Akhirnya hari keberangkatan menuju Pyrgos pun tiba.Tidak pernah terbayangkan bahwa akan tiba saatnya bagi Duke Alpheratz melepas darah dagingnya menuju medan perang."Jaga dirimu baik-baik, Lene," ucapnya sembari memeluk erat putrinya. Rasanya berat sekali melepas putrinya ini. Bukannya Duke rela begitu saja melepas Lucas, tapi memang rasanya berbeda ketika dia harus melepas putri satu-satunya.Putrinya ini adalah peninggalan terakhir istrinya. Bagi Duke Alpheratz, tentu saja Selene lebih berharga dibanding permata sekalipun. Melepas Selene ke medan perang rasanya seperti melepas jantungnya sendiri ke kandang singa."Ayah juga. Jangan lupa makan dan istirahat yang cukup. Aku sudah minta Edward untuk menyembunyikan kertas pekerjaan Ayah, jika Ayah tidak mau berhenti bekerja."Tanpa Selene ketahui, Duke memang berniat lebih banyak menghabiskan waktu dengan bekerja. Meskipun bisa, dia yakin tidak akan bisa bersantai, karena pada saat itu perasaannya pasti akan sangat tidak tenang memiki
Berita kemenangan pertempuran di wilayah barat pun sampai di istana. "Begitu rupanya," ucap Kaisar setelah mendengar laporan dari salah satu prajurit pembawa pesan. "Kalau begitu siapkan pawai penyambutan untuk para prajurit yang kembali," perintah Kaisar pada penasihatnya. "Buat semeriah mungkin, mereka sudah bekerja keras mempertahankan wilayah barat." Jadi dia benar-benar kembali dengan selamat. Kaisar tersenyum misterius. Dia pun kemudian memerintahkan pengawalnya untuk memanggil Putra Mahkota dan Putri Mahkota terpilih. Tak lama kemudian Putra Mahkota dan Putri Mahkota pun menghadapnya. Keduanya membungkuk memberi hormat. "Persiapkan diri kalian, para prajurit yang memenangkan pertempuran di wilayah barat akan segera tiba, danLadyHyacinth...." Panggilan itu membuat Hyacinth mengangkat kepalanya menatap Kaisar. "Aku ingin memberimu tugas pertama sebagai putri mahkota." Putra Mahkota yang berdiri di sam
“Kau langsung menjatuhkan hukuman mati, tanpa mau mendengar penjelasanku?” Wanita itu menatap sosok tinggi di hadapannya dengan pandangan tidak percaya. Dia tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaannya saat ini. Keputusan sepihak Kaisar untuk menghukumnya dengan hukuman mati membuat Selene tidak sanggup lagi menahan luapan amarah dan kekecewaan di dalam hatinya. Dadanya terasa sangat sesak. Pada akhirnya, tuduhan tak berdasar yang ditujukan kepada Selene berhasil mempengaruhi Kaisar hingga pria itu tidak segan untuk menghukumnya dengan hukuman mati. Berkat tuduhan perselingkuhan dan pengkhianatan yang ditujukan padanya, kehidupan Selene yang awalnya sudah hancur, kini luluh lantak tak berbekas. “Pengkhianat menjijikan sepertimu sudah sepantasnya mati. Aku sudah muak melihat manusia lemah sepertimu,” ujar Kaisar dengan tatapan merendahkan. Selene tidak pernah sekalipun berpikir untuk mengkhianati Kaisar meski dia bisa dan dia mampu. Aku hanya mencoba untuk mencintaimu
Selene memandang sosok kecil di depannya dengan tatapan bingung. Potret dalam cermin yang begitu familiar menyapa indra pengelihatannya. Tampak sangat nyata sekaligus meragukan. "Lady, mau berapa lama lagi Anda bercermin? Anda harus segera bersiap untuk kelas berkuda hari ini." Selene masih sibuk mengamati bayangannya dalam cermin. Dia sudah menyadari ada yang tidak beres dengan mimpinya. Mimpi buruk yang dia alami terlalu nyata untuk disebut mimpi. Satu-satunya penjelasan untuk situasinya saat ini adalah― "Sepertinya aku benar-benar kembali ke masa lalu," gumam Selene sambil menggigit ibu jarinya. "Lady Selene!" tegur pelayannya, sontak membuat Selene sedikit terlonjak. Dia kemudian menyadari tatapan memohon dari Marie. "Astaga, iya, iya aku akan segera bersiap," ucapnya sedikit malas. Dari sekian banyak hari, kenapa dia harus terbangun di hari kelas berkuda?! Jujur saja, rasa sakit yang dia terima semasa hidupnya sebelum kembali ke sosok kecil ini masih terasa begitu jelas.
Samar-samar Selene mendengar suara seorang pria memanggil-manggil namanya. "Kakak?" lirihnya mencoba memastikan suara yang dia dengar benar suara kakaknya. "Lene!" Selene mengerjap memandang wajah familiar kakaknya yang menatapnya dengan tatapan khawatir. "Bagian mana yang sakit? Dokter akan segera kemari, jadi tahanlah sebentar!" hebohnya seolah Selene sedang terluka parah. Selene memandang wajah khawatir kakaknya dalam diam. Dulu, raut itu adalah raut yang sering dia lihat ketika kakaknya mengunjunginya di penjara bawah tanah. Bahkan di saat-saat terakhir kakaknya, pria itu tetap lebih mengkhawatirkan Selene dibanding dirinya yang sudah bersimpuh di bawah tiang pancung. Membayangkannya kembali tanpa sadar membuat air mata Selene menetes. "Astaga! Apa sesakit itu sampai kau menangis? Di mana dokternya! Kenapa lama sekali!?" Kakak Selene, mengusap puncak kepalanya sembari terus membisikkan kalimat menenangkan. "Tenang, ada aku di sini. Apa sungguh sesakit itu?" Selene yang m
"Selesai! Anda tampak sangat cantik, Lady!" seru Marie setelah selesai menata rambut Selene. Bersamaan dengan itu, Kepala pelayan menyampaikan pesan bahwa makan malam akan dimulai 15 menit lagi. Setelah memastikan penampilannya, Selene segera bergegas menuju ruang makan. Seperti biasa, dia duduk berhadapan dengan kakaknya, tepat di depan Duke yang menempati ujung meja persegi panjang ini. "Lihatlah, adikku terlihat semakin menawan setiap harinya!" puji Lucas. "Walaupun... sepertinya selera berpakaianmu agak berubah, ya?" gumamnya pelan, masih mencoba menyesuaikan diri melihat adiknya yang tampak berbeda dari biasanya. "Apa aku terlihat aneh?" tanya Selene setelah melihat raut wajah Lucas. "Ah, tidak! Tidak! Siapa yang bilang kau aneh?! Adikku adalah gadis paling cantik di dunia!" sanggah Lucas cepat-cepat. Tapi... Kakak tampak tidak sungguh-sungguh mengatakannya. Ucapan Lucas benar-benar berbanding terbalik dengan ekspresi yang dia tunjukkan saat ini. Lagipula, Selene sebenarnya
Setelah berhari-hari mempertimbangkan semuanya dengan matang, Duke Alpheratz akhirnya mengizinkan Selene mengikuti kelas berpedang. Sejak Selene mengatakan secara terang-terangan tentang ketertarikannya pada ilmu berpedang, dia tak henti-hentinya 'meneror' ayahnya dengan mengirimkan beberapa kue kering dan makanan lainnya. Selene merasa ini hanya sebuah sogokan kecil agar ayahnya luluh dan mau mengabulkan permintaannya. Selene tahu bukan hal yang mudah untuk membujuk ayahnya menyetujui permintaannya kali ini. Namun di luar dugaan, usahanya itu rupanya berhasil! Segera setelah mengabulkan permintaan Selene, Duke kemudian mencarikan pelatih khusus untuk putrinya. Pria paruh baya itu, benar-benar memastikan keselamatan putrinya tanpa mengabaikan hal-hal kecil. Jadi akhirnya, Duke sendiri yang memilih perlengkapan berpedang putrinya termasuk baju pelindung, pedang, hingga ikat pinggang yang gadis itu kenakan. Selene menatap kotak-kotak yang baru saja diturunkan dari kereta dengan tata
Tiga hari berlalu begitu saja sejak terakhir Selene bertemu dengan Sir Nicholas. Hari yang telah disepakati akan menjadi hari evaluasi akhir bulan akhirnya datang juga."Kenapa ramai sekali di sini?" Banyak orang yang hadir di sekitar tempat latihan. Bukan hanya prajurit, tapi juga para pelayan yang bekerja di kediaman Alpheratz.Selene mempersiapkan diri tanpa tahu apa rencana Sir Nicholas yang sebenarnya.Saat gadis itu keluar ke arena tempat latihan, dia dibuat kaget dengan kehadiran ayah dan kakaknya di bangku penonton.Apa-apaan ini?! Kenapa ramai sekali? Bahkan Ayah dan Kakak juga menonton?!Selene dan Sir Nicholas keluar dari sisi arena yang berbeda."Sir Nicholas! Apa maksud semua ini?" seru Selene meminta penjelasan."Seperti yang bisa Lady lihat, mereka akan menjadi saksi kelahiran si anak ajaib! Ahli pedang berbakat yang langka! Calon kesatria di masa depan!" serunya dengan wajah semringah."Tapi sebelum itu, mari kita lihat apakah dia bisa memecahkan cangkang yang mengurun