatasi semua ini, Julian! Apa kau tak malu, jika sampai Ryan yang membereskan semua permasalahan kita, ha?" Tanu berbicara dengan nada tinggi. "Ryan? Tidak mungkin dia punya modal sebesar itu, bro! Kau tahu sendiri, ia sudah memberikan uang pada papamu juga biaya untuk pernikahannya. Mana mungkin Ryan punya uang lagi?" Julian tidak yakin dengan pernyataan Tanu. "Aku tidak tahu, tapi papa sendiri yang bilang begitu." Tanu memijat keningnya karena merasa pening. Sementara dalam hati Julian, tentu saja tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya tadi. 'Huh, pecundang itu mana punya modal sebesar itu!' batin Julian mengejek Ryan. Tapi suara notifikasi ponselnya justru membuatnya tercengang, tidak percaya dengan berita yang baru saja diunggah dari jurnal online terpercaya. 'Tidak, mungkin itu Ryan yang lain!'"Apa maksudmu, Bang Ded?" tanya Elsa dengan nada heran, menatap Dedi dengan bingung - tidak mengerti arah pembicaraannya tadi.Dedi menghela napas panjang, berhenti sejenak di depan lift yang belum terbuka. Ia memastikan tidak ada orang lain di sekitar mereka sebelum melanjutkan pembicaraannya."Aku tahu kamu dekat dengan Pak Ryan. Kita semua dekat dengannya, tapi aku melihat ada sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan profesional antara kamu dan dia," ujar Dedi dengan serius, menatap langsung ke mata Elsa.Elsa mengerutkan kening. "Maksudmu, aku dan Pak Ryan...?" Ia tertawa kecil, merasa absurd dengan apa yang dipikirkan Dedi. "Bang Ded, kamu salah paham. Aku tidak ada perasaan apa-apa terhadap Pak Ryan. Dia bosku, dan kita hanya bekerja sama. Hubungan kita sebatas profesional, tidak lebih."Namun, Dedi tampak tidak terpengaruh oleh penjelasan Elsa. "El, aku tahu kamu orang yang baik. Tapi terkadang, kedekatan bisa menimbulkan persepsi yang salah, apalagi ketika orang lain melihatny
Beberapa hari setelah perbincangan Ryan dan Rangga, suasana di sekitarnya semakin stabil. Hubungan Ryan dengan orang-orang di sekitarnya mulai membaik, terutama dengan istrinya - Erika, yang sempat syok berat karena mengetahui papanya ikut terlibat dalam konspirasi yang ingin menjatuhkan suaminya. Sementara Nyonya Lee juga ikut syok dan akhirnya harus mengungsi ke luar negeri demi kesehatan mentalnya.Tanu yang sempat khawatir dengan kehadiran Rangga, akhirnya bisa bernapas lega setelah mengetahui bahwa Rangga tidak lagi memiliki ambisi untuk mengambil alih perusahaan. Tindakan Ryan yang memperbaiki hubungan dengan Rangga menjadi kunci untuk menghindari konflik lebih jauh, dan itu membuatnya semakin dihargai oleh keluarga dan orang-orang di sekitarnya.Sementara itu, di rumah, hubungan Ryan dan Erika semakin hangat. Meskipun sibuk dengan urusan perusahaan dan masalah-masalah yang baru saja berlalu, Ryan selalu meluangkan waktu untuk istrinya. Mereka sering menghabiskan waktu bersama d
Beberapa hari setelah Tuan Lee, Tuan Haris, dan Nadia diproses hukum, suasana di perusahaan Ryan mulai stabil. Tidak ada yang bisa lepas begitu saja dari jerat hukum, jika memang mereka bersalah. Dan Ryan, tidak memiliki toleransi bagi mereka yang berkhianat.Berbeda dengan keadaan Ryan, Tanu justru sedang resah. Keberadaan Rangga yang masih berkeliaran di sekitar perusahaan Lee membuatnya merasa terganggu. Meski Rangga tidak lagi membuat keributan atau mencoba mengambil alih perusahaan, kehadirannya tetap memicu ketegangan yang membuat suasana tidak nyaman. Tanu tidak bisa menyembunyikan rasa jengkelnya, sering kali mengeluh pada Ryan atau Erika tentang hal tersebut.Melihat ketidaknyamanan Tanu dan menyadari bahwa permasalahan di antara mereka bisa saja merusak hubungan keluarga yang tersisa, Ryan memutuskan untuk mengambil inisiatif. Dia merasa sudah waktunya berbicara dengan Rangga, bukan sebagai rival bisnis, tetapi sebagai saudara yang masih memiliki ikatan darah dengan istrinya
Ryan berhenti melangkah dan menoleh kembali ke arah Tanu, matanya tampak serius. Pertanyaan yang baru saja dilontarkan Tanu membuat suasana yang semula mulai mereda kembali terasa tegang. Erika, yang berdiri di samping suaminya, menatap Tanu dengan cemas, seakan tahu bahwa pembahasan ini akan membawa kembali ingatan-ingatan buruk yang tentu saja masih membekas dengan jelas.Ryan menghela napas panjang sebelum berbicara. "Kak Tanu, aku tahu ini bukan hal yang mudah untuk kita semua. Apalagi, bagimu dan Erika, dia tetaplah papa kalian." Ryan berbicara dengan hati-hati, tak ingin memancing lebih banyak perasaan keduanya terluka."Tapi, Papa..." Suara Tanu tercekat, menelan ludahnya susah. "Apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana jika dia—""Kita harus menyerahkan semuanya pada hukum, Kak Tanu." Ryan memotong dengan tegas, namun suaranya tetap tenang. "Semua bukti sudah jelas mengarah ke Papa. Dia terlibat dalam rencana bersama Tuan Haris dan melibatkan Nadia juga untuk mencelakak
Erika berjalan anggun memasuki ruang meeting, di sampingnya ada Ryan yang selalu tampak tenang namun penuh wibawa. Suara langkah kaki mereka berdua yang berirama membuat suasana di ruangan itu terasa semakin menegangkan. Tanu yang masih berdiri di depan meja konferensi menatap ke arah keduanya, sementara Rangga yang semula tampak percaya diri, kini mulai terlihat tidak nyaman dengan kehadiran mereka.Ryan, yang memegang saham terbesar di perusahaan ini setelah penyuntikan dana besar-besaran saat perusahaan Lee hampir bangkrut, hanya memberikan anggukan kecil kepada Tanu. Ia kemudian berjalan ke arah kursi di ujung meja, posisi yang biasanya diisi oleh pemegang keputusan tertinggi dalam pertemuan semacam ini.Erika, yang selama ini menjadi sosok penting di balik layar - sebab dirinya juga memiliki beberapa persen saham di perusahaan keluarganya ini, tidak banyak bicara. Namun kehadirannya kali ini jelas menunjukkan bahwa dia bukan sekadar anak perempuan dari Tuan Lee, tetapi juga seora
Tanu berdiri tegak di ruang pertemuan yang luas, matanya menatap dengan tajam ke arah sepupunya - Rangga, yang memaksa ikut dalam pertemuan ini. Rangga duduk di hadapannya dengan sikap percaya diri, merasa menjadi bagian dari perusahaan yang saat ini dipimpin Tanu.Rangga, sepupu Tanu yang juga sekaligus keponakan Tuan Lee, kini berani menunjukkan ketertarikannya untuk mengambil alih kepemimpinan perusahaan yang selama ini dijalankan oleh Tuan Lee. Sementara itu, Tuan Lee, ayah Tanu dan Erika, kini tengah mendekam di penjara, jelas telah membuat keputusan-keputusan yang mempengaruhi banyak hal - termasuk merosotnya harga saham perusahaan. Namun, meskipun hubungan keluarga ini mengikat mereka dalam ikatan darah, Tanu tahu bahwa tidak ada tempat bagi Rangga di dalam dunia bisnisnya ini —terutama dengan segala yang telah terjadi.Tangga sendiri - bersama dengan keluarganya yang lain, sudah mendapatkan bagiannya di luar kota - perusahaan cabang yang selama ini ditangani mendiang ayahnya R