Share

Bab 1111

Penulis: Imgnmln
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-13 22:21:20

Kabut malam menyelimuti Kota Moniyan seperti tirai kelabu yang menggantung di langit. Lampu-lampu jalanan berkedip pelan, menerangi siluet bangunan-bangunan tinggi yang berdiri bisu di tengah keheningan yang mencekam. Angin berhembus dingin, menyelusup masuk ke dalam lorong-lorong kota yang sunyi.

Nathan melangkah pelan di antara bayangan gedung-gedung tua, wajahnya tersembunyi di balik tudung jubah gelap yang berkibar tertiup angin. Matanya tajam, menelusuri setiap gerakan dari sudut-sudut kota, namun perjalanannya tetap sunyi. Tidak ada penyergapan, tidak ada gangguan. Terlalu sunyi, bahkan untuk ukuran malam di Moniyan.

"Mereka semua diam?" gumamnya perlahan. Tapi Nathan tahu, badai tak selalu datang dengan suara gemuruh. Kadang, dia mengendap dalam keheningan.

Di sisi lain kota, di ruang tamu keluarga Winaya yang mewah dan dingin, Gill masih duduk tegak di atas sofa beludru merah darah. Jubahnya jatuh rapi, namun matanya menyala dingin seperti baja.

Sudah satu jam.

Cangkir teh di
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1116

    Saat dia melompat ke udara, Scholar mengayunkan tangannya. “Kau mau kabur?”Dalam sekejap, jaring energi raksasa muncul dari langit, menutupi seluruh jalan keluar seperti penjara transparan yang kokoh.BANG!Nathan menghantamnya dengan tinju, memecah jaring itu menjadi titik-titik cahaya, namun tubuhnya terpental keras ke tanah. Debu berhamburan, dan lantai retak di sekelilingnya.Nathan menggeram pelan."Kesempatan terbaik telah lewat."Tak ada pilihan. Menyerang adalah satu-satunya pertahanan yang tersisa.Dengan raungan keras, kekuatan taiju meledak dari tubuhnya. Cahaya keemasan mengalir dari pori-porinya. Kulitnya mulai berubah mengeras seperti baja, dan sisik emas tumbuh cepat menyelimuti tubuhnya.“Tinju Peledak!”BANG! BANG! BANG!Serangkaian bayangan tinju membelah udara menuju Scholar. Langit di atas vila Keluarga Arteta tampak bergetar hebat. Aura menghancurkan menyebar, membuat tanaman di sekitar kering seketika.Scholar sempat menyipitkan mata, ekspresi wajahnya berubah s

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1115

    Wajah Nathan seketika berubah dingin. Suaranya tajam dan datar. “Maaf, tapi itu satu hal yang tidak bisa kuberikan pada siapa pun.”Nathan bangkit berdiri. “Aku permisi.”Tapi saat dia sampai di depan pintu—"Tutup pintunya," titah Scholar dengan lantang.Kepala pelayan dan empat penjaga tiba-tiba berdiri menghalangi jalan keluar.Nathan berbalik, menatap Scholar yang kini berdiri dengan ekspresi bengis. “Apa maksudmu, kepala keluarga Arteta?” tanyanya dengan suara dalam.Scholar tersenyum tipis, namun kini penuh racun. “Tentu saja, mengambil yang aku inginkan. Jika kau tidak memberikannya, maka aku akan mengambilnya sendiri.”Tatapan Nathan berubah tajam dan penuh ancaman. “Aku datang sebagai tamu, kau tahu itu? Dan aku memberi muka pada Bachira. Tapi jika kalian memaksaku ….”Suara Nathan semakin dalam, dingin seperti logam. “Aku tidak segan menjadikan tempat ini ladang pembantaian.”“Hahaha!” Scholar hanya tertawa keras. “Pembantaian?”Raut wajah Scholar semakin dingin dan tatapan

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1114

    Malam itu, mobil hitam mengantar mereka menuju kediaman keluarga Arteta. Rumah besar dengan arsitektur kuno bergaya Eropa itu menyambut mereka dengan lampu-lampu temaram yang menambah suasana misterius. Scholar, dengan jubah mewah dan senyum penuh pesona, menyambut Nathan secara langsung di halaman depan.Saat melihat sosok pemuda yang memasuki kediamannya, Scholar mendekat dengan wajah senang. “Hahaha! Nathan!” serunya, menggenggam tangan Nathan erat. “Akhirnya aku bisa melihat langsung pemuda yang selama ini diceritakan Bachira. Luar biasa, benar-benar luar biasa!”Nathan menunduk sopan. “Terima kasih atas undangannya, Kepala Keluarga.”Perjamuan sudah disiapkan. Meja bundar besar dipenuhi hidangan lezat dari berbagai penjuru dunia. Scholar mempersilakan Nathan duduk di sebelahnya, posisi terhormat yang menunjukkan bahwa malam itu, Nathan adalah tamu utama.“Anggap saja ini rumah sendiri,” kata Scholar ramah. “Aku senang Bachira punya teman seperti dirimu.”Ia menoleh pada anaknya d

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1113

    Kediaman keluarga Arteta.Malam menyelimuti pesta yang gemerlap. Lampu-lampu gantung kristal menyala terang, membiaskan cahaya ke perabotan mewah dan para tamu berpakaian formal. Namun di balik kemewahan itu, tersembunyi rencana yang lebih gelap dari bayangan siapa pun.Scholar, pemimpin Keluarga Arteta yang terkenal dengan ketenangan dan kecerdasannya, duduk dengan tenang di kursi utama. Di tangannya ada sebuah pil kecil—jernih dan berkilau seperti kristal embun, namun menyimpan racun paling licik yang pernah dia miliki.“Obat vitalitas,” katanya dengan senyum tipis, seolah sedang memamerkan permata. “Sekali masuk ke tubuh, siapa pun, sekuat apa pun, tak akan bisa menggerakkan kekuatannya. Tubuh mereka akan menjadi lemah seperti anak kecil.”Kepala pelayan yang berdiri di sebelahnya tampak ragu. “Tuan Besar, kalau Nathan benar-benar Penguasa Saibu Care seperti rumor yang beredar, bukankah dia akan menyadari jika diracun?”Scholar melirik tajam. “Itu justru keindahannya. Obat ini tak

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1112

    “Bukan sekadar harta biasa,” jawab Kaidar dengan nada berat. “Artefak seperti Menara Kegelapan tak akan hancur begitu saja kecuali ada kekuatan ilahi yang diambil dari dalamnya—kunci, segel, atau inti roh purba .... siapa tahu?”Kilau ambisi muncul di mata Gill. “Kalau begitu, Nathan membawa kekuatan yang seharusnya tak dimiliki oleh siapa pun.”“Dan karena itu kita harus merebutnya,” Kaidar mengangguk setuju. “Namun jangan lupa, Nathan bukan kultivator biasa. Dia bukan hanya membunuh Darwin, tapi juga berhasil membuat Sancho dari Martial Shrine tak bisa menyentuhnya. Bahkan Ryujin terlihat melindunginya secara tidak langsung.”Gill mengepalkan tangan, matanya membara. “Aku tidak peduli pada siapapun atau Martial Shrine. Kota Hulmer terlalu jauh dari pengaruh mereka. Tapi aku kekurangan tenaga. Jika kau bersedia meminjamkan beberapa ahli, kita bisa menyingkirkan Nathan. Dan semua harta itu kita bagi dua.”Kaidar berpikir panjang. Lalu, dia menjawab datar, “Aku akan meminjamkan dua ahl

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1111

    Kabut malam menyelimuti Kota Moniyan seperti tirai kelabu yang menggantung di langit. Lampu-lampu jalanan berkedip pelan, menerangi siluet bangunan-bangunan tinggi yang berdiri bisu di tengah keheningan yang mencekam. Angin berhembus dingin, menyelusup masuk ke dalam lorong-lorong kota yang sunyi.Nathan melangkah pelan di antara bayangan gedung-gedung tua, wajahnya tersembunyi di balik tudung jubah gelap yang berkibar tertiup angin. Matanya tajam, menelusuri setiap gerakan dari sudut-sudut kota, namun perjalanannya tetap sunyi. Tidak ada penyergapan, tidak ada gangguan. Terlalu sunyi, bahkan untuk ukuran malam di Moniyan."Mereka semua diam?" gumamnya perlahan. Tapi Nathan tahu, badai tak selalu datang dengan suara gemuruh. Kadang, dia mengendap dalam keheningan.Di sisi lain kota, di ruang tamu keluarga Winaya yang mewah dan dingin, Gill masih duduk tegak di atas sofa beludru merah darah. Jubahnya jatuh rapi, namun matanya menyala dingin seperti baja.Sudah satu jam.Cangkir teh di

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1110

    Dalam sekejap, Nathan mengangkat tangannya dan menyusupkan jari-jarinya ke dalam tubuh Darwin. Dengan satu tarikan tegas, dia menyentuh dan menarik keluar kristal misterius yang tersembunyi di dalam sana.Wajah Darwin seketika berubah pucat pasi. Matanya membelalak penuh teror. “T-tidak! B-bagaimana kau masih bisa bergerak!?”Namun Nathan tak menjawab, dia menarik napas dalam, lalu mengaktifkan kijutsu. Aliran spiritual yang sempat ditarik Darwin, kini berbalik mengalir deras kembali ke tubuh Nathan. Bahkan energi milik Darwin sendiri ikut tersedot, seperti sungai yang tertelan ke laut.“T-tidak .… Ini tidak mungkin!”Darwin terguncang, tubuhnya mulai gemetar. Cahaya dari kristalnya redup, lalu padam. Dalam hitungan detik, tubuh Darwin terasa hampa, semua energi di dalamnya menghilang.Tidak lama setelah kristal itu ditarik keluar dari tubuhnya, seluruh tubuh Darwin mulai mengerut. Otot-ototnya kempis, kulitnya kehilangan warna, dan keriput merayap cepat seolah waktu puluhan tahun men

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1109

    Kraaaak!Kraak!Suara retakan halus menggema di seantero lembah.Batu-batu yang menyelimuti tubuh Darwin mulai pecah, retak satu per satu, lalu hancur menjadi debu. Tubuh raksasa itu kini tampak rapuh, terbungkuk lemah di atas tanah yang retak-retak. Luka parah mencabik sebagian tubuhnya, dan wajahnya kini kehilangan arogansi yang tadi sempat memuncak.Dengan susah payah, Darwin berusaha berdiri, napasnya berat dan tersendat. Sorot matanya berubah, bukan lagi penuh ejekan, tapi panik yang nyaris menyentuh keputusasaan.“Kemampuan apalagi yang masih kau miliki?” suaranya nyaris serak.Nathan menatapnya datar, dingin seperti ujung tombak yang dibekukan salju. “Aku?” Dia mengangkat bahunya sedikit. “Tak perlu kemampuan baru untuk menghabisimu.”Darwin terdiam, tak ada lagi jawaban. Bahkan dirinya tahu, ini akhir. Yang tak bisa dia pahami, adalah bagaimana Nathan—yang jelas belum mencapai puncak kultivasi tingkat akhir—memiliki kekuatan sedahsyat ini. Aliran energi dalam dirinya seperti t

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1108

    BAM!Serangan menghantam tubuh Darwin, namun lagi-lagi, hasilnya sama. Nathan terpental keras, tubuhnya terlempar dan menghantam tanah.Organ-organ di dalam tubuh Nathan mulai terasa bergolak.Darwin berdiri tegap, tak bergeming. “Hahaha! Aku ingin lihat berapa kali lagi kau bisa melontarkan pukulan seperti itu,” serunya dengan nada meremehkan. “Begitu energimu habis, kamu akan menjadi milikku. Energi hebatmu akan kuambil sepenuhnya!”Dengan Nathan yang mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan, dan Darwin yang belum menunjukkan kelemahan, pertarungan ini akan memasuki fase paling berbahaya."Jendral, sepertinya Nathan akan segera kalah. Jika terus melayangkan pukulan sekuat itu, energinya pasti habis," Seorang anggota tim maju dan berbisik pelan kepada Paul, matanya menatap khawatir ke arah puncak gunung yang dipenuhi debu dan suara dentuman. "Darwin itu terlalu kuat! Bagaimana bisa beberapa batu busuk itu menjadi mustahil dihancurkan?" lanjutnya, nada suaranya nyaris putus asa.Paul t

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status