Arasha melangkahkan kakinya keluar dari gerbang sekolah. Ia sangat letih dengan segala kegiatan organisasinya. Jadi ia berniat untuk langsung masuk ke dalam mobil jemputannya dan sesampainya di rumah, ia akan langsung merebahkan tubuhnya di kasur empuknya.
Dari tempatnya sekarang, ia sudah bisa melihat jelas sebuah mobil putih milik keluarganya terparkir di seberang jalan dan ada beberapa pengawal sedang berjaga-jaga di sekitar mobil itu.
Pemandangan yang sangat membosankan. Setiap ia pulang sekolah, selalu saja pemandangan seperti ini yang ia lihat. Sebenarnya ia sudah mulai jenuh dengan ini semua.
Sebenarnya ia pernah meminta ayahnya supaya tidak mengirimkan mobil jemputan berserta para pengawal untuk dirinya. Namun ayahnya menolak permintaan Arasha mengingat sekarang Fla sedang gencar-gencarnya mencari titik lemah para Lima Keluarga Besar.
"Mau kencan sebentar?"
Suara itu tiba-tiba saja terdengar di telinga. Sontak dengan kecepatan tinggi, ia langsung menoleh ke arah kanan. Untuk melihat siapakah orang yang baru saja mengajaknya kencan.
Sebelum hari ini, sudah banyak sekali laki-laki yang mengajaknya berkencan. Dan tentu saja, Arasha menolak itu semua. Karena Arasha yakin bahwa semua laki-laki itu mendekatinya hanya karena reputasi dan wajahnya. Dan Arasha tidak menyukai laki-laki seperti itu.
Arasha sudah berniat untuk menolak dan langsung melenggang pergi saja. Namun niatannya itu langsung sirna saat mengetahui bahwa laki-laki yang baru saja mengajaknya berkencan adalah Dalfon.
Dalfon mengajaknya kencan? Tentu saja Arasha tidak pernah menyangka bahwa hal ini akan terjadi, walau sebenarnya Arasha selalu menantikannya secara diam-diam.
"Sepertinya hidupmu setelah berpisah dariku sangatlah monoton. Jadi ayo kita kembalikan warna yang dulu pernah ada," ujar Dalfon sambil menarik tangan Arasha.
Arasha tersenyum lebar sambil mengikuti langkah Dalfon. Arasha tidak masalah Dalfon yang tiba-tiba saja menariknya pergi. Malahan sebaliknya. Arasha senang, karena setelah sekian lama ia bisa menghabiskan waktu lagi bersama Dalfon.
Bohong rasanya jika Arasha mengatakan bahwa ia bahagia setelah pergi dari rumah Dalfon. Hari-hari yang ia jalani saat masih satu rumah dengan Dalfon sangatlah menyenangkan walau di satu sisi lain selalu saja ada sesuatu yang membuat mereka berdua berdebat kecil. Dulu Arasha berpikir apakah suatu hari nanti perdebatannya dengan Dalfon akan berhenti? Dan Arasha sekarang sadar bahwa hidupnya hampa tanpa perdebatan itu. Perdebatannya dengan Dalfon, ia selalu merindukannya sekarang.
"Fon, kita akan pergi ke mana?" tanya Arasha tanpa menghentikan langkahnya.
"Taman hiburan," jawab Dalfon sambil menengok sedikit ke arah belakang.
"Kamu mau pergi ke taman hiburan dengan almamater sekolah?"
"Mana mungkin bodoh. Kita tidak akan bisa menikmati waktu kita, saat semua orang melihat ke arah kita. Maka dari itu, aku sudah meminta bantuan dia untuk membawakan mu pakaian ganti dan beberapa barang yang bisa menyamarkan mu."
Dalfon menghentikan langkahnya sambil menatap ke seorang laki-laki yang sedang bermain sebuah ponsel sambil bersandar pada sisi mobil sport berwarna putih.
"Maaf telah membuatmu menunggu lama, Vedora," ujar Dalfon.
Benar. Laki-laki itu adalah Vedora. Tentang Dalfon yang mengajak Arasha kencan sebenarnya adalah rencana yang sangat mendadak. Dan tentu saja, Vedora sangat kewalahan menyiapkan segala sesuatu yang diminta oleh Dalfon.
"Pakaian mu. Di dalam toko sana ada ruang ganti. Masuk aja, semua orang yang ada di sana orang-orangku. Jadi jangan khawatir," ujar Vedora sambil memberikan sebuah Tote bag berisikan pakaian pada Arasha.
"Tapi ...," balas Arasha ragu.
"Tidak perlu khawatir. Tentang keluargamu, aku dan Dalfon akan mengurusnya setelah ini. Lalu perihal Alyssa, aku tidak akan mengatakan apa pun kepadanya tentang hari ini," ujar Vedora yang paham tentang kekhawatiran Arasha.
Arasha pun langsung mengangguk dan mengambil tote bag yang tadi diberikan oleh Vedora. Lalu ia masuk ke dalam sebuah toko yang tadi ditunjuk oleh Vedora untuk mengganti pakaiannya.
Dalfon berjalan mendekat ke arah Vedora. Ia berhenti di samping sahabatnya itu lalu menyandarkan tubuhnya pada sisi mobil milik Vedora sambil menatap ke arah langit.
"Sepertinya aku telah berhutang kepadamu lagi kali ini. Tapi tenang saja, suatu saat nanti aku pasti akan membalas kebaikanmu ini. Kamu hanya perlu menyebut namaku saja, saat kamu membutuhkan bantuan ku," ujar Dalfon lalu tersenyum kecil.
"Aku tidak terlalu membutuhkan balasan. Lagipula sebelum ini, kamu telah banyak membantu pelelangan milik keluargaku. Jadi kalau hanya untuk ini saja, aku rasa bukanlah masalah besar," jawab Vedora sambil memasukkan ponselnya ke dalam kantong celananya.
"Apa tidak masalah jika kamu terus berada di sisiku?"
"Apa maksudmu?"
"Ya seperti yang kamu tau. Akhir-akhir ini aku selalu memberikan masalah besar bagi para Lima Keluarga Besar. Dan bahkan ada beberapa kejadian yang di mana aku terlibat perkelahian dengan beberapa anggota mereka. Jadi apakah tidak masalah jika kamu terlihat sering bersamaku?"
"Pertanyaan bodoh."
Vedora tersenyum kecil sambil melirik ke arah Dalfon. Jujur saja kehidupan Vedora sudah mulai berubah semenjak hari pertemuannya dengan Dalfon. Ia memang sudah tau bahwa kedatangan Dalfon ke pelelangannya saat itu adalah karena perintah Alice. Namun tetap saja, kenangan dan segala masalah yang pernah mereka hadapi bersama, membuatnya semakin yakin bahwa Dalfon memanglah seorang sahabat terbaik untuknya.
"Aku sudah mendapatkan informasi tentang rumah yang hampir sesuai dengan seleramu. Namun apakah kamu yakin ingin menjual rumah lamamu dan membeli rumah baru itu?" tanya Vedora.
"Ya. Aku tidak bisa tinggal di rumah itu lebih lama lagi. Di rumah itu terlalu banyak kenangan yang sudah tidak ingin aku ingat lagi. Terlalu menyesakkan bagiku jika harus bertahan lebih lama lagi di rumah itu," jawab Dalfon.
"Ini hanya dugaan ku saja. Tapi apakah mungkin kamu membuat rencana kencan ini hanya untuk mengatakan kepada Arasha tentang rencana mu yang ingin menjual rumah itu?"
"Memang itu tujuan awalnya. Sebenarnya aku bisa saja meninggalkan rumah itu begitu saja tanpa harus memberitahu Arasha. Namun aku rasa Arasha berhak tau akan hal ini. Karena Arasha pernah tidur dan hidup di sana."
"Sudah kuduga. Tidak peduli seberapa jahat peran yang sedang kamu mainkan, kamu tetaplah seorang Dalfon."
Vedora mengeluarkan kunci mobilnya dari kantong jaketnya. Lalu memberikannya kepada Dalfon.
"Pakailah sepuas mu. Selamat menikmati kencan mu," ujar Vedora lalu melenggang pergi sambil melambaikan tangannya.
"Kenapa orang selemah dan senaif dirimu di kelilingi oleh orang-orang baik seperti mereka? Yahh, sepertinya aku tidak bisa terlalu meremehkan sisi ku yang lain," gumam Dalfon sambil meremas kunci mobil yang tadi diberikan oleh Vedora.
Dalfon dan Arasha sudah sampai di wahana bermain yang sangat terkenal di kota mereka. Tentang penyamaran, Arasha tidak menggunakannya. Karena Dalfon baru teringat bahwa ia bisa menyamarkan penampilan orang lain dengan cara menyelimuti orang itu dengan aura miliknya.Jadi Arasha sekarang bisa melakukan semua yang ingin ia lakukan tanpa harus menjaga martabatnya sebagai penerus keluarga Mafuyu.Dalfon sendiri sangat bahagia saat Arasha terus menerus menariknya menaiki satu per satu wahana yang ada di sana.Arasha terlihat sangat antusias dan berbahagia. Sedangkan Dalfon sendiri juga terlihat sangat menikmati segala sesuatu yang bisa menimbulkan senyuman di bibir Arasha.Roller coaster, bumper car dan beberapa wahana yang lainnya mereka nikmati. Tidak lupa juga mereka memasuki Area Adventure land. Yang merupakan sebuah area yang disiapkan supaya para pengunjung bisa merasakan rasanya berpetualang di dunia antah berantah, banyak area yang bernuansa seperti hutan, teluk, dan gedung-gedung
Dalfon dan Arasha sudah ada di depan kediaman Mafuyu. Dalfon telah mengantarkan perempuan itu pulang ke rumahnya dengan selamat. Dan sekarang adalah akhir dari segala kesenangan mereka.Berpisah. Mereka akan melakukan itu. Arasha akan melanjutkan kehidupannya, sebagaimana seharusnya. Sedangkan Dalfon harus melakukan apa yang seharusnya ia lakukan."Mau mampir sebentar?" tanya Arasha sambil menunjuk rumahnya."Sebentar lagi akan hujan, jadi aku harus pulang secepatnya. Ditambah lagi, aku harus mampir ke rumah Vedora untuk mengembalikan mobilnya," jawab Dalfon sambil menggeleng pelan."Baiklah kalau begitu. Terima kasih untuk hari ini. Aku sangat-sangat menikmatinya.""Ya, aku juga."Mereka kembali terdiam. Masih banyak lagi hal yang ingin mereka sampaikan, namun mereka bingung dengan cara apa mereka harus memulainya."Oh, iya. Ini foto yang tadi diambil di foto box. Kamu simpan dua dan aku juga dua," ujar Arasha sambil mengambil foto card di dalam tasnya lalu memberikannya pada Dalfon.
Arasha, Alyssa, dan Vedora sedang berada di ruang OSIS. Seperti biasa, mereka sedang mengecek beberapa dokumen sekolah dan memberikan tanda tangan pada surat-surat perizinan acara sekolah.Langit juga ada di sana, namun ia hanya duduk di sofa sambil bersantai. Ia tidak melakukan apa pun selain memainkan ponselnya dan memakan cemilan yang tadi ia beli di kantin bersama Vedora."Aku tidak melihat Dalfon hari ini di sekolah, apa dia tidak masuk lagi?" tanya Langit setelah menguyah makanan yang ada di mulutnya."Bukankah itu sudah biasa? Dia masuk dan bolos sesukanya. Untuk apa kamu memikirkannya?" tanya Alyssa balik.Tangan kanan Arasha berhenti saat mendengar nama Dalfon disebutkan oleh Langit dan Alyssa. Ia masih belum bisa melupakan kejadian kemarin. Atau lebih tepatnya, ia selalu mengingat segala kejadian malam itu di setiap detiknya. Membuatnya merasa kesal dan sedih."Tentang Dalfon. Sepertinya kemarin dia sedang ada acara. Dan entah bagaimana ceritanya kemarin malam saat hujan der
Vedora kebingungan karena tiba-tiba saja Dalfon mengajaknya untuk pergi pada tengah malam. Menaiki sebuah mobil, mereka pergi ke kaki bukit. Dan sepanjang jalan, Dalfon sama sekali tidak memberitahunya tentang ke mana mereka akan pergi.Vedora sendiri tidak banyak tanya, karena yakin Dalfon akan langsung memberitahunya jika mereka sudah sampai di tempat.Vedora memarkirkan mobilnya sesampainya di kaki bukit. Mereka melanjutkan perjalanannya dengan jalan kaki. Di perjalanan kali ini, Vedora sangat yakin bahwa tujuan mereka adalah puncak. Namun Vedora masih bingung untuk apa Dalfon mengajaknya ke sana.Dan akhirnya mereka benar-benar sampai di puncak bukit. Mereka berdua berjalan ke tepian dan melihat ada sebuah kota mati yang sepertinya sudah sangat lama sekali tidak ditinggali.Di kota itu sama sekali tidak ada pencahayaan dan terlihat sangat kosong. Yang menandakan bahwa memang di kota itu tidak ada siapa pun."Pakai ini," ujar Dalfon sambil memberikan sebuah topeng rubah pada Vedor
Rachel, Gio, Alyssa, Arasha, dan Vedora sedang berjalan menuju ke sebuah cafe yang jaraknya tidak begitu jauh dari kediaman Mafuyu.Sebelumnya mereka sedang berkumpul di rumah Arasha. Dan karena mereka jenak sekaligus lapar, mereka putuskan untuk pergi ke cafe terlebih dahulu. Mereka pikir tidak akan ada masalah jika mereka jalan kaki. Namun ternyata pemikiran mereka itu salah, saat mereka sedang melewati sebuah gang kecil, mereka dihadang oleh segerombolan orang menggunakan jas hitam.Jumlah dari orang itu sangatlah banyak. Bahkan tiga kali lipat dari jumlah mereka. Membuat mereka langsung bersiap-siap jika memang harus bertarung.Namun menggunakan sihir di tempat sempit seperti sekarang, sangatlah beresiko. Akan ada kemungkinan sihir yang mereka gunakan akan salah target dan bisa saja mengenai teman mereka sendiri. Maka dari itu, mereka tidak bisa menggunakannya secara sembarangan. Yang artinya kemampuan fisik akan sangat diperlukan sekarang.Hanya Gio dan Vedora yang mempunyai kem
Dalfon menatap malas Rachel yang sedang mengucapkan sebuah mantra sihir tingkat menengah di hadapannya.Memang tidak salah. Namun entah kenapa, ia merasa bosan saja saat mendengar seseorang menyebutkan mantra sihir saat hendak menggunakannya. Sebenarnya itu adalah hal yang wajar. Bahkan lumrah. Karena mantra sihir adalah dasar dari sebuah sihir. Jika mantranya saja salah, maka sihir yang diinginkan pasti tidak akan muncul. Hanya beberapa orang saja yang bisa menggunakan sihir tanpa harus mengucapkannya. Dan orang-orang itu adalah orang-orang yang memang pantas disebut sebagai penyihir.Sekarang kondisinya adalah Rachel masih memerlukan mantra sihir untuk menggunakan sihir tingkat menengah. Kondisi itu saja sudah menunjukkan bahwa untuk saat ini Rachel tidak akan bisa menggunakan sihir tingkat atas.Tujuan akhir dari pelatihan ini adalah sihir tingkat atas. Rachel harus menguasainya supaya tidak ada satu orang pun yang meragukan kemampuannya setelah ia benar-benar dilantik sebagai pe
Alice menolak keras permintaan Vinka untuk tidak menemui Dalfon lagi. Tentu saja itu adalah hal yang sangat berat baginya. Selama ini saja, ia selalu memendam segala rasa rindunya dan saat ia ingin bertemu dengan Dalfon, dengan mudahnya Vinka memintanya untuk pergi.Vinka sendiri tidak bisa mengingkari kesepakatan yang telah ia sepakati dengan Dalfon. Dalfon sudah menjalankan tugasnya sebagai pelatih Rachel dengan baik. Jadi sekarang saatnya ia menjalankan tugasnya untuk menjauhkan Alice dari Dalfon.Vinka sadar bahwa ini akan sangat bahaya untuk hubungan keluarga Virgo dengan keluarga Gracia. Namun apa daya. Kesepakatan tetaplah kesepakatan. Dan ia harus menepatinya tidak peduli apa pun yang terjadi."Dia sudah tidak ingin menemui mu. Pergilah dan aku akan merawatnya seperti aku merawat anakku yang lainnya," ujar Vinka sambil menatap lekat wajah Alice."Jangan bercanda! Aku tidak akan tinggal diam saja saat ada orang yang ingin mengambilnya dari ku! Aku adalah orang yang pertama kali
Alyssa mendengar secara jelas apa yang terjadi di ruangan kerja ibunya. Tentu saja itu adalah hal yang mengejutkannya, karena sejak awal ia tidak mengetahui bahwa Dalfon memiliki hubungan dan perasaan khusus kepada Alice, Sang Kepala Keluarga Gracia.Ia tidak tau bagaimanakah secara rinci kisah antara Dalfon dan Alice. Namun ia sangat yakin bahwa Alice adalah wanita yang sangat hebat. Karena bisa membuat laki-laki sedingin Dalfon mencintainya.Ia mengira bahwa saingannya hanyalah perempuan-perempuan biasa. Namun nyatanya tidak. Alice adalah wanita yang sangat sempurna. Ia mengakui itu. Alice memiliki segalanya yang tidak pernah bisa ia miliki. Dan menurutnya sangatlah wajar jika Dalfon mencintai perempuan itu.Ia dalam keadaan bimbang saat ini. Ia kecewa saat mengetahui bahwa Dalfon mencintai wanita lain. Namun ia juga senang karena mengetahui bahwa perasaan Dalfon tidak mendapatkan respon.Ia tidak tau harus berbuat apa. Mendukung Dalfon untuk memperjuangkan cintanya atau malah membe