"Hehehe! Jendral Naga, lihatlah kedepan... Jendral ke dua sepertinya sudah mulai bisa membaca situasi..." Jaka yang mabuk tak bisa mengontrol mulutnya itu membuat Jendral Keempat tersenyum tipis. "Mabuk ditengah peperangan, Jendral Naga, kau meremehkan kami ya?" "Siapa yang meremehkan masih belum terlihat... Ini baru jebakan pertama, kurasa para prajurit yang bisa bertahan sampai di depan kita hanya..." Bintang terlihat menghitung dengan jarinya sendiri. "Tidak lebih dari tiga puluh orang..." "Ka-kamu..." Nira terdiam, dia yang melihat perdebatan itu mulai menuangkan wine kedalam gelas sembari memberi penawar kepada Jendral keempat. "Setelah ini, kamu jangan minum lagi... Aku sudah memberimu penawar.." Ungkapannya berbisik. Meski situasi terlalu ramai didepan perbatasan, Bintang sebenarnya tidak mabuk. Dia hanya berpura pura itu mulai tersenyum tipis. Hingga, setelah tersisa beberapa kuda yang tetap berjalan kedepan tak terlihat terkena reaksi apapun. Jendral ke dua mulai menu
* Setelah tiba di atas perbatasan benteng terakhir. Jaka, bersama Danta mulai menatap Bintang dengan raut wajah kebingungan. "Apa yang dikatakan mereka Jendral Naga?" "Mereka hanya ingin mencoba jebakan saja..." Bintang kembali ke tempat pertemuan para Jendral. "Lalu anda ingin kemana?" "Mempersiapkan kejutan..." Bintang meninggalkan keenam jendral yang kini menyimpan banyak pertanyaan tentang apa yang akan dilakukan Bintang. Mereka tahu, perang akan terjadi setelah pertemuan dua jendral dari perbatasan Negara Jiwa. * Tiba didalam penjara. "Kau kemari ingin membebaskan aku kan?" Jendral keempat tersenyum tipis. Dia menatap Bintang dengan wajah penuh harapan. Bintang tak menjawab apapun, namun dia melepas ikatan rantai yang mengikat tubuhnya. "Hmmmp! Sudah ku duga, pasti kau berpikir dua kali setelah melihat ganasnya para senior Jendral di negara jiwa... Bintang, ku akui kau..." Plaaaaaak! Bintang menampar wajah jendral keempat. Sontak pria kekar itu terdiam k
"Je-jendral Naga... Ka-kamu berani beraninya menyobek surat perang terbuka itu..."Bintang menatap para Jendral dengan raut wajah sedikit malas, ekspresinya jelas menggambarkan bahwa Jendral Naga saat ini tidak menyukai perang antar Negara!"Lalu apa masalahnya?""Jendral Naga, apa yang kamu lakukan sama saja meremehkan kemampuan mereka... Setidaknya, jika ingin menolak, maka kirim balik surat ini dengan penjelasan yang masuk akal... Melakukan tindakan barusan, sama saja akan menimbulkan gelombang perang tiada habisnya..."Bintang tersenyum tipis, "aku bukan seperti kamu, kalian, dan mereka yang suka mengorbankan nyawa para prajurit di medan perang... Perang, hanya akan menimbulkan kerugian besar pada kedua belah pihak!""Ta-tapi ini adalah hukum perang alam, didalam medan perang, kematian adalah hal yang wajar..." Danta membantah.Raut wajah Bintang berubah menjadi datar tanpa ekspresi, yang pasti sepasang sorot matanya yang tajam tertuju kearah Danta!"Danta apa kamu memiliki keluar
Baaam! Buuuug!Membalikan tubuh, lalu menghantam kedua pengawal pribadi Danta dengan tinjunya. Bintang segera merenggangkan seluruh otot tubuhnya."Bintang kita sama sama seniman ahli bela diri... Saat ini, aku menggunakan pedang Naga Langit, jika kamu memang hebat majulah dengan senjata lain!" Danta menghunuskan pedang kedepan.Mendengarnya, Bintang mulai terkekeh kecil. Dia mulai merogoh saku sembari mengeluarkan beberapa jarum akupuntur yang dia miliki."Pedang memang berbahaya karena memiliki ketajaman yang kuat. Apalagi Pedang Naga Langit, aku tahu betul awal pembuatannya. Kau menginginkanku menggunakan pedang sampah milik para prajurit? Bukankah sama saja aku yang ingin bunuh diri?" Bintang tersenyum tipis."Hahahaha! Kamu tahu banyak soal pedang ini ya? Jika tahu juga tak masalah, hari ini bahkan Jaka tidak dapat melindungimu dari kematian!" Danta berlari terlihat seperti bayangan tak bertubuh.Namun Bintang hanya memutarkan tubuhnya. Dia melempar dua jarum ditangan kirinya, hi
"..." Bintang terdiam, dia menghormati komentar Jaka, serta para prajurit yang belum mengerti akan kemampuannya."Mari kita mulai!" Wajah Jendral Danta semakin beringas, dia tak menyangka komandan Bintang ini begitu bodoh menerima tawarannya."Jaka kamu disini sekarang telah menjadi saksi, sekaligus Bandar yang mengatur semua permainan poker kami berdua!" Danta meraih satu meja bundar dan meletakan meja itu didepan Bintang.Saat ini, suasana menjadi hening. Asap rokok mulai mengotori udara yang dilakukan oleh Danta, menari perlahan di bawah cahaya mentari yang cerah. Hingga kedua mata Bintang dan Danta bertemu, Jaka yang tidak ingin Bintang melakukan kesalahan besar menepuk bahunya."Apa kamu yakin?""Aku tidak pernah melakukan hal yang akan merugikan diriku sendiri... Jendral, percayakan padaku!""Ckckckck!" Danta sedikit tersenyum. di balik senyum tipisnya, ada mata elang yang selalu menilai, menghitung, merencanakan apa yang akan terjadi."Tolong segera keluarkan taruhanmu?" Jaka
"..." Kelima Jendral saling pandang, pandangan mata mereka saling bertemu. Hingga suara tawa yang begitu keras terdengar! "Hahahaha! Apa yang kamu katakan? Kamu menantang kami berlima bertarung secara langsung? Menghadapi ku saja belum tentu kamu menang!" "Yaaa! Dasar komandan bodoh, tidak tahu kesenjangan antar jabatan!" "Komandan menantang Jendral? Konyol sekali! Biar ku kasih tahu, kemenangan dua pertempuran yang tersebar itu, dikarenakan Jendral Saka, dan juga Keempat dari Negara Jiwa lalai... Masih berani menganggap diri kalian tinggi?!" Semua menyayangkan tindakan Bintang, namun Bintang dengan santai membalikan tubuhnya dan berjalan keluar yang membuat Jaka kebingungan. "Jika kalian memang tak berani menerima tantangan ku, bearti kalian harus pergi dari tempat ini... Dan urungkan niat untuk menjadi Jendral utama di perbatasan..." Deeeeegh! Ungkapan ini memancing amarah kelima jendral besar! Mereka benar benar terprovokasi, hingga berjalan keluar mengikuti kemana Bintang