Share

Kebohongan Sahabat Masa Kecilku
Kebohongan Sahabat Masa Kecilku
Author: Nina

Bab 1

Author: Nina
Pada detik ketika aku mendengar kebenarannya, jantungku bergetar hebat.

Dalam satu bulan ini, kejadian Lorenzo dikeroyok dan difitnah sudah tak terhitung lagi.

Aku berusaha sekuat mungkin membantunya menghindari bahaya, tetapi selalu saja ada celah.

Karena tak tahan lagi, aku menyarankan dia untuk pindah sekolah.

Saat itu Lorenzo baru saja disiram air es. Wajah tampannya pucat dan menyedihkan, dia meraih tanganku dengan putus asa.

"Aurel, aku nggak berani pergi sendirian ke lingkungan yang asing."

Aku dan Lorenzo bisa dibilang teman masa kecil. Sejak TK kami berangkat dan pulang sekolah bersama, dan itu tak pernah berubah selama belasan tahun.

Belum lagi aku diam-diam juga menyukainya.

Jadi karena terbawa perasaan, aku menjanjikan, "Jangan takut, kamu ke mana pun, akan kutemani."

Namun sampai sekarang aku baru tahu, semuanya hanyalah pertunjukan yang disusun Lorenzo dengan susah payah demi mengusirku.

Aku tak bisa menahan diri untuk bertanya-tanya, apakah Lorenzo sebegitu benci padaku?

Suara-suara di dalam ruang VIP itu masih berlanjut, "Aurelia itu benar-benar tergila-gila sama kamu."

"Sekarang kamu biarkan dia ke sekolah lain, kamu nggak takut dia nanti suka sama orang lain?"

"Dia?"

Lorenzo mencibir, seolah mendengar lelucon terbesar di dunia.

"Demi aku saja dia berani menghalang pengeroyokan. Meski dipukuli sampai wajahnya memar, dia nggak mundur selangkah pun. Menurutmu dia akan berpaling dariku?"

Seseorang bergumam pelan, "Kalau-kalau benar terjadi, bagaimana? Aurelia bukan orang yang mudah disinggung."

Nada Lorenzo terdengar malas. "Nggak ada 'kalau-kalau'. Di SMA I ini banyak anak orang kaya, tapi kapan kamu lihat dia memberi perhatian pada orang lain?"

Nada suaranya tak terelakkan dipenuhi rasa meremehkan.

"Seharian kerjaannya cuma mengikuti aku, anjing peliharaan saja nggak selama itu menempel."

Dalam ruang VIP terdengar tawa yang menusuk telinga, seperti tamparan keras di wajahku.

Aku ingin pergi, tetapi kakiku seakan berakar, memaksaku untuk terus mendengar dan merasakan sakitnya.

Seseorang berdecak kagum dan berkata, "Ini pertama kalinya aku melihat seorang pria sendiri menolak wanita yang menyukainya, bro, aku salut deh."

"Tapi kalau kamu nggak suka Aurelia terlalu menempel, bilang saja langsung, 'kan? Aurelia juga bukan tipe yang bakal terus mengotot."

Lorenzo mendecak kesal. "Aurelia terlalu mencolok, kalau aku terus terang pun, mana semudah itu membuat dia pergi."

Nada bicaranya berubah, "Lagi pula, Chloe jadi minder dan sedih setiap kali melihatnya, dia cuma akan merasa baikan kalau aku ada di sisinya."

"Demi Chloe, aku terpaksa melakukan ini. Hanya saja Aurelia harus sedikit tersisih untuk sementara."

Begitu Lorenzo berkata begitu, semua orang segera paham.

Dilihat dari waktunya, keputusan Lorenzo untuk pura-pura dirundung itu tepat seminggu setelah Chloe berpindah ke SMA I.

Seseorang mentertawakannya sambil mengumpat, "Hebat juga kamu, ya? Gadis imut dan polos itu baru pindah, sudah kamu incar?"

"Tapi Chloe memang benar-benar manis dan lembut. Wajar kalau laki-laki tertarik padanya."

"Nggak seperti Aurelia, selain dingin dan galak, wajahnya juga selalu tanpa ekspresi dan sulit didekati. Cantik tapi percuma."

Komentar-komentar tentang diriku di dalam ruangan itu naik turun bagaikan ombak yang datang silih berganti.

Dan Lorenzo yang sudah aku sukai selama bertahun-tahun tidak menghentikan mereka, tidak membantah, malah kadang mengiakan.

Aku berdiri di luar pintu, merasakan jantungku bagaikan jatuh ke jurang yang dalam, kosong, dan menyesakkan.

Sesaat tadi, aku hampir membuka pintu dan menuntut penjelasan dari Lorenzo dengan suara keras.

Ingin kutanyakan, kenapa dia menipuku.

Ingin kutanyakan, apakah saat dia melihatku dipukul demi melindunginya, adakah sedikit saja rasa bersalah atau iba.

Aku ingin tahu, apakah saat dia melakukan semua ini, dia pernah memikirkan persahabatan belasan tahun di antara kami.

Namun pada akhirnya, suara ibuku bergema di telingaku: jangan melakukan hal yang tidak perlu.

Akhlak seseorang tidak rusak begitu saja dalam sekejap.

Aku pun berbalik, meninggalkan ruang VIP itu.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kebohongan Sahabat Masa Kecilku   Bab 10

    Kerja sama antara Keluarga Duran dan Keluarga Shenas berjalan stabil.Tiga tahun kemudian, aku dan Yustian menikah.Lokasi pernikahan dipilih di sebuah kota kecil bergaya retro di luar negeri, di mana setiap rumah menggantung lonceng angin berwarna-warni.Saat angin sepoi berembus, terdengar bunyi denting yang jernih, seolah-olah rangkaian doa yang tulus.Saat acara hampir selesai, aku menerima sebuah hadiah ucapan selamat.Tidak dituliskan nama, tetapi cap Keluarga Surya di kotaknya membuat semua orang segera tahu.Sebenarnya setelah Yustian resmi mengambil alih Keluarga Shenas, dia melakukan penekanan menyeluruh dan intens terhadap Keluarga Surya.Jika sebelumnya Keluarga Surya yang kehilangan Bu Sarah sudah seperti bangunan besar yang hampir roboh.Maka setelah "dirapikan" oleh Yustian, yang tersisa dari Keluarga Surya hanyalah puing-puing batu bata.Keluarga yang mengkhianati ibunya, Yustian tidak akan melepaskannya.Aku tanpa ragu memilih bekerja sama, bahkan memperparah pukulanny

  • Kebohongan Sahabat Masa Kecilku   Bab 9

    Ketika keluar dari kantor polisi setelah membuat berita acara, hari sudah sangat larut, aku segera membawa Yustian pulang ke rumahku.Keesokan paginya saat membuka mata, sarapan sudah tersaji di depan.Aku bersandar pada kusen pintu, menatap dirinya yang sedang serius mencuci peralatan makan. "Begitu rajin?""Belum punya status resmi, jadi harus rajin sedikit supaya tinggalkan kesan baik di hati pasanganku.""Kalau dia marah dan nggak mau lagi padaku, bagaimana?"Yustian menggesek ujung hidungku, setengah bercanda setengah mengeluh.Aku tak berdaya, teringat ekspresi teman-temanku tadi malam yang menatap Yustian dengan rasa ingin tahu yang tanpa disembunyikan.Sambil santai bermain ponsel, pandanganku jatuh pada sebuah berita, lalu aku tertawa."Mau status resmi? Nah, ini dia datang."Judul berita yang meroket ke daftar trending ditulis dengan huruf tebal."Ahli Waris Keluarga Duran Berperilaku Tidak Senonoh, Menggoda Suami Orang.""Ahli Waris Keluarga Duran Hidupnya Kacau, Membawa Pri

  • Kebohongan Sahabat Masa Kecilku   Bab 8

    Aku kembali bertemu Lorenzo di pesta penyambutan yang disiapkan teman-temanku.Semua sudah dewasa, topik obrolan dalam lingkaran sosial perlahan bergeser ke urusan bisnis masing-masing.Cahaya lampu yang lembut, minuman beralkohol dengan rasa sedikit manis, suasananya memang terasa nyaman.Aku tidak tahan dan tinggal sedikit lebih lama, lalu tiba-tiba masuk seorang tamu tak diundang.Suasana di dalam ruang VIP terasa keheningan aneh sesaat.Temanku menarik sudut bajuku, berbisik, "Aurel, nggak ada yang mengundang dia."Aku mengangguk, tentu saja aku tahu.Temanku menghela napas lega, nada suaranya penuh rasa muak. "Pasangan itu sekarang dianggap hama di lingkaran sosial. Keluarganya jatuh bangkrut sudah cukup parah, tapi sifat mereka juga buruk.""Apalagi Chloe, melihat Lorenzo seperti melihat makanan lezat. Semua perempuan dia curigai."Aku miringkan kepala, dan benar saja, di belakang Lorenzo, Chloe mengikuti.Melihatku menoleh pada mereka, Chloe tanpa sadar menciut ketakutan, lalu k

  • Kebohongan Sahabat Masa Kecilku   Bab 7

    Kantor pusat perusahaan ada di kota ini, jadi aku langsung menyetir pulang untuk mengambil dokumen.Demi membuatku tinggal dengan nyaman, ibuku dulu membeli vila kecil dengan taman.Aku membuka gerbang, tetapi saat memasukkan sandi pintu aku hampir terkejut.Di koridor dekat pintu ternyata ada seseorang yang sedang duduk.Dia menoleh, dan yang terlihat adalah sepasang mata yang memerah.Aku mengernyit. "Lorenzo? Bagaimana kamu bisa masuk?"Tiba-tiba aku melihat lututnya yang memar kebiruan, alisku mengerut makin dalam. "Kamu memanjat gerbang untuk masuk ke rumahku? Ada apa?"Dia yang sejak tadi diam saja menatapku tanpa berkedip, lalu tiba-tiba berkata, "Aurel, kamu kurusan."Aku tidak mengerti apa maksud basa-basi aneh itu, segera berbalik hendak pergi.Namun dia tiba-tiba menerjang dan memelukku begitu kuat, seolah ingin menghancurkan lenganku.Untungnya latihan yang aku jalani bukan cuma gaya-gayaan. Aku menepisnya, lalu dengan jijik menyeka lenganku."Lorenzo, jaga sikap."Dia tert

  • Kebohongan Sahabat Masa Kecilku   Bab 6

    Setelah pesta pertunangan, keluarga mengatur agar aku magang di perusahaan dalam negeri.Ibuku membayangkan masa depan. "Nanti kalian berdua urus rumah, aku dan Bu Sarah yang urus bisnis."Ayahku berkata dengan lembut, meminta aku menjaga ibuku, jangan sampai dibawa kabur Bu Sarah.Dengan semua harapan itu, aku tak bisa menahan tawa saat naik pesawat pulang ke negara asal.Saat mengantar aku ke pesawat, Yustian mengeluarkan salah satu lonceng kecil dari rangkaian lonceng angin dan meletakkan ke telapak tanganku.Di depanku, dia selalu bersikap lembut dan penuh tata krama.Namun dia tetap tidak tahan, menggunakan suara lonceng itu untuk menyampaikan rindunya.Setelah berbulan-bulan berpisah, Kelas 3A, kehidupan di SMA III sudah hanya tinggal kenangan.Saat teman-teman di dalam negeri mengirimkan foto kelulusan yang tidak ada diriku, rasanya seperti melihat kehidupan dari dunia lain.Di foto itu, Lorenzo dan Chloe berdiri berdampingan, memang terlihat cocok.Mataku menyapu wajah keduanya

  • Kebohongan Sahabat Masa Kecilku   Bab 5

    Aku belum sempat berbicara, suara Yustian terdengar, "Aurel, aku duluan ajak kamu mengenal sekolah barumu, boleh?"Ekspresinya polos, seolah hanya sekadar orang baik hati.Suara Lorenzo mendadak meninggi, "Aurel, kamu bersama Yustian?!""Kamu sebenarnya di mana?"Aku menjauhkan ponsel sedikit, untuk pertama kalinya merasa suara Lorenzo sangat berisik."Keberadaanku ada hubungan apa denganmu?"Lorenzo seperti tidak mendengar, suaranya penuh ketidakpercayaan, "Kamu demi ngambek padaku, sampai pergi mencari Yustian?""Demi membuatku marah, bahkan orang rendahan seperti dia pun kamu ...."Melihat kata-katanya makin menjadi-jadi, aku tidak tahan lagi dan membentaknya, "Diam!"Kalimat ini, akhirnya bisa kukembalikan padanya."Jangan hubungi aku lagi. Segala hubungan kita berakhir di sini!"Selesai bicara, aku segera menutup telepon, lalu memblokir dan menghapus nomornya.Dunia kembali tenang. Aku berkata sedikit meminta maaf, "Maaf ya, kamu harus mendengar semua itu."Akan tetapi, Yustian ha

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status