Dalfon dan Arasha sudah sampai di wahana bermain yang sangat terkenal di kota mereka. Tentang penyamaran, Arasha tidak menggunakannya. Karena Dalfon baru teringat bahwa ia bisa menyamarkan penampilan orang lain dengan cara menyelimuti orang itu dengan aura miliknya.
Jadi Arasha sekarang bisa melakukan semua yang ingin ia lakukan tanpa harus menjaga martabatnya sebagai penerus keluarga Mafuyu.
Dalfon sendiri sangat bahagia saat Arasha terus menerus menariknya menaiki satu per satu wahana yang ada di sana.
Arasha terlihat sangat antusias dan berbahagia. Sedangkan Dalfon sendiri juga terlihat sangat menikmati segala sesuatu yang bisa menimbulkan senyuman di bibir Arasha.
Roller coaster, bumper car dan beberapa wahana yang lainnya mereka nikmati. Tidak lupa juga mereka memasuki Area Adventure land. Yang merupakan sebuah area yang disiapkan supaya para pengunjung bisa merasakan rasanya berpetualang di dunia antah berantah, banyak area yang bernuansa seperti hutan, teluk, dan gedung-gedung unik yang mungkin belum pernah mereka lihat.
Arasha benar-benar mengisi hari ini dengan senyuman dan semangat. Bahkan saat ini senyuman Arasha tidak pernah menghiasi bibirnya walau hanya satu detik saja. Menandakan bahwa perempuan itu benar-benar sedang menikmati seluruh hal yang ada di sekitarnya tanpa harus mengkhawatirkan tentang statusnya sebagai penerus keluarga Mafuyu.
Tidak ada satu pun beban di pikiran atau pun pundak Arasha kali ini. Karena perempuan itu datang sebagai rakyat biasa. Membuatnya benar-benar bisa melakukan apa saja yang ia mau.
Arasha sebenarnya sudah beberapa kali datang ke wahana bermain ini bersama keluarga dan sahabatnya. Namun sayangnya ia tidak pernah bisa menikmati wahana-wahana itu sebahagia sekarang.
Rasa antusias Arasha benar-benar sangat besar. Sehingga ia benar-benar bisa melupakan segala rasa letih yang tadi ia rasakan di sekolah.
Kenangan manis benar-benar mereka ciptakan. Mereka juga tidak lupa mengabadikan beberapa momen mereka dengan ponsel dan photo box yang ada di sana.
Dalfon sekarang melihat Arasha seperti anak kecil. Berlari ke sana kemari. Menunjuk seluruh hal yang menurutnya menarik. Mencoba segala wahana yang ada di hadapannya. Dan tidak bisa berhenti tersenyum.
Mereka berdua benar-benar hanyut dalam kebahagiaan. Sampai mereka lupa waktu dan ketika sadar ternyata jam tangan yang dikenakan oleh Arasha sudah menunjukkan pukul 21.00.
Mengetahui bahwa sebentar lagi wahana bermain akan ditutup, mereka langsung berlari ke arah sebuah restoran yang ada di sana. Mereka berdua berniat untuk mengisi perut mereka sebelum mereka pergi dari wahana bermain itu.
Setelah mereka memesan yang mereka akan makan, mereka duduk di sebuah meja yang letaknya tepi restoran. Supaya mereka bisa menikmati keindahan wahana bermain saat malam hari sambil menikmati makanan yang sebentar lagi akan disajikan oleh pelayan.
"Pemandangan yang indah," ujar Dalfon sambil menopang dagunya menggunakan tangan kanannya.
"Iya. Sangat indah sampai-sampai aku tidak ingin pergi dari sini," balas Arasha.
"Tidak perlu khawatir, karena mau bagaimana pun juga ini adalah wahana bermain. Jadi kamu bisa ke sini kapan pun kamu mau."
"Aku tau itu. Namun tidak ada yang bisa menjamin bahwa saat itu aku bisa sebahagia sekarang."
Arasha memalingkan wajahnya ke arah Dalfon yang masih setia menatap ke arah luar restoran. Memang benar alasannya bisa sebahagia sekarang adalah karena wahana yang tadi ia nikmati. Namun itu bukanlah alasan utamanya.
Alasan utamanya bisa sebahagia sekarang karena orang yang menemaninya adalah Dalfon.
"Andai saja aku dipertemukan denganmu dua tahun lebih cepat dan perbedaan kita ini tidak pernah ada. Pasti aku sudah tergila-gila padamu dan tidak akan pernah melepaskan mu sampai kapan pun," jawab Dalfon sambil menatap Arasha dengan senyuman manis di bibirnya.
Arasha terdiam seketika mendengar hal itu. Pikirannya tiba-tiba saja menjadi kosong. Jantungnya yang tadinya berdetak normal, kini mulai berdetak lebih kencang. Pertanda bahwa ucapan Dalfon tadi benar-benar berhasil mengenai hatinya.
"Aku berniat untuk menjual rumahku dan membeli rumah baru. Dan aku ingin memberitahumu akan hal itu," jawab Dalfon sambil kembali memalingkan wajahnya ke arah jendela.
"Menjual rumahmu? Emangnya kenapa? Dan kenapa kamu memberitahukan ku tentang itu?" tanya Arasha.
"Aku tidak bisa menjelaskan secara rinci alasannya. Namun aku benar-benar tidak bisa tinggal di sana lagi. Dan tentang alasan aku memberitahu mu, itu karena kamu pernah berada di sana. Kamu pernah menghabiskan banyak waktumu di sana dan membuat beberapa kenangan baru di sana. Jadi aku rasa kamu berhak tau akan hal itu."
"Aku tidak masalah dengan keputusanmu itu. Namun, apakah kamu tidak akan menyesal? Yang menjadi masalah bukanlah tentang rumah dan perabotan yang ada di sana. Melainkan kenangan yang ada di sana. Apakah kamu siap untuk meninggalkannya?"
Dalfon tidak membalasnya. Menunjukkan bahwa ia masih menyimpan sedikit rasa ragu pada hatinya.
Tidak bisa dipungkiri, walau ia baru tinggal di rumah itu beberapa bulan saja. Namun rumah itu sudah menciptakan banyak kenangan manis yang tidak ingin lupakan.
"Terlalu banyak masalah yang datang saat ini. Mulai dari Fla sampai Lima Keluarga Besar. Aku sudah tidak tahan dengan semua ini. Kalau aku mengajakmu, maukah kamu kabur bersamaku dan memulai hidup baru sebagai manusia biasa?" tanya Dalfon sambil menatap Arasha.
Arasha tertegun saat mendengar hal itu. Dalfon secara tidak langsung memintanya untuk meninggalkan keluarga Mafuyu dan memulai kembali hidupnya sebagai orang biasa. Tentu saja Arasha bersedia melakukan hal itu, jika saja sudah tidak ada satu pun orang di keluarga Mafuyu yang ingin coba lindungi.
Namun masalahnya, di keluarga Mafuyu masih ada beberapa orang yang ia sayangi dan ingin ia lindungi.
"Maaf. Aku tidak bisa," jawab Arasha sambil menundukkan kepalanya.
"Tidak perlu minta maaf, Bodoh. Kamu telah menjawab apa yang seharusnya kamu jawab. Tentang apa pun jawabanmu, aku akan tetap mendukungnya," balas Dalfon sambil mengelus kepala Arasha.
Dalfon sadar bahwa Arasha masih ingin berjuang di jalannya sendiri. Jadi ketika ia meminta Arasha untuk meninggalkan jalannya, sudah sewajarnya Arasha akan langsung menolaknya.
Dalfon tau itu. Namun entah kenapa, ia merasa kecewa.
Pertempuran benar-benar sudah berakhir. Dan tidak ada satu pun pemenang dari pertempuran ini. Pasalnya sejak awal pertempuran ini adalah pertempuran antara Fla dengan Dalfon. Dan dari kedua pihak itu tidak ada yang benar-benar selamat sampai akhir. Anggota Fla benar-benar sudah habis di tangan Dalfon. Lalu hidup Dalfon berakhir karena jiwanya terlalu lama menahan energi sihir dan aura secara bersamaan.Nara dan Bionce menatap tubuh Dalfon yang tergeletak di tanah. Tidak ada satu pun luka atau pun goresan di tubuh laki-laki itu. Ia mati karena ulahnya sendiri. Bukan karena perbuatan dari musuh-musuhnya. Itulah hal yang mengenaskan dari kematiannya.Mereka tidak bisa melakukan apa pun. Bahkan jika mereka menyatukan kekuatan dan berusaha mengumpulkan lalu menyatukan jiwa-jiwa Dalfon, mereka tetap tidak akan pernah bisa berhasil menghidupkan kembali Dalfon. Sejak awal mereka semua sudah tau bahwa pertempuran kali ini adalah pertempuran terakhir bagi Dalfon. Dan Dalfon sendiri juga menge
Bionce mengalirkan beberapa aura miliknya ke Alyssa, supaya perempuan itu bisa tenang dan melupakan segala rasa takut yang membelenggunya.Alyssa yang mulai merasa tenang pun akhirnya bisa berdiri dan menatap ke arah Bionce. Yang dilihat oleh Alyssa di wajah Bionce adalah sebuah sinar yang terang. Ia tidak bisa melihat secara jelas wajah perempuan itu. Namun entah kenapa, ia merasa sangat yakin bahwa perempuan yang ada di hadapannya itu memiliki wajah yang sangat cantik."Aku akan menyatukan hatimu dengan alam bawah sadar Dalfon. Kamu hanya punya satu kesempatan. Jadi pastikan apa yang akan kamu ucapkan itu memang bisa membuat Dalfon sadar," ujar Bionce dengan suara lembut.Bionce mengangkat tangan kirinya langsung menurunkannya dengan cepat. Di saat itu juga, wujud rubah Nara dan Dalfon langsung terhantam ke arah tanah dan tertahan karena adanya sebuah gaya gravitasi yang sangat kuat. Saking kuatnya bahkan dengan kemampuan maksimal Nara, Nara mustahil untuk melawan energi itu."Oi, j
Nara berdiri di sebuah tebing tinggi yang ada di hutan utara. Ia menatap ke arah seekor rubah putih berukuran sangat besar yang sedang mengamuk di jarak yang cukup jauh dari tempatnya berdiri sekarang.Sosok rubah itu adalah Dalfon. Memang benar kontrak antara dirinya dengan Dalfon sudah berakhir, namun Dalfon bisa saja berubah menjadi wujudnya menggunakan kekuatan aura yang dimilikinya.Dan sekarang terjadi. Yang membuat Nara waspada adalah ekor ketujuh Dalfon yang mulai muncul. Masih ada tiga ekor lagi, sebelum Dalfon benar-benar dalam kondisi sempurna.Jika seandainya Dalfon benar-benar bisa mencapai ekor kesepuluh dan tidak ada satu pun orang yang bisa menghentikannya sebelum ekor kesepuluhnya muncul, maka bukan hanya para anggota Fla saja yang lenyap. Seluruh manusia berpotensi lenyap.Ekor kesepuluh adalah jembatan antara kekuatan neraka dan bumi. Jika itu muncul, maka Dalfon akan menguasai sihir dan aura yang bisa melenyapkan banyak manusia hanya sekali jentik.Nara memalingkan
Nara menatap malas Alice yang masih pingsan di hadapannya. Dengan kekuatannya ia mencoba untuk menetralisir racun dan menutup luka yang ada di tubuh perempuan itu.Ia sebenarnya tidak rela jika harus menggunakan kemampuannya hanya untuk menyelamatkan perempuan itu. Namun karena orang yang memintanya adalah Dalfon maka mau tidak mau harus melakukannya. Lagipula mau bagaimana pun juga, Alice adalah istri Michaels, jadi untuk kali ini saja ia akan membuat pengecualian."Tingkahnya yang seenaknya sendiri seperti ini, bukankah mengingatkanmu pada seseorang, Nona Vinka?" tanya Nara sambil menatap Vinka."Ya. Dia terlihat mirip dengan ayahnya," jawab Vinka dengan sebuah senyuman di bibirnya.Nara ikut tersenyum kecil mendengar hal itu. Untuk beberapa hal, terkadang Dalfon terlihat seperti Alice. Dan untuk beberapa hal yang lainnya, Dalfon terlihat sangat mirip dengan Michaels. Membuatnya benar-benar terlena bahwa laki-laki itu adalah anak dari Bionce."Dalfon adalah anak dari Alice Gracia da
Semua pemimpin dan pewaris keluarga Virgo, Aurora, Mafuyu di sebuah mansion Alice saat mendengar keluarga Gracia mendapatkan serangan mendadak dari pasukan Fla.Mereka berdiri mengelilingi Alice yang sedang pingsan di atas kasur. Noel berada di sisi Alice sambil menceritakan seluruh kejadian yang ada.Semua orang tentu saja terkejut saat mengetahui bahwa Nichola adalah dalang dari semua ini. Dan mereka semua juga sangat marah, karena merasa kepercayaan mereka telah disia-siakan oleh keluarga Venus.Sedikit perdebatan terjadi, saat mereka mulai membahas tentang bagaimana rencana selanjutnya. Keluarga Mafuyu dan Aurora berpikir bahwa mereka harus menyerang balik keluarga Venus supaya semuanya cepat selesai. Namun keluarga Virgo dan Noel sebagai perwakilan keluarga Gracia berpikir bahwa serangan balik sekarang adalah sebuah pilihan yang buruk, pasalnya mereka belum mendapatkan informasi tentang sejauh apa kekuatan yang dimiliki oleh pasukan musuh.Perdebatan itu terhenti seketika saat a
Penjagaan di kediaman Alice tiba-tiba saja meningkat menjadi tingkat darurat saat mengetahui ada beberapa orang memasuki wilayah tanpa izin dan melukai beberapa penjaga yang ada di sana.Alice sudah memberikan perintah kepada para penjaga untuk tidak ragu membunuh orang-orang yang mencurigakan. Alice sendiri sekarang sedang ada di ruang kerjanya bersama Keenan, Noel, dan Langit. Ketiga orang itu memiliki kemampuan bertarung yang cukup unggul kalau dibandingkan para penjaga yang lainnya. Namun entah kenapa, Alice tetap merasa tidak tenang berada di sekitar mereka.Alice seakan merasakan ada sebuah celah besar di antara mereka berempat. Dan celah itu bisa saja dimanfaatkan oleh para penyusup untuk menghancurkan mereka.Mengingat para penyusup tetap bergerak walau keamanan sudah ditingkatkan, membuat Alice yakin bahwa penyusup kali ini memang sudah mempersiapkan segalanya dan sangat percaya diri dengan taktik yang mereka miliki.Sampai pada akhirnya ada seseorang yang membuka pintu ruan