Saat adik-adikku sukses
Part 7"Kang, dengar penjelasan Neng dulu!""Penjelasan apa Neng? Neng jangan bilang karena nafkah yang Neng terima kurang membuat Neng nekat seperti ini?""Kang, ayo masuk dulu! biar Neng jelasin, Tedi ayo masuk Nak, Mama mau jelasin semua!"Nurma meminta suami dan anaknya masuk ke dalam rumah. Setelah itu lalu ia jelaskan semuanya tentang apa yang terjadi sebenarnya"Oh, jadi seperti itu Neng? terus kenapa Neng gak cerita?""Neng sebenarnya udah ada niat buat cerita sama Akang, tapi gak tahu kenapa lupa terus.""Maafin Akang ya Neng, sudah suudzon." Hendi mengucap lembut pucuk kepala Nurma."Terus Tedi harus gimana Ma? kalau teman-teman ngejek Tedi lagi?""Tedi jawab aja, Mama Tedi bukan pencuri, Mama Tedi di fitnah, udah cukup, kalau mereka gak percaya itu terserah mereka.""Oh, iya Ma, iya, Tedi akan ngomong gitu kalau teman-teman ngejek lagi.""Tedi emang pintar," ucap Nurma.Malam hari di saat suami dan anaknya sedang terlelap, Nurma masih sibuk di dapur, ia sedang memasak beberapa menu yang bisa awet selama berhari-hari untuk bekal yang akan Hendi bawa.Kentang mustofa, teri kacang, dan sambel goreng sudah selesai Nurma buat, tinggal di kemas ke dalam plastik dan toples kecil untuk wadah sambal.Esok pagi, Hendi akan kembali ke kota untuk mengais rezeki, karena jika terus berada di kampung tidak ada yang bisa di harapkan."Doain Akang terus ya Neng, semoga kerjaannya lancar dapat atasan yang amanah, jangan kayak waktu mau lebaran kemarin," ucap Hendi sebelum pergi meninggalkan anak dan istrinya."Tanpa Akang minta, Neng selalu doain Kang.""Akang pamit ya Neng, jaga diri baik-baik.""Iya Kang, hati-hati."Meskipun berat harus kembali berjauhan dengan sang suami, namun Nurma berusaha sabar. Hidup memang butuh perjuangan, apalagi banyak istri-istri di luar sana yang di tinggal lebih jauh dan lebih lama oleh suaminya.Seperti biasa jika Hendi sedang bekerja, hanya ia dan Tedi yang ada di rumah. Jika suaminya tidak ada suasana rumah terasa lebih sepi apalagi tidak ada televisi ataupun radio yang bisa di jadikan hiburan.Beberapa hari berlalu Nurma baru ingat dengan uang yang ia sembunyikan, saat Tedi sedang bermain diam-diam Nurma mengambil uang itu, lalu ia keluarkan uang itu dari kantong kresek yang membungkusnya.Setelah di hitung, uang yang berhasil ia ambil dari tangan Ibu dan adiknya itu sebanyak 16 juta 2 ratus ribu, jika Nurma mengambil semuanya pasti jumlahnya akan jauh lebih banyak, saat membeli saja harganya sudah 25 juta apalagi sekarang pasti sudah naik berkali-kali lipat.Selesai uang di hitung, Nurma kembali membereskan uangnya dan menyimpan uang itu ke tempat asalnya, Nurma tidak punya keinginan sama sekali untuk menggunakan uangnya itu.Inilah kali pertama Nurma memegang uang sebanyak itu, meskipun ia berpengalaman kerja di luar negeri tetapi semua gajinya ia serahkan pada keluarga.***Tahun ajaran baru akan segera di mulai, Nurma berniat mendaftarkan Tedi sekolah TK tahun ini karena usia anaknya itu sudah menginjak 5 tahun.Kemarin malam saat Hendi menghubunginya melalui sambungan telepon Nurma meminta izin akan pergi ke pasar untuk membeli segala keperluan sekolah Tedi."Hari ini kita jadi kan pergi ke pasar?" tanya Tedi saat ia baru bangun tidur."Iya jadi, sekarang Tedi mandi dulu ya terus sarapan, biar kuat pergi ke pasaranya," ucap Nurma agar anaknya itu lebih semangat.Mungkin bagi sebagian anak ada yang merasa malas saat di ajak pergi ke tempat belanja tradisional itu tapi tidak bagi Tedi. Pasar menjadi tujuan yang spesial dan istimewa baginya.Tedi begitu bersemangat saat Nurma memberi tahu akan membawanya pergi ke pasar membeli perlatan sekolah. Apalagi Tedi sudah meminta sekolah sejak tahun kemarin, namun Nurma dan Hendi belum memiliki uang yang cukup pada waktu itu untuk mendaftarkan Tedi sekolah.Setelah suaminya di dzolimi mandor saat lebaran kemarin, Nurma merasa rezeki keluarganya terasa lebih mudah, terbukti dari upah yang di terima Hendi sekarang jauh lebih besar dari biasanya. Sehingga Nurma bisa menyisihkan sedikit demi sedikit uang yang di terima dari suaminya untuk di tabung."Ma, Tedi pengen tas gambar boboboy ya," ucap Tedi saat di dalam angkot yang mengantarkan mereka ke pasar."Iya, mudah-mudahan uangnya cukup ya!"Hanya tas, dan sepatu yang perlu di beli oleh Nurma, untuk baju seragam dan alat tulis sudah di sediakan oleh sekolah."Ma, pengen tas yang itu!" Hendi menunjuk sebuah tas berwarna biru bergambar boboiboy karakter kartun yang ia suka.Dulu, sewaktu hubungan Nurma dan Ibunya harmonis, Tedi biasa menonton kartun favoritnya itu di rumah sang Nenek. Meskipun Nurma tidak tinggal satu atap bersama Ibunya akan tetapi segala keperluan Ibunya masih Nurma yang mengurus, dari mencuci, memasak sampai membersihkan rumah.Setiap pagi setelah pekerjaan di rumahnya selesai, Nurma pasti langsung pergi ke rumah sang Ibu, tidak jarang jika Nurma datang terlambat dari biasanya Ibunya itu akan mengomel."Kamu kenapa jam segini baru datang? udah malas kamu ngurusin Ibu? jangan perhitungan Nurma, karena cuma tenaga yang bisa kamu kasih sama Ibu, gak kayak adik-adik kamu yang rutin tiap bulan ngirim uang," tegur Ratri saat Nurma baru datang ke rumahnya jam 11 siang."Maaf Bu, semalamam Tedi demam, jadi Nurma tadi bawa Tedi dulu ke puskesmas.""Emang si Hendi gak bisa bawa si Tedi ke Puskesmas sendiri? udah nganggur apa-apa masih ngandelin istri.""Bukan Kang Hendi yang gak bisa Bu, tapi Tedi nya gak mau di tinggal sama Nurma, sekarang Nurma bisa ke sini juga karena Tedi langsung tidur setelah di kasih obat.""Sudah, cepat masak! Ibu sudah lapar, abis masak cuci semua baju yang ada di gantungan kamar, terus rumput di belakang cabutin!"Meskipun di rumah Ibunya itu lengkap dengan segala perabotan maupun perlengkapan elektronik, tetapi tidak semua boleh di pakai, salah satunya mesin cuci, Ratri belum pernah mengizinkan Nurma menggunakan mesin cuci meskipun alat itu sudah di beli sejak satu tahun yang lalu padahal baju yang akan di cuci bajunya sendiri."Ma, gimana boleh gak, Tedi pengen tas yang itu?" Tedi kembali berbicara."Kita tanya dulu ya harganya berapa, kalau uangnya cukup kita beli, kalau enggak berarti harus cari yang lain, gimana?""Iya Ma, kalau uangnya kurang gak apa-apa cari yang lain aja"Meskipun usianya masih kecil, Tedi benar-benar anak yang prihatin."Mba, tas ini berapaan ya?" tanya Nurma pada penjual tas."50 ribu Bu.""Gak bisa kurang Mba?""Yaudah, 40 silahkan ambil!"Tawar menawar memang biasa terjadi saat tranksaksi jual beli di pasar, berbeda jika kita belanja di mall atau toko moderen lainnya yang harganya sudah di banderol.Nurma mengeluarkan dua lembar uang berwarna hijau dan menyerahkannya pada penjual tas."Uang Mama cukup?" tanya Tedi saat Ibunya menerima tas yang ia mau."Alhamdulilah cukup, nih!" Nurma langsung memberikan tas itu dan membiarkan Tedi yang membawanya.Setelah membeli tas, Nurma dan Tedi langsung mencari sepatu, untuk sepatu tidak ada permintaan khusus dari Tedi, terserah Ibunya saja mau membeli sepatu yang bagaimana.***Saat sedang sendiri, tiba-tiba terlintas di benak Nurma jika Tedi mulai sekolah itu artinya pengeluaran akan bertambah, Nurma berpikir bagaimana caranya mendapatkan uang agar tidak terlalu mengandalakan Hendi, sang suami.Akhirnya Nurma memiliki ide untuk berjualan, kebetulan Nurma memang memiliki kemampuan membuat aneka kue-kue basah dan macam-macam cemilan lainnya.Keesokan harinya Nurma mulai berjualan keliling kampung dengan modal seratus ribu, sisa belanja keperluan sekolah Tedi."Tedi jangan kemana-mana ya, Mama mau jualan, doain jualannya laris ya!""Iya Ma, hati-hati jualannya, mudah-mudahan nanti pulangnya bawa uang banyak!""Aamiin, kalau udah adzan ashar Ibu belum pulang, Tedi langsung mandi ya dan siap-siap ngaji, Tedi udah bisa mandi sendiri kan?""Bisa dong, kan Tedi udah besar."Setelah pamit pada Tedi, di awali dengan doa, Nurma mulai melangkahkan kaki menjajakan dagangannya."Kue-kue, donat, karoket, risol, agar-agar, serba seribuan . . . ," teriak Nurma menawarkan dagangannya."Makanya Nurma jangan bikin dosa sama Ibu kamu sendiri, hidup kamu jadi makin susah kan? sampai jualan keliling gini,"Saat adik-adikku suksesPart 8"Makanya Nurma jangan bikin dosa sama Ibu kamu sendiri, hidup kamu jadi makin susah kan? sampai jualan keliling gini," ucap Mbak Tuti saat Nurma lewat di depan rumahnya dan menawarkan dagangan yang ia bawa. Mbak Tuti merupakan sahabat karib Ibunya Nurma."Kenapa Mbak Tuti? Mbak Tuti mau jajan?" Nurma pura-pura tidak mendengar apa yang baru saja Tuti katakan."Idih, na jis jajan di anak tukang nyuri kayak kamu, modal dagangnya juga pasti pakai duit haram, uang hasil nyuri.""Kalau gitu mari Mbak Tuti."Mbak Tuti memang terkenal dengan lidahnya yang tajam dan ceplas ceplos, ia tidak bisa menyaring apa yang keluar dari mulutnya.Nurma memilih untuk tidak meladeni sahabat Ibunya itu, jika berurusan dengan Mbak Tuti masalah Nurma akan semakin runyam, apalagi Mbak Tuti salah satu orang yang paling dekat dengan Ibunya."Nurma, sini! jualan apa kamu?" Anis berteriak memanggil Nurma, Anis merupakan teman sebayanya Nurma, dulu saat sekolah mereka pun satu kelas."N
Saat adik-adikku suksesPart 9Nurma tidak habis pikir mengapa ada orang setega itu memfitnah dirinya, orang itu ialah Mbak Tuti yang tidak lain adalah sahabat ibunya sendiri, entah apa tujuan Mbak Tuti sampai berbuat demikian, mungkin ini ada kaitannya dengan kurang harmonisnya hubungan Nurma dengan sang Ibu. padahal Nurma sendiri tidak pernah memiliki masalah apapun dengan Mbak Tuti.Nurma tahu sebagai sahabat pasti ikut kesal jika sahabatnya memiliki masalah dengan orang lain, apalagi masalahnya dengan anak kandung sendiri, tapi tidak seharusnya Mbak Tuti melakukan hal sekeji ini sampai memutus rezeki Nurma dari berjualan.Hari ini uang yang Nurma peroleh dari berdagang hanya sebesar 30 ribu rupiah, jangankan untung untuk menutupi modal saja tidak bisa. Tapi Nurma tetap bersyukur, beruntung ada Anis yang lebih percaya pada dirinya dan tetap mau membeli dagangannya.Karena dagangan masih tersisa begitu banyak, Nurma memutuskan untuk membawanya ke rumah Nenek Hindun, seorang lansia
Saat adik-adikku suksesPart 10"Neng, istighfar Neng, sadar gak ngomong apa?""Neng sadar Kang, Neng cape hidup di hina terus kayak gini.""Maaf kalau Akang egois, tapi sampai kapanpun Akang tidak akan mengizinkan Eneng menjadi TKW lagi, Akang tidak akan membiarkan kita bertukar peran."Nurma hanya menangis mendengar jawaban suaminya."Neng itu tulang rusuk, tugas Neng itu di rumah jaga dan rawat Tedi, urusan nafkah dan mencari uang biar jadi urusan Akang.""Pokoknya mulai dari sekarang Akang janji akan berusaha lebih giat lagi dalam bekerja, Neng jangan protes kalau Akang jarang pulang karena hari libur akan Akang gunain buat nyari uang tambahan.""Kang, Neng minta maaf ya udah ngomong yang enggak-enggak.""Iya, tapi tolong ya Akang gak mau dengar Neng ngomong kayak gitu lagi, percaya sama Akang, Akang bakal terus berusaha bahagiain kalian."***Setelah kejadian kemarin, Nurma memutuskan untuk berhenti berjualan, karena namanya sudah jelek di mata orang-orang satu kampung, mereka s
Saat adik-adikku suksesPart 11Lukman langsung masuk ke dalam rumah Nurma, tanpa menjawab pertanyaan dari sang Kakak.Nurma merasa heran dengan apa yang di lakukan adik bungsunya ini, padahal besok hari pernikahan Mala, dan Lukman yang akan menjadi wali untuk Mala, menggantikan sang Ayah yang sudah lama pergi. Untuk apa dia datang ke rumahnya malam-malam begini, harusnya dia ada di rumah Ratri, Ibunya. Ikut membantu mempersiapkan acara pernikahan yang akan di gelar hari esok. "Kalau ada yang nyari aku, jangan bilang aku ada di sini ya Teh!" pesan Lukman pada Nurma, sang Kakak.Wajah Lukman terlihat pucat, Nurma merasa adik bungsunya itu sangat merasa ketakutan."Iya, emang kamu kenapa?" Nurma kembali bertanya pada sang Adik.Lukman berlari ke belakang rumah Nurma sehingga menimbulkan suara yang cukup berisik karena lantai rumah Nurma hanya terbuat dari papan."Lukman kamu ngapain? kamu mau bikin rumah Teteh roboh?" Tanya Nurma saat melihat adiknya naik ke atas para.Orang sunda bia
Saat adik-adikku suksesPart 12"Halo Pak Aleh, ini saya Nurma dari RT enam yang biasa Bapak anter kontrol ke RS Delima," ucap Nurma saat telepon sudah tersambung."Iya, ada apa?""Pak saya minta tolong, Ibu saya tidak sadarkan diri, sepertinya penyakitnya kambuh, saya butuh ambulan Pak buat bawa Ibu saya ke rumah sakit.""Oh baik, tunggu ya, saya langsung ke sana, nyiapin ambulannya dulu!""Baik Pak, terima kasih.""Teteh jahat, Teteh udah mempermalukan aku di depan banyak orang, Teteh udah jatuhin mental aku!" Dewi langsung masuk ke dalam kamarnya, dia benar-benar tidak peduli dengan keadaan sang Ibu.Begitupun Mala, Nurma sangat heran apa yang membuat Mala menangis sampai meraung seperti itu? pernikahannya besok belum tentu batal meskipun Lukman tidak ada. Bukankah masih ada wali hakim yang bisa menikahkannya.Mala menghawatirkan sesuatu yang belum pasti terjadi, padahal keadaan Ibunya yang jelas-jelas butuh pertolongan dia abaikan. Sepertinya Mala tidak merasa takut kehilangan Ibu
Saat adik-adikku suksesPart 13Dari jauh, Nurma memperhatikan para petugas KUA sedang berbincang-bincang dengan beberapa anggota keluarga, beberapa saat kemudian mereka beranjak pergi meninggalkan kediaman Ratri.Karena rasa ingin tahunya yang begitu besar, Nurma mencegat salah satu petugas KUA dan bertanya mengapa mereka membubarkan diri dari rumah Ibunya padahal akad nikah Mala dan Bayu belum dilaksanakan."Maaf Pak, petugas KUA nya kenapa pada pulang ya? kan akad nikahnya belum?" tanya Nurma pada Pak Abdul yang merupakan seorang wali hakim."Jadwalnya sudah lewat dari yang di janjikan, sedangkan pengantin laki-lakinya belum nampak hadir, dan kami tidak bisa menunggu lagi karena hari ini ada beberapa pengantin yang harus kita urus.""Oh begitu, terima kasih ya Pak, hati-hati di jalannya.""Iya, mari Bu."Nurma pun akhirnya masuk ke dalam rumah Ibunya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di hari pernikahan adiknya ini.Suasana di dalam rumah cukup ramai, beberapa orang se
Saat adik-adikku suksesPart 14"Mana si Mala? masih belum pulang juga?" tanya Ratri dengan perasaan hawatir."Belum Bu, Ibu tenang ya, Kang Hendi sama warga, lagi nyari Mala Bu.""Tenang, tenang, kepalamu tenang, mana mungkin Ibu bisa tenang kalau sampai jam segini si Mala belum ada kabarnya."Nurma menghembuskan nafas kasar menghilangkan rasa tidak nyaman di hatinya, dia mengerti dengan perasaan Ibunya tapi Nurma juga menghawatirkan kondisi kesehatan Ratri, apalagi dokter berpesan agar Ibunya itu tidak terlalu memikirkan sesuatu yang cukup berat.Hening, hanya suara jam dinding menemani Nurma sekarang, Ibunya sudah tertidur lelap setelah di beri obat dua jam yang lalu.Nurma bersujud dan memohon agar di berikan kemudahan untuk segala sesuatu yang harus di hadapi, terutama tentang adik-adiknya yaitu Lukman, dan Mala.Jarum jam terus berputar dan sekarang sudah berada di angka 4, sebentar lagi adzan subuh berkumandang, akan tetapi belum ada tanda-tanda Mala ataupun Hendi datang."Nurm
Saat adik-adikku suksesPart 15Nurma melanjutkan langkahnya untuk pulang, pertemuannya dengan Anis barusan menambah beban pikiranya."Loh, Neng kok pulang lagi? Ibu siapa yang jagain kalau Neng pulang?" tanya Hendi saat istrinya baru sampai di rumah."Mala udah pulang Kang," jawab Nurma sambil mengusap keringat di keningnya."Alhamdulilah, ketemu dimana si Mala?""Si Mala pergi ke rumah Bayu, mantan calon suaminya, terus di anterin pulang sama orang tuanya Bayu.""Oh gitu, syukur deh kalau si Mala udah pulang, eh tapi Neng kan tahu si Mala lagi kurang sehat sekarang, masa ninggalin orang yang sama-sama sakit di sana?""Nurma cape Kang, mau istirahat, udah cape fisik di tambah batin juga ikut cape, Akang tahu gak sih gimana rasanya kerja tapi gak di harga sama sekali.""Yaudah Neng istirahat ya, Akang juga ngerti kok.""Tedi mana Kang?""Biasa, tadi pamit mau main katanya.""Kang, Neng baru tahu kalau Ibu punya hutang sampe 10 juta bekas hajatan kemarin.""10 juta? bukannya tanah Nen