Sepanjang siang, Klein hanya terduduk di kursi kantornya dan menatap kosong ke arah kalung batu giok di tangan. Dia mencoba memproses segala hal yang terjadi.
Usai memergoki sang istri berselingkuh, Klein bertengkar dengan Rudy sampai kepalanya membentur lemari. Kemudian, saat dia hampir kehilangan kesadaran, kalung batu giok yang dia dapatkan dari mendiang orang tuanya mengeluarkan cahaya membutakan, membuatnya tiba-tiba telah berada di kantor, di masa dirinya dan Windy belum menikah, dan Chester–teman baiknya–yang seharusnya sudah mati juga masih hidup!
Bagaimanapun Klein melihatnya, tidak ada penjelasan lain selain dirinya telah melakukan perjalanan waktu!
‘Apa … karena giok ini?’ batin Klein bertanya-tanya.
“... ein … Klein!”
Panggilan itu menyentak Klein, membuatnya menoleh ke belakang. Tampak seorang wanita berdada besar dengan lekuk tubuh mencolok tengah menatapnya dengan khawatir.
“Bu Olivia?” panggil Klein seiring dirinya berdiri.
Olivia Harper, supervisor Klein dan Chester yang bertanggung jawab kepada Rudy, menautkan alis. “Apa yang sebenarnya sedang kamu pikirkan sampai tidak mendengarku? Kamu tahu sudah berapa kali aku memanggilmu?” tegurnya.
Klein memasang wajah bersalah. “Maaf, Bu Olivia. Saya … hanya sedang banyak pikiran.”
Melihat Klein seperti itu, Olivia hanya bisa menghela napas kasar. “Aku tahu kamu tidak sabar akan segera menikah, tapi kuharap kamu tetap fokus selagi bekerja.” Dia menambahkan, “Aku ingin melihat laporan penjualan mingguanmu hari ini sebelum pulang, mengerti?”
Klein menganggukkan kepala. “Baik, Bu. Sekali lagi, saya minta maaf.”
Usai yakin bahwa Klein paham tugasnya, Olivia pun menganggukkan kepala. “Pastikan untuk mengerjakannya setelah makan siang,” titahnya sebelum meninggalkan tempat tersebut dan kembali ke ruangannya.
Tak menunggu waktu lama, Chester yang melihat semua yang terjadi dari mejanya menghampiri Klein. "Bung, apa kau baik-baik saja? Aku melihat Bu Olivia menegurmu tadi.”
“Bukan masalah besar,” jawab Klein sembari tersenyum.
“Sungguh, aku tidak mengerti apa yang salah denganmu hari ini. Bukan hanya kau bersikap dingin kepada Windy, tapi seharian kau terbengong menatap udara sampai ditegur Bu Olivia. Kau tidak seperti Klein yang biasa begitu rajin dan fokus bekerja!” celoteh Chester selagi berjalan bersama Klein menuju lift untuk makan siang.
“Kau ada masalah? Apa Windy meminta mahar yang besar untuk pernikahan kalian?” tanya Chester lagi dengan hati-hati, tampak khawatir. “Sudah kukatakan padamu, wanita itu bukan kabar baik! E-eh, maksudku–!”
Klein tersenyum tipis mendengar celotehan Chester. Sahabatnya itu memang memiliki sifat yang begitu terus-terang.
Dulu, sebelum Klein menikah, dia dan Chester begitu dekat, sampai Klein menganggap sahabatnya itu seperti saudara. Namun, semua berubah saat Klein mulai jatuh hati kepada Windy.
Entah apa alasannya, Chester selalu memperingati Klein untuk tidak terlibat dengan Windy, mengatakan bahwa wanita itu berbahaya dan bermuka dua. Namun, Klein tidak mendengarkan dan malah marah kepada Chester.
Sampai akhirnya, saat Klein dan Windy kemudian mengumumkan mereka akan menikah, Chester pun meminta maaf dan berusaha memperbaiki hubungannya dengan Klein.
Sayangnya, karena Windy tidak suka melihat Klein bergaul dengan Chester–yang wanita itu anggap tidak setara, Klein pun memilih untuk menjauhi sahabatnya tersebut.
Penyesalan terbesar Klein adalah … dia tidak pernah memperbaiki hubungannya dengan sang sahabat sebelum Chester meninggal dunia akibat kecelakaan beberapa hari sebelum pernikahannya dan Windy.
Mengingat bagaimana pada akhirnya omongan Chester benar adanya, bahwa Windy adalah wanita bermuka dua dan hina, Klein sekarang merasa menyesal. Sungguh bodoh dirinya di kehidupan lalu sampai lebih memilih memutus hubungan dengan sahabat dekatnya untuk wanita tersebut!
‘Di kehidupan ini, aku akan memastikan untuk tidak mengambil keputusan yang salah dan melindungi orang-orang yang penting untukku!’ batin Klein pada akhirnya.
Klein pun menepuk pundak Chester dan tersenyum. “Santai, kawan. Aku tidak marah.”
Melihat Klein tersenyum menanggapi omongannya, Chester agak kaget. “Tumben, biasanya kau akan langsung memakiku karena menjelek-jelekkan wanita pujaanmu itu!”
Klein melingkarkan tangannya di pundak Chester dan berkata dengan senyum lebar, “Aku tahu kau hanya perhatian padaku.”
Mendengar itu, Chester mengangguk-anggukkan kepalanya bangga. “Luar biasa! Akhirnya saudaraku ini mendapatkan pencerahan! Apa ini efek menjelang pernikahan?”
Candaan Chester dibalas Klein dengan senyum tipis. “Mungkin,” jawabnya. “Yang jelas, untuk merayakan pertemuan kita lag– maksudku, untuk merayakan kesadaranku, hari ini aku akan mentraktirmu makan.”
“Oke!”
Sekitar sepuluh menit kemudian, Chester dan Klein pun tiba di salah satu restoran mewah yang dekat dengan kantor.
Berdiri di depan pintu masuk restoran, tampak sosok Chester sedikit gugup saat melihat ke mana Klein membawa dirinya.
“Klein, kau serius membawaku ke sini?! Ini adalah Lionheart Palace! Hotel bintang lima dan termahal di kota Zephir! Kamu tahu, ‘kan?” desis Chester yang menghentikan Klein dari mengambil langkah untuk memasuki restoran.
Kaget ditarik sang sahabat, Klein menganggukkan kepala. “Tentu saja … apa ada masalah?” ujar pria itu dengan alis tertaut, membuat Chester semakin kaget dengan sikap santai Klein.
“Bung! Makan di sini bisa menghabiskan lebih dari setengah gaji bulanan kita! Dengan rencana pernikahanmu di bulan depan, memangnya kau ada uang?!” tanya Chester. “Sudah, sudah! Kita makan di restoran kecil biasa saja, tidak perlu bagimu mentraktirku di tempat mewah seperti ini!”
Melihat betapa rendah hatinya sang sahabat, Klein tersenyum. Dia pun berkata dengan tenang, “Tenang, Chester. Aku punya perhitungan.”
Karena Klein bersikeras, Chester pun hanya bisa mengikuti.
Sesampainya di dalam, tak Chester sangka, bukan hanya tidak ada security yang berani menghalangi jalan mereka, tapi resepsionis langsung memperlakukan mereka dengan hormat sampai mengantar mereka ke kursi yang entah kapan telah Klein pesan.
“Gila … mimpi apa aku semalam sampai bisa ditraktir di tempat seperti ini oleh seorang Klein Alexander?!”
Mendengar temannya, Klein merasa ingin tertawa. Ingin sekali dia menjelaskan semuanya, tapi … masih belum saatnya.
“Cepat pesan saja makanannya. Kita hanya ada waktu satu jam sebelum jam istirahat selesai,” ujar Klein, mengingatkan.
Tepat ketika Chester sibuk memesan makanan, Klein merasa ada yang sedang memerhatikannya. Dia pun menoleh, menatap satu sosok dari luar restoran yang menatapnya instens.
“Chester, lanjut pesan apa pun yang kamu mau. Aku perlu ke toilet sebentar,” ucap Klein seraya berdiri dan meninggalkan area tersebut.
“O-oke! Cepat kembali! Aku merasa gugup sendiri!” balas Chester jujur.
Sesampainya di lorong hotel yang hening, Klein melihat ke kiri dan ke kanan, mencari orang yang sedari tadi menatapnya. Sampai akhirnya dia mendengar seseorang berkata, “Hormat kepada Tuan Muda.”
Klein menoleh, lalu melihat sosok wanita paruh baya dengan pakaian formal membungkuk kepadanya begitu dalam. Di belakang wanita itu, tampak empat orang bodyguard juga membungkuk ke arah Klein dengan sama hormatnya.
Melihat hal tersebut, Klein tersenyum dan membantu wanita tersebut berdiri, “Bibi Helda, lama tidak berjumpa.”
Wanita bernama Helda itu tersenyum tulus dengan mata berkaca-kaca. Dia menggenggam tangan Klein erat dan berujar, “Tuan Muda, tujuan Anda datang ke Lionheart Palace hari ini, apakah untuk menerima kembali posisi ahli waris keluarga Lionheart?”
Di ruang pengantin wanita, Rina tampak cantik luar biasa dalam gaun putih yang dihiasi ribuan kristal kecil. Wajahnya berseri-seri, pancaran kebahagiaan terpancar jelas dari matanya. Musik orchestra mulai mengalun lembut saat Klein melangkah ke altar. Para tamu berdiri, menanti kedatangan pengantin wanita. Saat Rina muncul, dipimpin oleh ayahnya, seluruh hadirin terpesona oleh kecantikannya. Upacara pernikahan berlangsung dengan khidmat di bawah kanopi bunga mawar putih yang menaungi altar. Ratusan tamu undangan menahan napas saat Klein dan Rina berdiri berhadapan, tangan mereka saling menggenggam. Klein, meski wajahnya tetap tenang, menatap Rina dengan intensitas yang belum pernah dilihat siapapun sebelumnya. Matanya yang biasanya dingin kini menyiratkan kehangatan dan kasih sayang yang dalam. Rina, dengan mata berkaca-kaca, membalas tatapan Klein dengan senyum lembut. Pendeta memulai prosesi dengan suara yang jernih, "Klein Lionheart, bersediakah engkau menerima Rina Lee seb
Satu hari telah berlalu sejak penyerangan keluarga Xie ke Paviliun Lionheart. Pagi itu, Klein berdiri di balkon kamarnya, matanya yang tajam memandang ke arah kota Riverdale yang mulai sibuk. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun ada kilatan tekad yang kuat di matanya.Paviliun Lionheart masih dalam proses perbaikan. Bekas-bekas pertempuran masih terlihat jelas di beberapa bagian bangunan dan halaman. Para pekerja sibuk mondar-mandir, memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan keluarga Xie.Klein mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia tidak perlu berbalik untuk tahu siapa yang datang."Bagaimana keadaanmu, Klein?" tanya Cornelius, berdiri di samping cucunya."Baik-baik saja, Kek," jawab Klein singkat, matanya tetap memandang ke kejauhan.Cornelius mengangguk. "Baguslah. Kau tahu, kita beruntung Kakek Buyutmu, Ryan datang tepat waktu. Jika tidak..."Klein hanya mengangguk pelan. Ia tahu betul bahwa tanpa campur tangan Ryan, mungkin mereka tidak akan selamat dari serangan
"Apa yang terjadi?" tanya salah satu tetua, wajahnya pucat pasi.Belum sempat ada yang menjawab, sebuah portal dimensi terbuka di tengah halaman utama. Dari dalamnya, muncul sosok Ryan Pendragon dengan senyum lebar di wajahnya."Halo, keluarga Xie!" serunya riang. "Maaf mengganggu pesta kecil kalian. Tapi kurasa sudah waktunya kita bermain-main sedikit!"Para anggota keluarga Xie langsung bersiaga. Puluhan praktisi bela diri tingkat tinggi mengepung Ryan, siap menyerang.Ryan tertawa. "Oh, ayolah! Kalian pikir jumlah bisa mengalahkan kualitas? Baiklah, biar kutunjukkan pada kalian apa arti kekuatan sejati!"Dengan satu gerakan tangan, Ryan melepaskan gelombang energi Qi yang luar biasa kuat. Gelombang ini menghempaskan sebagi
Wajah Xie Wei memerah, campuran antara malu dan marah. "Omong kosong! Tidak mungkin kau lebih tua dariku! Aku tidak akan tertipu oleh kebohonganmu!""Tertipu?" Ryan mengangkat alisnya, senyum mengejek masih terpasang di wajahnya. "Oh, bocah tua. Kau benar-benar masih hijau dalam hal ini."Merasa terhina, Xie Wei tidak bisa menahan amarahnya lagi. "Cukup omong kosongmu! Akan kubuat kau menyesali kata-katamu!"Xie Wei melesat maju, tangannya diselimuti energi Qi putih kebiruan yang membentuk cakar harimau. Namun, sebelum serangannya mencapai Ryan, pria itu sudah menghilang dari pandangan.Tanpa peringatan, Ryan muncul di belakang Xie Wei, bergerak dengan kecepatan yang bahkan melampaui Xie Wei. Energi Qi merah keemasan menyelimuti tubuhnya, membentuk aura matahari yang menyilaukan."Terlalu lambat, bocah," ejek Ryan. "Biar kutunjukkan padamu apa itu kekuatan sejati. Teknik Matahari Surgawi: Sembilan Matahari Membakar Surga!"Xie Wei berusaha menangkis serangan itu, tapi kekuatan di bali
Klein memulai serangan pertamanya dengan pukulan lurus yang diselimuti energi Qi merah keemasan. "Tinju Matahari Membara!" teriaknya, suaranya dipenuhi amarah yang tak terbendung. Pukulannya menciptakan gelombang panas yang menghantam pertahanan Xie Wei, udara di sekitar tinjunya berpendar bagai bara api.Xie Wei berhasil menangkis serangan ini, tapi ia terdorong beberapa langkah ke belakang, tangannya terasa terbakar. "Hoh, rupanya bocah Lionheart punya nyali juga," ejeknya, senyum kejam tersungging di bibirnya.Tak memberi kesempatan Xie Wei untuk bernapas, Klein melanjutkan dengan tendangan berputar. Kakinya yang diselimuti energi Qi membentuk busur api, menciptakan jejak merah menyala di udara. "Tendangan Korona Matahari!" Serangan ini nyaris mengenai kepala Xie Wei, yang berhasil menghindar pada detik-detik terakhir, rambut di pelipisnya terbakar sedikit.Klein terus melancarkan kombinasi pukulan dan tendangan dalam ritme yang cepat dan tak terduga. Setiap serangannya dipenuhi a
Pertarungan sengit pun pecah. Xie Wei dan sosok tua itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, menciptakan gelombang kejut energi setiap kali serangan mereka beradu. Tanah retak, pohon-pohon tumbang, dan udara bergetar hebat akibat pertarungan dahsyat ini.Xie Wei mengerahkan seluruh kekuatannya, mengaktifkan jurus rahasia keluarga Xie. "Jurus Rahasia: Sembilan Roh Harimau Putih!" teriaknya.Seketika, udara di sekitar Xie Wei bergetar hebat. Energi Qi putih kebiruan meledak dari tubuhnya, membentuk sembilan sosok harimau putih raksasa yang mengelilinginya. Mata harimau-harimau itu berkilat ganas, taring dan cakar mereka tampak siap mencabik apa pun yang menghalangi.Sosok tua itu, meski powerful, tampak terkejut melihat jurus ini. "Jurus legendaris keluarga Xie," gumamnya. "Tak kusangka masih ada yang bisa menguasainya."Xie Wei tidak memberi kesempatan pada sosok tua itu untuk mempersiapkan diri. Dengan satu gerakan tangan, ia mengarahkan kesembilan harimau itu untuk menyerang. Har
Cahaya merah menyilaukan memancar dari kalung giok naga yang dikenakan Klein, menerangi area pertempuran dengan aura mistis. Raungan naga yang menggelegar seolah membelah langit malam, membuat semua pihak yang terlibat dalam pertarungan terdiam sejenak.Dari dalam kalung tersebut, muncul sosok semi-transparan seorang pria tua. Rambutnya yang panjang dan janggut putihnya bergerak pelan seolah tertiup angin yang tak kasat mata. Matanya yang tajam memindai area sekitar sebelum akhirnya terpaku pada Klein."Ah, jadi kau pemilik baru makam pedang ini," ujar sosok itu, suaranya berat dan dalam. "Kau mengingatkanku pada pemilik sebelumnya. Sama-sama keras kepala dan selalu terlihat tenang."Klein menatap sosok itu dengan ekspresi datar, meski ada kilatan kebingungan di matanya. ‘Makam Pedang? Apa maksudnya? Dan siapa dia sebenarnya?’Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi instingnya mengatakan bahwa sosok ini bukanlah ancaman baginya.Sosok tua itu mengalihkan pandangannya, mengama
Situasi pertarungan antara Klein dan Xie Hu semakin tidak menguntungkan bagi Klein. Meski ia berhasil menangkis sebagian besar serangan, beberapa pukulan Xie Hu berhasil menembus pertahanannya.Klein merasakan tulang rusuknya retak saat pukulan Xie Hu mengenai dadanya telak. Ia terhuyung ke belakang, darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Namun, berkat kemampuan regenerasinya, luka-luka itu mulai pulih dengan cepat."Menarik," komentar Xie Hu, matanya menyipit melihat luka-luka Klein yang sembuh dengan cepat. "Kau punya kemampuan regenerasi yang luar biasa. Tapi itu tidak akan cukup untuk menyelamatkanmu."Klein tidak menjawab. Ia menggunakan jeda ini untuk mengatur napasnya dan memfokuskan Qi-nya. Matanya yang tajam memindai area di sekitarnya, mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk mengubah situasi.Tiba-tiba, Klein mendengar suara jeritan familiar. Matanya melebar saat melihat Bella dan Ella ditangkap oleh dua orang penyerbu keluarga Xie."Kak Klein!" teriak Ella, air mata
Klein bergerak dengan cepat, mengandalkan set tinju yang telah ia latih intensif. Setiap pukulannya diperkuat oleh Teknik Matahari Surgawi, menciptakan gelombang energi yang menghempaskan para penyerang."Kau jelas hanya seorang Master Bela Diri, tapi kau sanggup mengalahkan beberapa anggota keluarga Xie sekaligus, impresif…" Xie Hu berjalan maju sambil bertepuk tangan.Dia lalu memberi aba-aba pada anggota keluarga Xie lainnya untuk tidak menyerang Klein dan mencari target lainnya.“Nah, sekarang hanya tinggal kita berdua. Klein …" Xie Hu dengan santai menggerakkan telapak tangannya, mengundang Klein untuk maju. "Tunjukkan kemampuanmu."Tanpa membalas ucapan Xie Hu, Klein melesat maju, tinju kanannya berkilau dengan energi panas yang inte