Suara decit roda mobil yang berhenti di pinggir jalan terdengar. Tampak Vincen baru saja sampai di alamat yang diberikan oleh wanita asing di rumah kontrakannya tadi.
Melihat gedung yang sekarang berada di sebelahnya itu, Vincen menautkan alis. "Apartemen Diamond?" ucapnya bertanya-tanya. Ini adalah apartemen tempat dirinya pernah tinggal dulu semasa orang tuanya masih hidup. Kenapa wanita itu tahu tempat dirinya dulu– “Ugh ….” Kepala Vincen mendadak terasa sakit. Sejumlah potongan samar muncul silih berganti dengan cepat dalam benaknya. Seorang gadis, darah, dan juga sebuah janji. Tiga hal itu saja yang Vincen tangkap sebelum semuanya menghilang. “Apa itu tadi?” batin Vincen bertanya-tanya. Dia merasa ada suatu hal yang dia lupakan, dan betapa pun dia berusaha mengingat, dia tidak bisa ingat! Frustrasi, Vincen menggelengkan kepalanya. Dia menatap kunci yang diberikan sang wanita dan yakin itu adalah kunci apartemen tersebut. “Apa maksudnya memberikanku ini semua?” ucap Vincen sambil menghela napas, menyesal karena tidak sempat menolak sang wanita itu tadi. Dirinya sudah pusing dengan segala musibah yang menimpa, dan Vincen tidak ingin dipusingkan oleh masalah lain! Akhirnya, Vincen pun keluar dari mobil. Dia memutuskan akan meninggalkan mobil itu ke satpam, berharap wanita itu akan datang dan mengambil kembali benda ini. Kalau tidak, bukan urusan Vincen, wanita itu yang memilih meninggalkan mobil dan kunci ini kepadanya. Namun, baru saja keluar mobil, sebuah teriakan menghentikan langkah Vincen. "Tuan muda Clark, tunggu!" Vincen reflek menoleh ke belakang, lalu melihat sesosok pria berjas rapi yang menghampirinya dengan terburu-buru. "Paman Noel?" gumam Vincen saat berhasil mengenali wajah pria tersebut. Noel Gallagher adalah satu dari dua pelayan terpercaya Pak Tua Clark yang sedari dulu terus menghantui Vincen untuk kembali ke keluarga Clark. “Apa yang Paman Noel inginkan?” tanya Vincen dengan nada tidak ramah, sudah lelah dikejar oleh orang-orang keluarga Clark. “Kalau Paman ingin membujukku kembali ke keluarga Clark, maka sebaiknya Paman–” "Baca ini, Tuan muda...," ucap Noel, memotong kalimat Vincen seraya mengeluarkan sebuah amplop putih dari balik jasnya dan memberikannya pada Vincen dengan tangan gemetar. "Apa ini?" tanya Vincen sambil memegang amplop tersebut, mencoba memahami situasi. "Sebenarnya saya tidak diperbolehkan memperlihatkan ini pada Anda, tapi ..." Noel tampak ragu, tapi dia mengeraskan tekad dan berkata, “saya rasa Tuan Muda berhak tahu.” Vincen mengerutkan kening, kecurigaan menggelayut. Saat membalik amplop itu, ia melihat logo sebuah rumah sakit dan alisnya pun tertaut. Dengan cepat, Vincen membuka amplop tersebut dan membaca isinya. Saat isi dari surat tersebut ia baca, wajah Vincen berubah terkejut dan tangannya bergetar. “Ini … apa ini?” Vincen menatap Noel. “Ini pasti kebohongan! Kalian mencoba menipuku agar membuatku mengalah kepada pak tua itu, bukan!?” ucapnya marah. Namun, Noel menggelengkan kepala dengan wajah tak berdaya. "Tuan muda, kumohon dengarkan saya. Tuan Besar tidak pernah bersedia mengakuinya, jadi saya yang akan dengan lancang mengatakannya.” Noel mengepalkan tangannya, lalu mulai menjelaskan, “Saya tahu Tuan Muda sangat marah kepada Tuan Besar karena menganggapnya tidak memberikan bantuan di kala orang tua Anda memerlukan. Akan tetapi, sebenarnya ada salah paham di sini ….” “Salah paham?” ulang Vincen. Noel mengangguk. “Sebenarnya … Tuan Besar tidak pernah mengetahui apa pun perihal permintaan bantuan dari ayah Tuan Muda.” Ucapan Noel membuat Vincen terbelalak. “Apa?” “Itu benar. Ada seseorang yang berusaha memperburuk hubungan Tuan Besar dengan ayah Tuan Muda. Dan sampai sekarang, Tuan Besar masih menyesali ketidakmampuannya untuk menemukan putranya sebelum semua terlambat dan menanggung rasa bersalah itu sendiri!” ujar Noel. Vincen mematung di tempatnya. Jadi, maksud Noel … kebencian Vincen terhadap Pak Tua Clark … adalah sebuah kesalahan? Begitu?! Tidak, tidak mungkin sesederhana itu! Vincen memasang wajah gelap. "Kalau memang seperti itu, kenapa pria tua itu tidak pernah mengatakannya dari awal!?” Noel menghela napas kasar, lalu menjawab dengan wajah tidak berdaya. "Walau tidak pernah sedekat itu, tapi saya yakin Tuan Muda tahu sifat Tuan Besar seperti apa.” Dia menatap Vincen lurus. “Ego dan harga dirinya begitu tinggi hingga dia tidak mau mengakui bahwa … dia tidak berhasil menemukan putranya di waktu sampai akhirnya semua terlambat.” Tubuh Vincen terasa membeku, benaknya berputar. Memang benar, tak perlu dekat dengan Pak Tua Clark untuk tahu sifatnya yang begitu keras kepala dan memiliki ego tinggi. Demikian, penjelasan Noel sangatlah masuk akal! Tangan Vincen mengepal. Tubuhnya bergetar. “Apa kamu berpikir mengatakan ini akan membuatku kembali ke keluarga Clark? Aku tidak–” BRUK! Noel langsung ambruk berlutut di hadapan Vincen dengan kepala tertunduk. "Tuan muda, tolong kembalilah! Waktu Tuan besar bisa jadi tidak lagi lama, dan hanya Anda satu-satunya keluarga yang masih ada untuk tuan besar dan diinginkan beliau untuk meneruskan keluarga Clark!"Vincen berdiri di depan jendela besar rumahnya, pandangannya kosong melintasi langit malam yang penuh bintang. Tangan kanannya yang menggenggam telepon genggam sedikit gemetar. Wajahnya yang tadinya tegang dan pucat perlahan mulai menunjukkan raut lega saat mendengar berita tersebut dari ujung telepon. "Apa benar-benar semua telah dikalahkan, Master?" suaranya terdengar serak, mencari kepastian."Iya, Tuan Clark. Semua sudah beres. Tidak perlu khawatir lagi," jawab suara di seberang sana, tegas dan menenangkan.Seketika, otot-otot yang tegang di leher Vincen melunak. Dia menutup matanya, menghela napas panjang dan mengusap muka dengan kedua tangannya. Pria itu kemudian berjalan pelan menuju sofa, duduk dengan letih. Rasa cemas yang selama ini menderanya perlahan menguap, digantikan oleh rasa syukur yang dalam.Vincen menatap ke atas, mengucap syukur dalam hati. Kepalanya yang tadinya dipenuhi oleh ketakutan dan kecemasan tentang apa yang mungkin terjadi pada orang-orang di sekitarnya
Dentuman keras menggema, membuat tanah di bawah mereka bergetar dan debu mengepul tinggi ke udara. Saat kekuatan mereka berdua saling beradu satu sama lainTubuh Harley bergetar karena kekuatan yang baru saja dia lepaskan. Matanya menyala tajam, energi spiritualnya mengalir seperti sungai yang deras. Di depannya, Lizzy dengan cekatan menahan serangannya dengan pedang yang ia oegang, menciptakan gelombang energi yang bertabrakan dengan pukulan Harley.Asap perlahan mulai menghilang, Lizzy berdiri tegak, pedangnya masih terjulur ke depan, tapi nafasnya terengah-engah menandakan usaha yang ia keluarkan.Harley, di sisi lain, masih terpaku di posisinya, matanya terpaku pada sosok Lizzy yang ternyata mampu menahan serangannya. Ada rasa kagum yang bercampur dengan kegigihan dalam dirinya, mengetahui bahwa pertarungan ini akan lebih sulit dari yang dia bayangkan.Dengan gerakan yang begitu cepat, Harley dan Lizzy saling menyerang dengan serangan dahsyat yang bertenaga. Benturan energi spirit
Harley melihat ke sekitar arena pertarungan. Setelah mengalahkan lawannya, matanya mencari sosok Solomon yang terlihat berada dalam kesulitan. Dengan langkah cepat dan pasti, Harley melompat melewati pohon dan bebatuan yang ada dibawahnya, bergegas menuju Solomon yang tampak kewalahan.Solomon, dengan tubuhnya yang sudah renta, berusaha menangkis serangan dengan teknik pernapasan Alam. Wajahnya terlihat pucat dan keringat membanjiri dahi, menunjukkan betapa dia berjuang untuk bertahan. Harley, dengan mata yang tajam dan gerakan cepat, langsung menghampiri, mengayunkan pukulan kuat ke arah sosok lawan Solomon. membuatnya sosok tersebut terhempas jauh ke belakang."Anda tidak apa-apa?!" teriak Harley bertanya sambil berdiri didepan pria tua itu. Solomon, dengan napas yang tersengal, hanya bisa mengangguk pelan dan mencoba untuk tetap berdiri.Sosok yang terhempas barusan, terlihat terbang kembali ke arah Harley, melakukan serangan cepat.Namun, Harley dengan gerakan lincah, melindungi
Lotar segera waspada saat menatap sosok yang membangkitkan energi spiritual Iblis. Dia tahu betul bahwa pengguna energi spiritual kegelapan memiliki kekuatan yang sangat luar biasa.Menarik napas dalam-dalam, Lotar memutuskan untuk tidak menahan kekuatan lagi. Dia melepaskan seluruh energi spiritualnya yang mendalam dan kuat."Hahaha... bagus, gunakan semua kekuatanmu, pak tua!" seru pengguna energi spiritual kegelapan dengan nada mengejek, sambil melayang di udara bak sosok yang menguasai langit.Swuz!Tak ada yang menduga, Lotar tiba-tiba menghilang dari tempatnya. Hanya terdengar ledakan dahsyat saat dia melompat ke atas dengan kecepatan luar biasa.Sosok pengguna energi spiritual kegelapan tersenyum mengejek, seolah sudah tahu akan serangan Lotar. Dia dengan mudah menahan serangan pukulan dahsyat dari Lotar, tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga.Duak!Gelombang angin menerjang sekitar mereka akibat benturan pukulan Lotar yang ditahan oleh sosok pengguna energi kegelapan dengan s
Harley berdiri dengan tegap, tatapan matanya terkunci pada sosok yang dengan tenang menahan serangannya.Tanah di bawah kaki mereka terbelah, membentuk jurang kecil, dan debu berterbangan mengelilingi area pertarungan mereka. Sosok tersebut, dengan ekspresi yang tidak terbaca, membetulkan posisi kakinya, menyiapkan diri untuk serangan berikutnya.Harley, dengan kecepatan kilat, melancarkan pukulan lain, namun Sosok itu hanya mengangkat tangan kanannya dan dengan mudahnya mengalihkan serangan tersebut. Gerakan Sosok itu begitu tenang dan terkendali, seolah-olah dia sedang berada dalam latihan rutin bukan dalam pertarungan sengit.Harley merasakan emosi yang mulai membuncah di dalam dadanya, dia tidak pernah bertemu lawan yang seakan meremehkannya seperti itu. Setiap serangan yang dia lancarkannya hanya seperti angin lalu bagi Sosoj tersebut.Kemarahan dan kekaguman bercampur dalam pandangannya, namun dia tidak akan menyerah. Dengan rahang yang mengeras, Harley mengumpulkan seluruh kek
Langit malam yang gelap berpadu dengan gemerisik dedaunan yang tertiup angin kencang, menciptakan suasana yang mencekam di tengah pepohonan yang rimbun. Di kejauhan, cahaya obor dari para pemuja Iblis menerangi area sekeliling mereka, membentuk lingkaran yang terang benderang. Sementara itu, dari balik kegelapan, Lotar, Harley, Face, Solomon dan bawahannya bersembunyi di balik pepohonan besar, mata mereka fokus memantau setiap gerakan pemuja Iblis. Wajah mereka tegang, penuh konsentrasi, tangan mereka memegang senjata yang siap digunakan.Lotar, memberi isyarat untuk mendekat. Dia berbisik, "Sekarang atau tidak sama sekali." Mereka mengangguk, mengerti akan tugas yang harus dilakukan. Perlahan, mereka bergerak keluar dari persembunyian, mengatur langkah agar tidak mengundang perhatian.Solomon, dengan pisau panjang di tangannya, memimpin langkah. Harley dan Face mengikuti di belakang, sementara Lotar bergerak melingkar, mencari sudut yang lebih baik untuk menyerang. Mereka mendekat,