Cahaya gemerlap memancar dari dinding-dinding gua menciptakan suasana yang begitu magis di sekitarku. Saat aku melangkah lebih dalam, aku kembali dibuat terpesona dengan formasi stalaktit dan stalagmit yang menjulang tinggi di dinding gua. Sibuk terpesona dengan apa yang ada dihadapanku, aku dibuat terkejut dengan tarikan kuat di lenganku. Kulihat Evan dengan wajah pucatnya mulai merengek.
“Gio, ayo kita pulang saja! Lihatlah ini seperti rumah hantu,” pinta Evan sambil memohon.“Lihat baik-baik, Evan, juga dengarkan baik-baik! Begitu indah bukan? Gua ini sangat menakjubkan. Tetesan air dari stalaktit menciptakan melodi yang unik, sungguh menenangkan. Bagaimana bisa kau berpikir tempat ini menyeramkan?” tanyaku heran kepada Evan.“Dasar aneh! Jelas-jelas gua ini menyeramkan. Tidak seharusnya kita mengikuti Burung Hantu itu, bisa saja kita dilenyapkan di sini,” tutur Evan penuh antisipasi. Belum sempat aku menjawab Evan, anak itu kembali merengek, kali ini dengan suara bergetar dan wajah panik, ia mengadu kepadaku.“Gi... Gio, benar apa kataku, ini merupakan sarang hantu. Bahkan iblis pun bersemayam di sini.” Air mata tampak menumpuk di ujung matanya.“Apa sih Evan? Dunia ini memang ajaib, kau tahu itu kan? Lagipula makhluk di sini memang jauh berbeda dari dunia kita, jadi wajar apabila kita me... melihat MALAIKAT MAUT!!!” teriakku terkejut dengan kedatangan tiba tiba sesosok makhluk dengan jubah dan tudung berwarna hitam, persis seperti malaikat pencabut nyawa, sepertinya gua ini memang sarang hantu, atau lebih parahnya tempat bersemayam para iblis.“AAAAA....... “ Aku dan Evan sontak menjauhkan diri dari malaikat maut itu.“Booo.” Satu kata darinya bisa membuat kami berlari tak karuan. Kami berdua masuk cukup jauh ke dalam gua. Kemana menghilangnya burung hantu dan Kiyo? Mengapa menghilangnya satu sosok akan memunculkan sosok lain yang tidak kalah menyeramkan?Malaikat maut tadi sepertinya tidak mengejar kami, tapi itu bukan alasan untuk tidak kabur. Yang terp enting sekarang adalah memikirkan cara keluar dari sini. Tak berselang lama, kulihat sosok Burung Hantu dan Kiyo dari kejauhan. Segera kuajak Evan untuk menghampiri mereka.“Hei, darimana saja kalian?” tanya Burung Hantu kawatir.“Kami ingin pulang!” pintaku tanpa basa-basi kepada Burung Hantu.“Sebentar, kenapa tiba-tiba kau ingin pulang? Tunggulah, aku ingin memperkenalkanmu kepada seseorang,” tegas Burung Hantu.Evan yang terlihat ketakutan, akhirnya angkat suara, “Kami ingin pulang! Jujur saja, kau ingin membunuh kami kan? Aku sudah bertemu malaikat maut yang kau tugaskan untuk membunuh kami, jadi terima kasih, kami tidak akan menunggu dan akan pulang sekarang!”“Malaikat maut?” tanya Burung Hantu kebingungan. Ia terlihat menerka, hingga kemudian terbahak dengan kencangnya. “Hahahahha, apakah kalian sudah bertemu James? Pantas saja aku tidak menemukannya di ruangannya. Hahahaha, lucu sekali James menjadi malaikat maut,” lontar Burung Hantu dengan tawa yang tak bisa berhenti. Aku dan Evan hanya memandang bingung, apa kami sedang dipermainkan?“Baiklah, ayo ikut aku, akan kujelaskan semuanya,” ajak Burung Hantu setelah meredakan tawanya. “Oh iya, sebelum itu, izinkan aku memperkenalkan diri secara resmi,” imbuh burung hantu yang kemudian disusul kepakan sayapnya. Kepakan kali ini terasa berbeda, sebab muncul silau cahaya yang memenuhi gua ini. Cahaya itu menghilang dan meninggalkan sosok wanita di tempat burung hantu tadi berada.Aku terpukau sejenak melihatnya, tubuhnya yang mungil lebih pendek dariku dibalut dengan baju dan jubah berwarna oranye, yang sepertinya terbuat dari serat-serat daun, wajahnya kecil dengan telinga runcing yang lucu, rambutnya panjang berwarna merah seperti cahaya mentari sebelum tenggelam bertambah apik dengan hiasan rambut dari rangkaian buah bery merah, sangat pas untuknya. Ia seperti gambaran nyata dari musim gugur.“Perkenalkan namaku Willow, dan ini adalah wujud asliku,” jelas burung hantu yang sudah menampakkan apa yang ada dibalik topengnya.“Pantas saja kau cerewet, kau seorang perempuan rupanya,” ujar Evan yang tak kalah terkejut setelah melihat perubahan itu, “jika dari awal kau menampakkan bentuk aslimu, Gio sudah sampai di sini daritadi,” lanjut Evan menggodaku. Sepertinya aku harus menjaga jarak dengan Evan, mudah sekali dia membaca diriku.Sorot gemerlap cahaya, hentakan kaki dari mereka yang menari, suara tawa yang menyelimuti dingin dan gelapnya Hutan Dendron. Setelah semua hal yang terjadi sudah tidak ada kekhawatiran yang menjeratku, aku bisa bebas berpesta sekarang. “Ini dia pahlawan kita, kemari dan bergabunglah, Gio!” ajak Evan yang sudah duduk di meja bersama yang lainnya. Teriakannya cukup kencang hingga aku bisa merasakan seluruh atensi sepenuhnya menuju ke arahku. Langkahku terhenti akibat banyaknya orang yang menghampiriku. Mereka memberiku berbagai macam hadiah, mengajakku menari, hingga menarikku ke meja mereka. Oh Tuhan, tolong aku. “Akhirnya kau sampai juga Tuan Populer,” ejek Evan. “Dengan wajah seperti itu mustahil dia tidak populer di kalangan wanita, benarkan, Willow?” Willow yang semula terlihat tidak tertarik dengan semua ini sontak terlihat panik. “Mengapa kau bertanya padaku?” jawab Willow kesal. Wajahnya memerah, lucu sekali. “Sudahlah, aku tidak melakukan apa-apa, jangan
Teriakan mengejutkan tadi langsung menyadarkanku akan situasi berbahaya yang menyambut. Belum sempat menoleh ke belakang, tubuhku sudah terhuyung, seseorang menimpaku, dari bawah sini aku tidak dapat mengenalinya, ia terlihat samar, tapi teriakannya sesudah itu membuatku langsung mengenalinya. Itu suara James.“Syukurlah kau sudah sadar, lihatlah semua, Gio, berhasil!” teriak pria tua itu. Kami berada di balik tubuh Atlas. Tubuhnya yang besar dan terbuat dari batu sangat sempurna untuk dijadikan benteng dadakan. Akan tetapi, percuma bila ada panah yang berjatuhan dari segala arah. Kami terkepung oleh puluhan Shapeshifter. Aku bisa melihat Evan, Willow, dan Kiyo bersembunyi tak jauh dari tempatku saat ini. Mereka tidak mengacungkan senjata untuk melawan, mereka hanya bersembunyi. Dengan hati-hati James menggiringku menuju tempat yang lain berkumpul.“Gio, kau tidak apa-apa?” Kekhawatiran tampak jelas di mata Evan, begitu pula yang lainnya. Aku hanya men
Aku berjalan melewati tubuh Atlas yang tak berdaya, di baliknya terlihat Kiyo yang memang sudah terkulai lemas di pangkuan Evan. Luka goresan kecil menghiasi tubuh Kiyo, sepertinya itu hanya luka akibat terlempar tadi, untung saja Atlas benar-benar tidak melakukan hal keji terhadap Kiyo, kelumpuhannya sepertinya diakibatkan oleh air dari sungai perak, berarti itu akan memakan 24 jam untuk Kiyo segera pulih. “Ayo bangunlah, peri jelek!! Kita tak ada waktu untuk bersantai, lagipula siapa yang mau menggendongmu, perjalanan kita masih panjang.” Meski cercaan tak henti-hentinya keluar dari mulut Evan, raut wajahnya tak bisa menyembunyikan kesedihan dan kepanikannya. Dalam keadaan seperti ini, tidak ada yang bisa menenangkan Evan selain hal yang diinginkannya terkabul. Masalahnya, kita tidak punya cukup waktu jika harus menunggu kepulihan Kiyo.Di sisi lain keheningan justru mengelilingi Willow, ia hanya menatap Kiyo sejenak sebelum beranjak pergi. Ekspresi itu, ekspresi datar yang terlih
Desa ini dipenuh sorak sorai dan tawa riang penduduknya. Cahaya obor dan susunan kristal memancar di penjuru desa, menciptakan suasana hangat. Pesta penyambutan Willow ini sangat mendadak, tapi tetap saja meriah. Aku berusaha berbaur dengan yang lain, mencoba menyelaraskan langkah kaki dengan irama musik yang memenuhi udara. Makanan lezat tersaji di meja, minuman juga melimpah ruah layaknya sungai. Namun, beban berat rasanya masih menghantuiku. Dari bangku ini bisa kuedarkan pandangan ke seluruh penjuru Desa Shapeshifter. Pesta ini seharusnya menjadi saat-saat gembira, tapi hatiku terasa terbebani oleh rancana gelap yang sedang kucoba sembunyikan di balik senyuman palsu ini. Bisa kulihat Willow sedang menari bersama kedua kakaknya, terlihat sangat bahagia. Bagaimana ia bisa sesantai ini sebelum mengirimkan bencana ke klannya sendiri. Apakah itu semua juga palsu seperti yang sedang kulakukan? Kurasakan tarikan kecil di belakang bajuku. Terlihat beberapa anak mani
Berhari-hari menghabiskan waktu di dalam gua-tidak, maksudku di cangkang seekor kura-kura raksasa, membuatku sedikit melupakan suasana magis di Hutan Dendron. Cabang-cabang pohon saling merangkul memperlihatkan hamparan kegelapan. Pepatah bilang, kekurangan akan selalu diiringi oleh kelebihan lain. Memang benar, sebab aku membuktikannya di sini. “Menurut kalian, mengapa beberapa hewan dan tumbuhan di sini bersinar?” Seluruh perhatian terpusat kepadaku. Willow terlihat berpkir, seperti menimang jawaban pertanyaanku.“Apa kau tidak melihat di sini tidak ada cahaya matahari? Pertanyaanmu sungguh aneh, Gio,” protes Evan kepadaku. Willow terlihat menahan gelakannya. Dasar Evan, kau membuatku seperti orang bodoh di hadapan seorang gadis.“Aku mengerti maksudmu, Gio.” Willow mulai membuka suara, “kalian tahu kan bahwa setiap wilayah di Eldoria ini memiliki roh yang harus di jaga?” Semua mengangguk memperhatikan, “tiap roh itu memiliki kekuatan yang menyeimbangkan wilayahnya. Seperti di sini,
Setelah melalui malam yang cukup menguras emosi, aku tertidur lumayan lama. Aku terbangun dan melihat segala perlengkapan sudah dikemas oleh Willow dan Evan. Segera aku makan untuk mengisi tenaga sebelum berangkat, lalu bergabung dengan yang lainnya untuk membahas kembali rencana kami. Untuk bisa mengalahkan Heka, kami perlu mengumpulkan keempat roh magis dan harus bisa mengendalikannya. Tujuan kami yang pertama adalah mendapatkan roh tanah. Yang ikut dalam perjalanan ini hanya aku, Evan, Willow, dan Kiyo. James akan tinggal dan bertugas menjaga gua, sebab akan sangat berbahaya jika bangsa shapeshifter lain menemukan kami, mungkin perang saudara bisa terjadi. Kami berempat akan bergerak ke arah Timur hingga bertemu dengan sungai perak. Di hulu sungai itu terdapat gunung batu yang menjadi tempat roh tanah bersemayam. Namun, yang jadi masalah adalah sungai perak yang akan kita lewati itu sangat berbahaya, air yang mengalir di sepanjang sungai itu bisa menyebabkan siapa saja yang terke