Share

Bab 1451

Author: Imgnmln
last update Last Updated: 2025-10-09 20:45:20

Pedang Aruna di tangannya mulai bergetar. Getaran itu lembut pada awalnya, lalu semakin kuat, diiringi oleh dengungan rendah yang meresonansi langsung ke dalam jiwanya. Pedang itu terasa lebih hidup.

Pikiran Nathan terhubung dengannya, dan ia menyadari Pedang Aruna tidak lagi merespons perintahnya. Pedang itu bergerak atas kehendaknya sendiri.

‘Roh pedang... telah bangkit?’

Sebuah gelombang kegembiraan murni membanjiri hatinya.

SWOSH!

Pedang Aruna menarik dirinya lepas dari genggaman Nathan. Ia melesat ke udara, melayang di atas kepala Nathan, bermandikan cahaya perak yang begitu murni hingga menyakitkan mata. Aura pedang yang agung dan berdaulat—aura yang bukan milik Nathan—turun dari langit seperti pilar cahaya.

Keempat Ksatria Dosa tertegun, menatap pemandangan itu dengan tak percaya.

Satu denyutan energi perak keluar dari Pedang Aruna. Bukan ledakan, hanya sebuah riak cahaya yang sunyi. Namun, saat riak itu menyentuh keempat jubah bayangan yang mengikat Nathan, lilitan itu menguap
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1462

    Nama itu terasa asing di lidah Nathan, namun ia pernah mendengarnya sekali, dalam sebuah bisikan dari masa lalu. Ia mengangguk. "Benar. Paman Zephir pernah berkata, nama ibu saya adalah Brillie.""Pantas saja..." Nalan menghela napas panjang, sebuah desahan yang seolah membawa beban puluhan tahun. Ia menatap Nathan dengan pandangan baru, seolah kepingan-kepingan teka-teki yang rumit akhirnya mulai menyatu di benaknya. "Pantas saja...""Kepala Keluarga Island," sela Nathan, suaranya terdengar tergesa-gesa, penuh dengan harapan yang baru lahir. "Anda... Anda mengenal ibu saya?""Sedikit," jawab Nalan, tatapannya menerawang. "Ceritanya adalah sebuah kisah dari masa lalu yang kelam, sebuah tragedi yang hampir meratakan keluarga Zellon saat Klan Movi murka." Ia berhenti sejenak. "Tapi mengenai ayahmu... tidak ada yang ta

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1461

    Kesadaran kembali pada Nathan bukan dalam sebuah ledakan, melainkan seperti kabut pagi yang perlahan menipis. Hal pertama yang ia sadari bukanlah penglihatan atau suara, melainkan ketiadaan. Ketiadaan rasa sakit. Tubuhnya, yang ingatan terakhirnya adalah sebuah kanvas penderitaan—tulang yang retak, daging yang terkoyak—kini terasa utuh.Tenang~Perlahan, ia membuka matanya.Langit-langit di atasnya terbuat dari kayu jati yang dipernis hingga berkilauan, diukir dengan pola awan yang rumit. Ia merasakan kelembutan sutra di bawah punggungnya, sebuah kemewahan yang terasa asing bagi tubuhnya yang terbiasa dengan tanah keras dan medan perang. Udara di sekitarnya beraroma cendana dan bunga-bunga segar.Ia mengerutkan keningnya. ‘Di mana aku?’

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1460

    Keheningan total.Ketiga Ksatria Dosa itu membeku. Kaidar membeku. Bom informasi itu meledak di tengah-tengah mereka, mengubah seluruh narasi.Salah satu Ksatria Dosa perlahan menoleh ke arah Sancho, suaranya kini dingin dan menusuk. "Pingsan? Jadi... kau ada di sana saat dia tidak sadarkan diri?"Sancho tersentak, menyadari kesalahannya. "Aku—""Ketua Sancho," sela Kaidar, matanya yang cerdas kini berkilat seperti predator yang menemukan celah pada mangsanya. Ia melangkah mendekat, suaranya tenang namun penuh dengan bobot yang menekan. "Karena Nathan sudah pingsan di ujung tanduknya... seharusnya Anda bisa membunuhnya dengan mudah, bukan?"Ia berhenti sejenak, membiarkan pertanyaan itu menggantung di udara yang tegang. "Apakah Anda sudah melakukannya?"Awalnya aku memang akan membunuhnya," geram Sancho. "Tapi di tengah jalan, keluarga Arteta dan yang lebih gila lagi, keluarga Island. Mereka mati-matian melindunginya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa.""Keluarga Island?" Kaidar, yang bi

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1459

    Nathan dibawa ke kediaman keluarga Island, sebuah manor terpencil yang dikelilingi oleh taman-taman yang tenang dan dinding-dinding tinggi, sebuah kedamaian di tengah dunia yang penuh kekacauan. Ia ditempatkan di sebuah kamar yang nyaman dan terawat baik.Setelah Scholar dan yang lainnya pergi, Chelsea menghampiri ayahnya, wajahnya penuh dengan kebingungan."Ayah," tanyanya. "Mengapa? Mengapa kau melanggar tradisi leluhur hanya demi satu orang? Aturan keluarga kita jelas, jangan pernah terlibat dalam perselisihan dunia bela diri."Nalan menatap putrinya, ekspresinya lembut namun tatapannya jauh. "Dunia sedang berubah, Chelsea. Terkadang, ada hal-hal yang lebih penting daripada sekadar menjaga diri sendiri." Ia meletakkan tangannya di bahu putrinya. "Terkadang, cara terbaik untuk melindungi tamanmu sendiri adalah dengan memastikan badai tidak meratakan seluruh hutan di sekelilingnya."Ia tersenyum misterius. "Ada banyak hal yang belum kau ketahui. Fokus saja pada latihanmu."Nalan meng

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1458

    Bachira yang tadinya tegang tersentak kaget. Namun ia segera mengangguk, melangkah maju, dan dengan hati-hati mengangkat tubuh Nathan yang terkulai ke punggungnya.Melihat kesempatan emasnya direnggut di depan mata, Ryuki tidak bisa lagi menahan diri. "TIDAK AKAN KUBIARKAN!"Dengan raungan marah, ia mengangkat tangannya. Sebuah sulur kabut hitam pekat, penuh dengan energi korosif, melesat ke arah punggung Nathan yang tak berdaya."Cih, bocah bodoh!" Nalan bahkan tidak menoleh sepenuhnya. Ia hanya mengernyitkan keningnya dan melambaikan tangannya dengan gerakan bosan, seolah mengusir lalat.Sebuah gelombang kekuatan yang tak terlihat—sebuah distorsi di udara—meletus darinya. Sulur kabut hitam itu, saat bersentuhan dengan gelombang itu lenyap, terhapus dari eksistensi. Gelombang sisa kemudian menghantam Ryuki, membuatnya terlempar ke belakang dan jatuh terjerembab dengan kasar.Ryuki bangkit dengan susah payah, ia terbatuk-batuk. Ia tidak terluka parah. Nalan jelas telah menahan diri."

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1457

    "Bachira, bawa Tuan Nathan turun!" perintah Scholar, suaranya menggelegar. "Siapa pun yang berani menghalangi, BUNUH TANPA AMPUN!"Bachira mengangguk dan hendak maju, tapi Ryuki mengayunkan telapak tangannya, menciptakan dinding angin yang menghalangi jalan. "Tidak ada yang boleh membawanya pergi.""Ryuki!" maki Bachira. "Kau benar-benar tidak tahu malu! Menyerang orang yang tidak sadarkan diri! Kalau punya nyali, tunggu dia siuman dan bertarunglah dengan adil!"Sancho tertawa dingin. Ia menatap Scholar, matanya penuh dengan ancaman. "Kepala Keluarga Arteta, pikirkan baik-baik. Apakah nyawa satu orang ini sebanding dengan kehancuran seluruh keluargamu? Pergi sekarang, dan aku akan berpura-pura ini tidak pernah terjadi. Jika tidak... setelah hari ini, tidak akan ada lagi keluarga Arteta di Kota Moniyan."Scholar mendengus. Ia melangkah maju, suaranya kini ditujukan bukan hanya pada Sancho, tetapi pada seluruh komunitas bela diri yang menjadi saksi. "Sancho, sebagai Ketua Martial Shrine

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status