Share

BAB 7: Apa Aku Memiliki Ayah?

Pagi-pagi Leary terbangun dan disuguhkan oleh pemandangan indah di sekitar rumahnya. Leary dapat melihat  padang rumput hijau yang luas, udara segar dan gemercik suara air di sungai, tumbuhan yang tumbuh dengan baik, ini adalah pemandangan baru yang dia lihat.

Leary senang jika ternyata keadaan sekitar rumahnya tidak semenakutkan apa yang telah dilihat tadi malam.

Di hari kedua mereka tinggal, Olivia mengajaknya pergi menyapa beberapa tetangga baru mereka, lalu jalan-jalan untuk membeli keperluan stock makanan.

Setelah sekian lama terjebak di apartement dan tempat penitipan, akhirnya kini Leary bisa berlarian dengan bebas tanpa perlu menggunakan jaket tebal dan memakai topi seperti menyembunyikan diri.

Selama ini, ketika di Skotlandia, Leary tidak bisa berlarian menikmati kota Edinburg yang memiliki bangunan cantik seperti di gambar-gambar buku dongeng.

Selama ini Olivia selalu berusaha menyembunyikan wajah Leary dari siapapun, karena kini dia berada di desa, Olivia mengizinkan Leary menikmati waktunya dengan normal.

Setelah membeli kepereluan makanan, Olivia pergi ke toko buku milik Willis yang di dekat perbatasan desa. Di sana, Olivia memperkenalkan Leary kepada Willis dan memberitahu puterinya jika Willis adalah bibinya.

 “Tunggu di sini sebentar, ibu akan berbicara dengan bibi Willis,” kata Olivia.

Leary mengangguk patuh, anak itu duduk di sebuah bangku depan toko buku sambil memakan sepotong kue yang dibelinya. Pandangan Leary mengedar, memperhatikan beberapa orang petani yang lewat menggunakan gerobak kuda, beberapa kendaraan juga mulai terlihat lewat.

Di antara banyak hal yang lewat, ada sesuatu yang berhasil mencuri perhatian Leary, yaitu seorang anak laki-laki yang berpakaian lusuh, tengah menggendong karung besar berisi kentang. Anak laki-laki itu tidak melihat ke manapun dan terus menatap jalan tidak mempedulikan apapun.

Leary berhenti memakan rotinya begitu melihat tangan anak laki-laki itu terlihat kurus kering, wajahnya tirus berpeluh keringat karena barang bawaannya yang banyak dan berat.

“Leary, ayo pulang,” suara Olivia dan tepukannya di bahu Leary menyadarkan anak itu dari keterdiamannya.

Begitu Leary melihat anak laki-laki itu lagi, kini dia sudah naik sebuah mobil bak dan bergabung dengan beberapa petani lainnya yang hendak pergi ke pasar.

“Leary, kau melihat apa?” tanya Olivia.

Leary menggeleng dengan senyuman, anak itu membungkuk mengambilkan tas besar belanjaan yang harus Olivia bawa, sementara tas kecil lainnya akan dibawa olehnya, keduanya pergi berjalan kaki meninggalkan toko Willis.

Di ambang pintu toko buku, Willis mengipas-ngipaskan kipasnya, memperhatikan Olivia yang berjalan pelan dan pincang bersama Leary, keduanya terlihat bahagia saat berbincang.

“Ya ampun, sekarang sedang krisis financial, mereka akan kelaparan dalam waktu dekat jika tidak bekerja sama sekali,” ucap Willis dengan serius.

Willis tahu keadaan keuangan Olivia saat ini yang kesulitan keuangan karena hartanya dibekukan.

Willis sempat memperingati Olivia agar dia menjaga keuangannya karena krisis yang melanda dunia, termasuk Inggris. Olivia pasti belum terbiasa dengan kehidupan yang sederhana akan kesulitan mengatur keuangannya.

Bagi Willis, untuk bisa menghidupi dirinya sendiri saja, itu sudah cukup, dia tidak ingin kemiskinan dan kelaparan yang dialami Olivia harus ditanggungnya juga.

***

Leary bergerak diam-diam, mengintip Olivia untuk memastikan jika kini ibunya tidak melakukan hal aneh lagi. Leary suka jika Olivia lebih banyak tinggal di rumah dibandingkan pergi bekerja, dia takut sendirian di rumah barunya yang tidak nyaman.

Olivia tengah duduk di kursi rotan dan terlihat sedang merenung . Sorot mata Olivia terlihat gelap dipenuhi kesedihan yang tidak bisa di ungkapkan, ada banyak pikiran yang menggelayut di kepalanya.

Olivia harus mulai bergerak memulai balas dendamnya kepada orang-orang yang sudah membuat hidupnya menderita. Disisi lain, Olivia juga memikirkan uang pemberian Elisio Hemilton sudah mulai berkurang dan kemungkinan hanya akan bertahan selama satu bulan saja.

Olivia khawatir, dia tidak memiliki uang sebelum menyelesaikan balas dendamnya dan kembali sepenuhnya dengan keluarganya.

Lantas, bagaimana jika nanti uangnya habis? Harus kemana dia meminta tolong?

Terlintas dalam benak Olivia, mungkin ini sudah saatnya dia menghubungi adiknya. Tapi, apakah kali ini akan berhasil?

Terakhir kali Olivia berusaha menemui adiknya, seseorang sudah menempatkan impra merah di kepala adik Olivia, sekelompok organisasi mengancam Olivia akan membunuh adiknya jika Olivia kembali ke pangkuan keluarganya.

“Ibu,” panggil Leary.

Olivia menengok, menatap lembut Leary yang terlihat ragu untuk mendekat, tangan kecilnya memeluk erat bonekanya. Tangan Olivia bergerak mengisyaratkan Leary untuk mendekat.

Dengan cepat Leary berlari dan merangkak naik ke kursi, duduk sisi Olivia. “Aku sudah sikat gigi,” Leary menunukan barisan giginya yang sebagian sudah hilang. “Sekarang, aku mengantuk, temani aku tidur.”

“Sejak kapan anak ibu menjadi manja seperti ini?” Ledek Olivia memangku tubuh Leary dengan mudah.

“Di kamar ada serangga, aku takut di gigit,” ungkap Leary.

Diraihnya wajah mungil Leary, Olivia mengecup kedua pipinya bergantian dengan senyuman lebar. “Mulai sekarang, ibu akan memberitahumu, serangga apa saja yang berbahaya, jadi kau harus mengingatnya.”

“Kenapa aku harus mengingatnya?”

Olivia tertawa, dengan tenang dia menjawab. “Kau harus tahu Leary, meski terkadang hewan memiliki bentuk yang buruk dan menakutkan, bukan berarti semuanya jahat.”

Tanpa bersuara Leary mengangguk mengerti dan mulai memejamkan matanya, menikmati pelukan hangat Olivia yang selama ini jarang memiliki waktu bersamanya.

“Ibu,” panggil Leary pelan dengan tangan yang mengusap lengan Olivia yang sudah memeluknya.

“Ada apa?”

Kedua mata Leary kembali terbuka, anak itu terdiam dengan tatapan ragu begitu melihat sepasang mata Olivia yang menatap dirinya dengan hangat, menciptakan ketenangan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Pikiran Leary melayang, teringat kejadian tadi pagi saat dia bangun dari tidurnya dan melihat suasana desa untuk pertama kalinya. Leary melihat kehangatan keluarga di rumah-rumah sekitarnya, mereka terlihat ramai saling menyayangi satu sama lainnya.

Leary ingin tahu, mengapa dia tidak pernah berkumpul dengan keluarganya, kemana keluarganya? Mengapa anak-anak lain memiliki keluarga, tetapi dia hanya memiliki ibunya saja?

“Ada apa? Kenapa diam saja?” tanya Olivia mengusap pipi Leary.

Bibir mungil Leary terangkat pelan dan melontarkan sebuah pertanyaan. “Apa aku memiliki ayah? Kenapa kita selalu terus berdua saja?” tanya Leary pelan dan bergetar, takut membuat ibunya bersedih.

To Be Continued..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status