Melihat sang lawan mati kutu, Glara tersenyum tipis dan berjalan meninggalkan restaurant. Tak ada satupun yang tahu apa yang telah Glara ucapkan pada Marta hingga wanita itu tak berkutik.
Sepanjang jalan, Glara hanya diam memandang ke luar jendela hingga tanpa sadar mobil telah tiba di rumah sakit di mana putranya tengah dirawat. Glara meminta Rose untuk kembali ke perusahaan dan membuat jadwal ulang tentang pertemuan bisnis lainnya. Ia ingin bertemu dengan Gama dan juga Louis yang tengah menunggu kehadirannya untuk menghabiskan makan siang bersama.
Glara merapikan pakaian dan mengubah raut wajahnya menjadi lebih ceria, ia tak mau Louis atau Gama mengetahui kesedihannya atas sikap Damian yang merendahkannya. ‘Haiii ibu datang‼” ujar Glara penuh semangat seraya membuka pintu kamar rawat Gama.
“Ibuu‼!” pekik Gama senang melihat wanita yang melahirkannya sudah berada di hadapannya.
“Coba lihat ibu membawa apa?” tanya Glara menunjukkan paper bag yang sempat ia beli saat di restaurant tadi.
Gama mengamati paper bag itu dan mengendusnya. “Ahh zuppa soup dan ayam goreng?” tebak Gama riang.
Glara dan Louis tertawa bahagia, Glara pun mengangguk dan mengeluarkan isi di paper bag. Ia menyiapkan zuppa soup kesukaan Gama dan membantu putranya menyantap hingga habis. “Sudah lama Gama tidak makan ini.”
“Oh iya, berapa lama memangnya?” tanya Louis mengusap puncak kepala Gama.
Gama tampak menghitung dengan jemarinya. “Emm, satu… dua… tiga… ahh lama kakek. Sepertinya sejak ibu pergi ke luar negeri.”
Hati Glara teriris, ia benar-benar kecewa dengan sikap Damian. Selama ini, Glara selalu mengirimkan uang tepat waktu, Glara juga selalu berpesan untuk membelikan apapun yang Gama suka. Ternyata pria itu memanfaatkan rasa cinta Glara padanya dan menghabiskan uang yang ia kirim seorang diri. Bahkan menelantarkan Gama yang sakit keras.
“Mulai sekarang, Gama bisa makan zuppa soup kapan saja Gama mau. Ibu akan selalu membelikan untuk Gama,” ujar Glara menutupi kesedihannya.
“Sungguh? Ibu berjanji?” tanya Gama dengan mulut penuh makanan. Glara mengangguk, ia mengusap puncak kepala Gama gemas.
Mereka menghabiskan waktu saling bercerita satu sama lain, Glara juga menceritakan pengalamannya ketika bekerja di pabrik Jepang. Ia sedikit banyak mempelajari sistem yang ada di sana, Glara pun berniat untuk mencoba menerapkan di perusahaannya agar berkembang semakin pesat.
“Bisa saja, Glara. Hanya saja kamu harus memastikan kalau sistem itu sesuai dengan sumber daya manusia yang ada di perusahaan kita. Jangan sampai kamu salah langkah dan justru menjadi boomerang untukmu,” nasihat Louis pada Glara yang tengah menyantap makan siangnya.
Glara mengangguk ia menelan makanan yang sedang dikunyahnya dan berkata, “Tentu, kakek. Maka dari itu, untuk beberapa hari ini Glara akan memfokuskan diri ke penelitian tentang sumber daya di perusahaan kita juga beberapa sistem dan proyek yang sedang berjalan.”
Louis mengangguk ia menepuk bahu Glara. “Kakek percaya kamu bisa bangkit. Lupakan dia dan mulai lembar baru. Kamu buktikan padanya kalau kamu bukan wanita sembarangan yang bisa ia hina dan injak-injak harga dirinya.”
Glara mengangguk dan menatap yakin Louis. Mereka lantas melanjutkan makan siangnya. Setelah itu, Glara menemani Gama tidur siang dengan membacakan dongeng-dongeng seperti sebelum ia pergi ke luar negeri dulu.
Louis sudah memutuskan untuk pulang ke rumahnya, ia berpesan pada Glara untuk tetap beristirahat dan menjaga kesehatannya. Karena mulai hari ini, Glara akan disibukkan dengan banyak hal. “Aku akan menikmati hari tuaku bersama dengan cucuku. Glara kembalilah menjadi Glara yang lima tahun lalu kakek kenal.” Ucapan terakhir Louis sebelum meninggalkan ruangan Gama terus terngiang di benaknya.
Ia kembali memutar kaset memori di kepalanya. Bayangan pertama kali ia berjumpa dengan Damian juga bagaimana pria itu bersikap membuat Glara menitikan air mata. Tak mau berlarut dalam kesedihan, Glara memilih untuk memainkan ponselnya guna mengusir rasa sedih dan bosan. Tangannya bergulir ke sosial media yang ia punya.
Hingga jemari lentik Glara berhenti pada sebuah postingan yang menunjukkan kebahagian sepasang suami istri yang tengah berlibur di sebuah pantai dengan caption ‘Tidak akan ada manusia yang bisa membuatku ragu atas besarnya cintaku padamu, Damian.’
Glara tersenyum smirk. “Marta… Marta… kamu sama naifnya denganku lima tahun silam.”
Waktu terus berlalu, Glara semakin disibukkan dengan urusan perkantoran namun, ia tetap membagi waktunya untuk Gama juga memantau progress kesembuhan Gama. Seperti sekarang ini, Glara sedang bertemu dengan dokter pribadi yang merawat Gama.
“Jadi bagaimana progress Gama sejauh ini, Dok?” tanya Glara duduk di hadapan wanita berjas putih dengan stetoskop yang melingkar di lehernya.
Wanita itu tersenyum dan berkata, “Progress Gama sangat baik. Berat badannya juga bertambah signifikan namun, tetap sesuai dengan gizi dan perkembangan anak seusianya. Perubahan psikisnya pun jauh lebih baik dari sebelumnya.”
Glara tersenyum senang mendengar penuturan sang dokter. “Jika kondisi Gama terus membaik sampai besuk. Maka kami bisa melakukan tindakan besuk lusa.”
Glara menghela napas lega, ia tak bisa menyembunyikan raut bahagia dan bersyukurnya. “Terima kasih banyak, dok. Saya… .”
“Ini semua berkat usaha ibu dan izin Tuhan. Kami hanya perantara saja,” sahutnya mengusap punggung tangan Glara memberikan support sebagai sesama wanita dan ibu.
Setelah bertemu dengan dokter, Glara pun kembali ke ruangan Gama. Namun, dari kejauhan Glara mendengar suara tangisan Gama yang memekik memanggil namanya. Dengan gerakan seribu langkah Glara menuju kamar itu dan mendorong pintunya dengan kasar.
“Untuk apa kamu ke sini?” tanya Glara menarik pria itu menjauhi Gama yang sudah menangis ketakutan.
“Glara aku minta maaf atas semua kesalahanku. Aku menyesal dan aku ingin kembali pada kalian.”
Glara menatap tajam dan lurus ia mendekap erat tubuh putranya. Glara menekan tombol darurat di jam tangan yang melingkar di pergelangan kirinya.
“Semuanya sudah terlambat. Tinggalkan ruangan ini!” ujar Glara dalam dan tajam.
Pria itu menggelengkan kepalanya ia masih tetap di tempatnya. “Aku tidak akan pergi. Aku baru sadar jika aku masih mencintaimu Glara.”
“Saya bilang keluar ya keluar‼”
Pria itu masih bergeming. “Glara aku lakukan semua ini untukmu dan keluarga kecil kita. Aku sengaja menikahinya karena aku hanya ingin mendapatkan pekerjaan agar kamu tidak perlu ke luar negeri lagi. Tetapi kamu pulang lebih dulu sebelum semuanya berjalan sesuai dengan rencanaku. Hinaan dan cacian kemarin itu tidak sungguh-sungguh dari hatiku, Glara. Lima tahun kita mengarungi rumah tangga ini. Tidak mungkin aku melupakanmu secepat itu,” ujar Damian menatap Glara sendu.
Glara terdiam, tatapan netranya mulai melemah. “Glara setelah aku mendapatkan kekuasaannya aku akan menceraikannya dan membawamu juga Gama ke kehidupan yang lebih baik lagi. Kita akan menikah lagi dan memulai semuanya yang baru.”
“Sungguh?”
“Kamu cantik sekali,” puji Lana menatap Glara dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan. “kamu benar-benar ratu hari ini.” Glara semakin tersipu malu mendengar pujian Lana.“Tante bisa aja, Glara jadi malu,” ujar Glara menundukkan kepala.“Sebelum turun, boleh kami ambil gambar untuk portofolio?” tanya salah satu perias meminta izin pada Glara dan Lana.Glara pun mengangguk dan mengikuti arahan dari perias untuk mengambil beberapa pose di dekat jendela kamar villanya. “Terima kasih, Bu,” ujar perias itu seusai mengambil gambar Glara dari beberapa angle.“Saya juga berterima kasih sudah menyulap saya jadi seperti ini,” balas Glara dengan senyum manis di wajahnya.Setelah perias tadi selesai merapikan barangnya dan berpamitan keluar ruangan, Lana duduk di samping Glara. “Glara, terima kasih sudah menerim
“Pihak kepolisian hanya meminta bantuan untuk menyampaikan permintaan janji, Tuan.”Bhuvi menganggukkan kepala. “Oh iya, besuk pagi sebelum ke villa saya akan ke sana. Glara apa kamu mau ikut?” tanya Bhuvi pada Glara yang menatapnya.Glara terdiam sejenak, “iya,” sahut Glara seraya menganggukkan kepala.Bhuvi tersenyum mendengar jawaban Glara. Ia lantas mengusap puncak kepala Glara lembut. “Paman Leo‼ kita main lagi . Paman Leo yang berjaga aku dan Erina yang bersembunyi‼” pekik Gama seraya berdiri di dekat Leo.Leo tampak ragu namun akhirnya ia mengangguk setelah mendapatkan persetujuan dari Bhuvi. kini Gama, Erina, Leo dan Boy sedangkan Tasha ia sedang ditugaskan untuk mengurus persiapan pernikahan Glara di villa tempat proyeknya dulu dibangun, tentu saja dengan Tiffany yang menjadi event organizernya.Glara menarik napas dalam-da
“Aku ingin mengajak Tiffany bekerja di perusahaan. Aku tahu dia memiliki kemampuan yang memadai dan setelah menikah nanti aku ingin membatasi pekerjaan jadi aku rasa aku butuh Tiffany untuk membantu menghandle. Bagaimana menurutmu?”Bhuvi terdiam sejenak ia tampak berpikir sejenak. “kita coba bicarakan padanya nanti.” Glara tersenyum senang mendengar balasan Bhuvi yang ternyata mendukung permintaannya.Mobil pun kembali hening hingga tiba di kantor Glara. Setibanya di sana, Glara dan Bhuvi bergegas menuju ke ruang meeting. Beberapa dewan direksi sudah menunggu kehadiran mereka, Glara pun segera memulai meeting yang membahas perihal penemuan untuk bahan produk yang batal dulu.“Maaf sudah menunggu lama,” ujar Glara seraya membungkukkan tubuhnya. “Pertama-tama, terima kasih atas kehadirannya. Selanjutnya, saya akan menjelaskan tentang hasil riset yang saya temukan dalam penyelidika
Semua orang yang berada di dalam ruang sidang pun menatap kehadiran wanita dengan sorot mata bertanya-tanya. “Tiffanny?” lirih Glara kala melihat sosok wanita muda yang berdiri di antara puluhan orang yang hadir di dalam sana.“Siapa orang ini? Dan saksi dari pihak mana?” tanya Hakim pada pengacara Damian maupun Robert.“Saya Tiffany Magdalena, anak dari Daniel Woody. Politikus yang meninggal di dalam sel tahanan karena tuduhan tak beralasan.”Hakim pun mempersilakan wanita muda itu untuk maju ke depan dan dilakukan sumpah. Setelah melakukan sumpah, hakim dan jaksa penuntut mulai menginterogasinya.“jadi apa yang anda ketahui atau apa yang ingin anda sampaikan?” tanyanya pada Tiffany yang berdiri di depan mic dan menatap lurus ke arah hakim.Tiffany menarik napas dalam-dalam ia menatap Damian dan Robert bergantian. “Robertinus
“Erina yang akan melakukannya,” jawaban singkat Bhuvi membuat Glara dan Darel mengerutkan kening bingung. “Erina pernah berkata, dia ingin menjadi pengacara dan membersihkan nama ibunya. Itu salah satu tujuanku mengadopsi Erina.”Darel pun mengangguk. “Semoga masih ada waktu untuk membuka kembali kasus itu.” Bhuvi mengangguk. “Oh iya, kalian kapan akan menikah? Lamaran kan sudah.”Glara tersedak salivanya sendiri sedangkan Bhuvi hanya menatap Darel tenang. “Setelah semua masalah selesai aku akan menyiapkannya. Bagaimana Glara?” tanya Bhuvi menatap Glara yang sedang menyembunyikan raut wajah malunya.“Em, aku ikut saja,” sahut Glara singkat masih dengan posisinya.“Aku akan membantu persiapannya, jangan sungkan beri kabar padaku apa yang bisa aku bantu,” ujar Darel dengan senyum bahagia yang terus terpancar di wajahnya
“Damian sudah mengatakan siapa orang yang menyuruh dan membiayai perbuatannya.” Manik coklat Glara membulat sempurna kala mendengar ucapan Bhuvi.“Kok bisa?”Bhuvi tersenyum tipis. “Mungkin dia sudah sadar kalau perbuatannya salah.”“Bagaimana dengan hukumannya?” tanya Glara masih menatap serius ke arah Bhuvi.Bhuvi menggeleng. “untuk bebas kemungkinannya kecil. Tetapi untuk meringankan hukuman munngkin bisa. Apapun itu, yang terpenting sekarang ini dia sudah memutuskan hal yang tepat.”Glara pun mengangguk. “Setelah sidang putusan nanti. Entah dia bebas atau tidak, dia meminta untuk bertemu dengan anaknya Martha.”Kening Glara berkerut mendengar ucapan Bhuvi. “Beberapa hari lalu aku dan Leo mendatanginya. Dan menawarkan kerja sama. Bagaimana pun juga, Damian adalah saksi kunc