“La, lo lagi sama Pak Boss? Suruh dia balik ke kantor, please. Gue udah jamuran nunggu dia dari tadi. Gue mau minta approval dari pagi, coba.”Starla ikut meringis membaca pesan singkat yang dikirim dengan emoji menangis itu. Pesan tersebut berasal dari Kia. Pesan itu juga yang membangunkan Starla dari tidurnya karena notifikasi ponselnya yang tidak berhenti berdenting. Masih banyak lagi pesan yang Kia kirimkan yang intinya adalah perempuan itu menunggu Radev karena butuh tanda tangannya.Starla menggerakkan kepala, melirik Radev yang berada di sebelahnya. Pria itu masih pulas dalam lelap dengan sebelah tangan melingkari perut Starla. Sedangkan sebelah tangannya lagi berada di bawah kepala Starla, menjadi bantal untuk perempuan itu.Seulas senyum terukir di bibir Starla saat mengingat betapa manisnya perlakuan Radev hari ini. Ternyata di balik sifatnya yang keras lelaki itu juga bisa bersikap lembut.Starla mengangkat kepala lalu menepis tangan Radev dari sana. Saat bangun nanti lelak
Radev yang sudah terlanjur menampakkan diri tidak lagi bisa menghindar. Tentu saja dia terkejut melihat keberadaan pegawainya yang muncul tanpa diduga. Namun, karena dirinya masih mengenakan handuk, demi kesopanan pria itu pun kembali ke kamarnya.Sementara itu Starla harus menghadapi tatapan Kia yang memandangnya dengan curiga.“Sejak kapan lo dan Pak Boss jadi sedekat itu, La?”“Dekat gimana?”“Lo dan dia udah manggil aku kamu. Kurang dekat apa coba?”“Oh. Mungkin dia salah sebut. Dipikir gue temennya kali.” Starla tersenyum untuk menyembunyikan rasa groginya. “Yuk masuk yuk, katanya lo mau minta tanda tangan.”Kia melangkahkan kakinya ke dalam apartemen Radev bersama banyak pikiran yang mengganggu kepalanya. Apa yang dia lihat malam ini terasa begitu janggal. Mulai dari Starla yang tadi mengatakan tidak tahu Radev di mana, tapi ternyata sedang bersama lelaki itu dengan keadaan yang tidak pernah Kia duga. Lalu cara Radev memanggil Starla mengesankan bahwa mereka begitu dekat. Hubung
“Mulai besok kamu pake kontrasepsi ya, La. Kamu sukanya apa? Pil atau injeksi?”Starla menggelengkan kepala tidak setuju dengan usul yang dicetuskan Radev. “Ini yang terakhir, Dev. Apa yang kita lakuin ini salah.”“Let it be. Aku hanya ingin bahagia dan inilah caraku untuk bahagia.” Lelaki itu berbisik di telinga Starla sambil mengelus lembut pundaknya yang terbuka. Saat ini mereka sudah berada di kamar setelah bercinta di sofa ruang tamu tadi.“Apa pun yang kamu katakan dan sekuat apa kamu membantah, tapi kita nggak mungkin terus menerus begini. Kamu masih terikat sama Ajeng.”“Itu hanya secara kata-kata. Aku nggak pernah terikat secara hati dan batin dengan dia.” Radev terus mengingkarinya.Starla merutuki diri yang terlalu lemah. Entah kenapa ia terjatuh lagi pada lubang yang sama. Seharusnya tadi ia mengikuti tawaran Kia untuk pulang bareng. Bukannya bertahan di apartemen Radev lalu mengikuti permintaan lelaki itu untuk bercinta dengannya.“Kamu udah bicarain mengenai hubungan den
“Aku nggak mau kamu berhubungan lagi dengan Gathan, apa pun alasannya.”“Tapi dia—”“Tolong, La, kamu jangan membantah.”Nada tegas dalam suara Radev membuat bibir Starla terkatup. Saat ini ia baru selesai mandi dan akan mengenakan pakaiannya. Entah mengapa tiba-tiba Radev membicarakan Gathan.Starla sedang berkaca sambil menyisir rambutnya ketika Radev sudah berdiri di belakangnya serta ikut memandang ke cermin yang sama. Laki-laki itu lalu melingkarkan tangannya ke perut Starla.“Aku bilang begini semua demi kebaikan kamu, La. Gathan itu berbahaya buat kamu.”“Tapi dia baik sama aku, Dev.”“Baik?” Radev mengerutkan dahi sembari mengulangi kata-kata Starla. “Kamu jangan terlalu naif. Aku harap kamu nggak lupa sebelumnya aku udah pernah bilang kalau semua laki-laki di dunia ini adalah buaya.”“Kecuali kamu.” Starla menimpali kata-kata Radev seperti yang pernah diucapkannya waktu itu.“Nah, itu kamu tahu.” Radev mengulum senyum sambil menumpukan dagunya di pundak Starla.Starla membala
Tubuh Starla luruh ke lantai. Perempuan itu terduduk lemas sambil memandangi test pack di tangannya dengan sorot tak percaya. Bulir-bulir air mata menetes deras di pipinya tanpa mampu ia cegah.Starla menyesali semua kebodohannya. Mungkin benar jika dirinya begitu naif. Seharusnya sedari awal ia menyadari jika tanda-tanda yang dialaminya belakangan ini merupakan gejala dari kehamilan.“La, udah belum?” panggil Kia dari luar karena sejak tadi Starla masuk namun masih belum keluar sampai saat ini.Starla tidak menjawab. Perempuan itu tergugu dalam tangisnya.“Starla! Lo jangan bikin gue takut dong! Lo nggak apa-apa kan?” Kia kembali memanggil, kali ini dengan lebih keras sembari berdiri tepat di depan pintu.Daun pintu kemudian terbuka bersamaan dengan sosok Starla yang keluar dengan wajah basah. Kia tidak perlu bertanya apa hasil test pack tersebut karena ia sudah tahu apa jawabannya.Namun tetap diambilnya test pack yang berada dalam genggaman Starla agar lebih yakin. Lalu dua garis y
Radev termangu menyaksikan benda pipih yang diletakkan Starla di meja. Seumur-umur rasanya baru kali ini ia melihat ada dua garis sejajar di benda itu yang penampakannya begitu nyata seperti saat ini. Entah mengapa kepalanya mendadak blank.Sementara Starla yang duduk di hadapannya semakin tak karuan menyaksikan reaksi yang ditunjukkan Radev.“Pak Radev ...,” panggil Starla dengan jantung berdebar kencang.Radev tersentak dari keterdiaman begitu mendengar suara perempuan yang dicintainya. “Apa? Gimana tadi? Siapa yang hamil?”“Saya, Pak. Setelah dokter mengatakan saya hamil, saya berinisiatif untuk periksa sendiri. Saya ingin membuktikan langsung makanya saya beli test pack, dan hasilnya adalah seperti yang Bapak lihat saat ini,” urai Starla panjang lebar.Radev mengerjap. Matanya menatap nanar pada benda itu. Benar-benar ada dua garis di sana.“Jadi ini punya kamu?” tanyanya lagi.“Iya, Pak, ini punya saya.” Starla menjawab dengan perasan semakin tidak jelas. Apalagi melihat respon R
Starla terdiam tanpa tahu harus berkata apa lagi, terlebih setelah penegasan Radev barusan.Masalahnya adalah sampai kapan dirinya akan menunggu? Sampai kapan ia harus memberi waktu pada Radev?Apa harus menanti perutnya besar dulu lalu menjadi perbincangan orang-orang?Starla tidak tahu bagaimana caranya menjalani hidup dengan keadaan berbadan dua dan harus menyembunyikan dari semua orang. Belum lagi tekanan demi tekanan yang akan dihadapinya nanti.Di sebelah Starla Radev duduk terpaku. Meski sudah menyalakan mesin mobil tapi mereka masih belum bergerak dari halaman rumah sakit.Radev mengusap mukanya dengan kasar. Malam ini terasa lebih kelam dari malam-malam sebelumnya. Lalu pria itu mencoba menenangkan diri dan meyakinkan pada hatinya bahwa semua akan berjalan baik-baik saja. Pasti ada jalan keluar untuk semua ini. Pasti.Radev baru akan menarik hand brake ketika ponselnya berbunyi. Dengan malas dikeluarkannya benda itu dari saku celananya. Lalu setelah mendapati nama yang terter
Ajeng tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya ketika melihat Gathan sedang duduk manis di beranda setibanya di rumah. Ia tidak menyangka kalau Gathan akan senekat itu.Begitu pun dengan Radev. Rahangnya seketika menegang menyaksikan si pria iblis sedang berbincang bersama Andi. Untuk apa bajingan itu ada di sini?Namun kemudian ingatan menyadarkannya bahwa bukan hal yang aneh jika lelaki itu berada di sini. Toh Ajeng adalah sepupunya. Walau bukan sepupu kandung tapi mereka bersaudara.Andi dan Gathan menjeda percakapan mereka lalu serentak memandang ke arah mobil yang berhenti.“Dev, mampir dulu yuk, ngobrol-ngobrol bentar sama papi.”Radev terpaksa mengikuti permintaan Ajeng.Andi menyambutnya dengan senyum lebar saat melihat kemesraan putri dan calon menantunya. Saat itu Ajeng mengaitkan tangan ke lengan Radev sambil melangkah di sebelah pria itu.Gathan ikut memandangi keduanya sambil menyembunyikan perasaan cemburu di balik senyum tipisnya.“Apa kabar lo, Dev? Berasa udah lama