MasukBagaimana jika hubungan yang terjalin sebagai guru dan murid perlahan, menumbuhkan benih - benih asmara yang harus mereka sembunyikan diantara perjanjian diatas cap keluarga? surat rekomendasi dari Eric Dominique memaksa Harrie seorang guru sekaligus penjaga perpustakaan keluarga Dominique, untuk bekerja pada keluarga Winston sebagai guru sekaligus menyiapkan calon tunangan Eric sendiri, clairence. Yang sebentar lagi akan secara resmi menjadi bagian dari keluarga Dominique. Menjadikannya sebagai guru di berbagai aspek kehidupan seperti tata Krama, pengetahuan umum dan juga berbagai peraturan yang harus di patuhi claire senantinya ia menjadi bagian dari keluarga Dominique. Semuanya berjalan normal hingga perlahan tumbuh sesuatu yang harusnya tidak tumbuh diantara keduanya. Sebuah rasa yang terlarang untuk di ungkapkan. Lantas? Apa yang harus mereka lakukan. Membiarkannya tumbuh semakin besar? Atau justru membunuhnya dengan cara keji?
Lihat lebih banyakSrak
Sunyinya ruangan perpustakaan menyisakan suara pergerakan kertas yang terus berbunyi, setiap mataku selesai membaca setiap kalimat dalam buku yang ku baca. Tok Tokk Tokkk Pintu berbahan kayu tebal dengan ukiran tangan di lambang pintu mulai terbuka. Meninggalkan suara engsel pintu yang sedikit berdecit, diiringi dengan langkah sepatu yang bergema setiap kakinya melangkah maju. Duk Duk Pria itu mengetuk meja kerjaku dengan ketukan terburu - buru. Begitu aku mengangkat kepala, tangannya menaruh sebuah amplop berwarna coklat usang beserta cap lilin berlambang keluarga dominique diatas meja kerjaku. Aku menghela nafas pendek sambil menutup buku yang aku pegang dan beralih pada surat yang ia berikan. "Ini apa?" Tanyaku sambil mengangkat amplop berwarna coklat itu sedikit lebih tinggi. Alih - alih menjawab pertanyaanku, pria itu justru malah menjawab hal yang tidak berhubungan dengan apa yang kutanyakan. "Mungkin, kau bisa bertanya langsung pada pembuat surat itu sendiri" tukasnya dengan nada datar dan pergi begitu ia selesai dengan tugas yang diberikan. Begitu pintu kayu itu tertutup rapat, otaku masih belum menangkap apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh penjaga itu. "Bertanya dengan pembuat surat itu sendiri? Dia pikir aku bisa langsung tahu hanya dengan sebuah kata simbolis?" Aku menghela nafasku kembali dan menaruh amplop berwarna coklat itu, diatas meja kerjaku. Ku sandarkan tubuhku ke sandaran bangku sambil menatap surat itu Lamat - Lamat. "Sial" Tanganku menarik sebuah laci kecil dibawa meja kerjaku yang menyimpan berbagai printilan kecil seperti pena, tinta dan juga pisau kecil pembuka surat. Kuraih pisau kecil itu dan merobek bagian ujung amplop, menghindari adanya robekan pada surat yang mungkin berisi hal - hal yang penting. Mataku kini membaca surat yang kurang lebih berisi 16 baris dengan nama pengirim yang tertera diujung bawah kertas. perlahan surat itu lantas membuat dahiku mengkerut seraya membelalak tak percaya dengan apa yang ku baca. Aku memasukan kembali surat itu begitu selesai membaca. Kakiku berjalan cepat menuju pintu keluar seraya menggenggam surat beramplop coklat itu ditangan kananku. Seluruh mata menyelidik melihatku dengan tatapan bingung penuh tanda tanya. Nampaknya semua bertanya - Tanya dengan langkah kakiku yang terlihat terburu - buru. seakan ada suatu hal penting yang baru saja aku temukan. Begitu aku sampai diambang pintu, para penjaga nampak menghentikanku seraya bertanya tujuan kedatanganku yang terlihat terburu - buru. "Ada urusan apa kau kesini?" "Tuan Eric sedang tidak ingin diganggu" lugasnya sambil menahan tubuhku untuk tidak meraih gagang pintu yang begitu dekat dengan tempat aku berdiri. "Bilang padanya kalo ini tentang surat rekomendasi" Penjaga itu nampak berbisik satu sama lain sebelum salah satu dari mereka masuk sebelum beberapa menit kemudian, penjaga itu mempersilahkan diriku untuk masuk seraya menutup pintu ruangan itu dengan rapat Brakk Aku mengatur nafasnya seraya mencoba menenangkan suasana hatiku yang sedikit kacau. Samar - samar, aku bisa mencium bau lavender menyerbak keseluruh ruangan disertai dengan kesunyian ruangan yang hanya menyisakan suara gesekan cangkir yang perlahan membawa sorotan mata itu, kembali kepadaku. Tak "apa yang kau lakukan disana? Duduklah dihadapanku" "Pas sekali, kebetulan aku butuh teman minum teh untuk rehat sejenak dari pekerjaanku" "Kau tau bagaimana lelahnya menjadi seorang Duke. Banyak sekali masalah yang terjadi, hingga sulit membuat pria ini bisa istirahat sambil meminum secangkir teh dengan keadaan sunyi" gerutu Eric sambil terus mengeluh tak berhenti - henti. Aku menghela nafasku sambil duduk tepat dihadapannya bersamaan dengan salah seorang pelayan yang mulai menuangkan teh hangat kedalam cangkirku seraya menambahkan beberapa kue kering keatas meja. Diantara suara gerutu Eric yang tak henti - Henti ia lontarkan, tanganku meraih secangkir teh dan mulai menyesapnya perlahan kedalam mulutku, menyisakan sebuah aroma manis, pahit dan harum diatas lidahku. "Hei Harrie, kau mendengarku kan?" Aku mengangguk pelan sambil menaruh cangkir teh itu keatas meja. "Aku ingin langsung ke intinya saja" Tanganku kini mulai menyodorkan amplop berwarna coklat usang yang baru saja kubaca beberapa menit yang lalu. "Ini maksudnya apa?" Tanyaku yang langsung dijawab dengan singkat. "Surat" "Aku tau ini surat, tapi.. apa maksud isi didalamnya" suaraku perlahan mulai sedikit meninggi meski aku berusaha mengontrol emosiku untuk tidak meledak kala itu. Dengan raut bingungnya, Eric mulai membuka surat itu dan membaca isi surat yang tertulis didalamnya "bener kok. Gak ada yang salah" tukasnya sambil menyodorkan surat itu kembali kesisiku. "Itu memang keinginanku Harrie" "Aku memang ingin mengirimmu pada keluarga Winston sebagai guru yang bertugas untuk mempersiapkan calon tunanganku sebagai duchess keluarga Dominique" Mataku seketika membelalak tidak percaya. "Jadi, itu benar? Sejak kapan? Kenapa aku baru tau?" Pertanyaan bertubi - tubiku lantas membuat Eric terkekeh sambil kembali mengangkat cangkir berbahan keramik itu seraya menyesap sisa teh yang mulai dingin. Tak "Aku memang belum mengumumkannya secara resmi. Tapi, dalam waktu dekat. Aku akan melamarnya secara langsung dalam waktu dekat" Eric kini mulai menatapku dengan lekat. Suasana perlahan mulai dingin. Aku bisa merasakan tekanan secara psikologis yang mulai terasa bersamaan dengan sorot mata hitamnya yang seakan menatapku hingga kedalam Sukma. "ohh iyaa jika kau bertanya sejak kapan. Jawabannya tentu tidak dalam waktu yang lama. Atau bisa dibilang, kemarin" Eric menyeringai sambil beranjak dari kursinya. Kakinya mulai berjalan menuju meja kerja miliknya dan menarik sebuah laci yang terletak dibagian paling bawah. Tangannya kini menggenggam selembar surat berwarna putih yang terlihat lapuk. Yang dengan segera ia sodorkan padaku. Tubuhnya kembali terduduk diatas bangku, namun rahangku mulai mengeras mendapati isi dalam selembaran surat yang tertulis disana. Surat itu memang tidak menjelaskan banyak hal seperti surat yang kuterima hari ini. Namun, sebuah perjanjian beserta cap keluarga yang tertempel disisi bawah surat sudah menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Aku mulai mengatur nafasku. Seraya menaruh kembali selembaran kertas itu keatas meja. "Jadi itu alasannya" "Lalu, kapan anda akan mengirim saya kesana?" Disela - sela aku menyesap sisa teh yang tersisa didalam cangkir, Eric nampak berfikir sejenak sebelum kembali membuatku hampir tersedak "besok" Aku tertegun dan menaruh cangkir itu diatas meja "besok? Anda bercanda yaa?" "saya tidak mungkin bisa menyelesaikan seluruh pekerjaan yang tersisa secepat itu tuan. Anda tau, seberapa banyak pekerjaan yang anda berikan pada saya" "Butuh sekitar 2 Minggu untuk menyelesaikannya. Atau kalau dipercepat mungkin 10 hari lamanya" Mendengar hal itu, Eric nampak mempertimbangkan kalimat yang barusan aku katakan sebelum kepalanya tiba - tiba mengangguk - angguk "untuk itu kau tidak perlu khawatir" "Biar Henry yang akan mengurus sisanya. Jadi gunakan waktu yang tersisa untuk berkemas atau mungkin sekedar menikmati setiap sudut ruangan. Karna mungkin, kau akan segera merindukannya begitu sampai disana" lugasnya sambil tersenyum simpul kearahku. Eric kini beranjak dari kursinya dan menyuruh salah seorang pelayan yang berjaga, untuk segera membereskan sisa makanan serta cangkir - cangkir kosong yang masih berada diatas meja. Kini ia kembali duduk dikursi kerjanya sambil melanjutkan sisa pekerjaan yang masih tertumpuk diatas mejanya. Mataku masih mengamatinya dengan lekat sebelum tubuhku ikut beranjak dari sana seraya membawa amplop berwarna coklat usang itu kembali ke genggamanku. Begitu aku sampai diambang pintu, tiba - tiba Eric ingin menyampaikan sesuatu yang langsung menahan tangan kananku untuk menarik gagang pintu yang berjarak dua senti dari tempat aku berdiri. "Ada satu keinginan yang ingin ku sampaikan padamu" "Dan aku harap kau mau melakukannya" Eric nampak menjeda kalimatnya sebelum kepalaku spontan mengangguk menyetujui keinginannya. "Kau tau bahwa aku tidak mengenalinya secara jauh. Jangankan mengenalinya, melihat wajahnya saja aku belum sempat mendapatkan kesempatannya" "Jadi, Harrie.. "Aku harap kau mau membantuku untuk mengenal dirinya lebih jauh" "Bagaimana?"Mataku spontan terbelalak ketika melihat Claire sudah terduduk rapih diatas sofa dengan beberapa buku, kertas dan juga pena diatas meja. Aku sempat mengucek mataku yang membawa gelak tawa pada Claire yang masih duduk manis diatas sofa. "Ada apa tuan Harrie?" Tukasnya sambil tersenyum ramah kearahku. "Ada sesuatu yang aneh? Atau, tuan Harrie merasa bersalah karna terlambat 15 menit dari perjanjian awal?" Bibirnya kembali terkekeh sambil menepuk salah satu buku diatas mejanya "a-aku- "Aku bercanda tuan. Aku memang sengaja datang lebih awal agar tidak terlambat" "Jadi, apa yang tuan Harrie lakukan didepan pintu? Masuklah" Mendengar ajakan itu sontak aku berjalan ragu kedalam ruangan seraya menutup pintu kayu tersebut dengan rapat. Tentu, ada banyak hal yang kupikirkan. Tentang bagaimana perubahan sikapnya yang terasa palsu dan tidak menyakinkan. Dan jujur, duduk dimeja kerja dengan bola mata ambernya yang terus mengamati setiap pergerakan tubuhku dengan lekat, sedikit mengan
Suara gesekan garpu beserta pisau diatas piring kaca mengisi ruang makan yang terasa kosong tanpa pembicaraan hangat didalamnya. Aku melirik kearah Claire sesekali sambil mengunyah potongan ayam panggang yang terasa nikmat disetiap gigitan. Rautnya yang muram membuat makanan yang tersaji semakin nikmat di lidahku. Namun berselang kala itu, countess Winston tiba - tiba membuka suara dengan nada penyesalan. "Tuan Harrie, izinkan saya meminta maaf sekali lagi atas tindakan lancang yang putri saya lakukan pada anda" "Saya berjanji akan segera mengurusnya setelah makan siang. Saya benar - benar minta maaf" Mendengar permintaan maaf itu, aku segera menelan potongan ayam panggang kedalam tenggorokanku bersiap untuk membuka suara "Tidak apa - apa, countess Winston. Saya mengerti sekali dengan keadaan nona clairence" "Saya juga seorang mantan guru di akademi saat saya berusia 20 tahun. Banyak sekali anak - anak yang memiliki kecenderungan memberontak atau sekedar enggan bertemu de
Aku menyesap secangkir teh hangat yang baru saja disajikan. Membiarkan aroma daun teh hitam menyeruak hingga ke tenggorokanku. Tidak ada banyak hal yang kami lakukan diruang penerima tamu. Selain aku menyadari bahwa dari proporsi tubuh hingga wajahnya. nampaknya ia masih belum genap berusia 17 tahun. Tentu aku tidak masalah dengan pertunangan dibawah umur. Para bangsawan sering melakukannya dengan gadis berusia 16 hingga 17 tahun. Hingga Terkadang aku bertanya - tanya bagaimana nasib mereka yang kehilangan kebebasan bahkan di umur mereka yang belia. Apakah mereka bahagia? Atau justru merasa sengsara? Entahlah. aku bukan wanita dan aku memiliki latar belakang yang berbeda dengan mereka. Tak "Jadi, anda nona clairence Winston?" Gadis itu mengangguk pelan sambil memutar bola matanya seakan enggan berbicara denganku.Tentu aku memahami bahwa tidak semua orang harus menyukaiku. Bahkan remaja sekalipun. "Maaf yaa tuan. anak ini memang sedikit agak pemalu dengan orang baru" tukas
Klak Pintu kamarku kini telah terkunci sempurna. samar - samar, aku bisa mendengar suara ringikan kuda tengah menungguku diluar sana. Mataku berpendar kekanan kekiri, memastikan bahwa jas coklat yang kukenakan terpasang rapih ditubuhku.kugenggam koper berwarna coklat tua yang sebagian besar hanya berisi pakaian beserta peralatan yang akan kubutuhkan ditangan kiriku. Aku menghembuskan nafas panjang. Entah mengapa langkah kaki yang kuambil menuju pintu keluar terasa begitu berat. mataku kini berpendar melihat sekeliling ruangan yang hanya dipenuhi oleh beberapa lukisan kuno beserta lilin - Lilin yang tertata rapi diatas kabinet antik disudut ruangan. Beberapa pelayan nampak mengantarku hingga kedepan halaman seraya memberi kalimat semangat atau sekedar pelukan hangat yang terasa seperti perpisahan yang nyata. Musim gugur membuat hembusan angin nampak terasa dingin. Beberapa daun kering nampak bertebaran di atas rumput dan beberapa lainnya masih melayang tanpa arah. Sebelum tu
Srak Sunyinya ruangan perpustakaan menyisakan suara pergerakan kertas yang terus berbunyi, setiap mataku selesai membaca setiap kalimat dalam buku yang ku baca. Tok Tokk Tokkk Pintu berbahan kayu tebal dengan ukiran tangan di lambang pintu mulai terbuka. Meninggalkan suara engsel pintu yang sedikit berdecit, diiringi dengan langkah sepatu yang bergema setiap kakinya melangkah maju. Duk Duk Pria itu mengetuk meja kerjaku dengan ketukan terburu - buru. Begitu aku mengangkat kepala, tangannya menaruh sebuah amplop berwarna coklat usang beserta cap lilin berlambang keluarga dominique diatas meja kerjaku. Aku menghela nafas pendek sambil menutup buku yang aku pegang dan beralih pada surat yang ia berikan. "Ini apa?" Tanyaku sambil mengangkat amplop berwarna coklat itu sedikit lebih tinggi. Alih - alih menjawab pertanyaanku, pria itu justru malah menjawab hal yang tidak berhubungan dengan apa yang kutanyakan. "Mungkin, kau bisa bertanya langsung pada pembuat su






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen