Tiga tahun dihina sebagai menantu benalu, Ghazam akhirnya ditendang keluar dari keluarga Galenka. Dan kini, keadaan telah berbalik. Keluarga Galenka membutuhkan bantuan Ghazam lagi dan Serina sang mantan istri datang memohon bantuan. Namun, Ghazam hanya menatapnya dingin dan berkata, “Tidurlah denganku sekali lagi, merayaplah ke ranjangku seperti seorang istri yang rindu tubuh suaminya setiap malam.”
Lihat lebih banyakSetelah diusir dan diceraikan oleh sang istri karena dianggap miskin dan benalu, Ghazam justru mampu membuat banyak wanita tunduk, secara suka rela membuka kaki untuknya dan memohon untuk ditiduri!
**
BYUR!
Ghazam menutup matanya ketika seember air yang sepertinya bekas cucian piring mengguyur tubuhnya. Bau amis dan lengket minyak langsung menyeruak, membuat perutnya yang baru saja diisi makan siang mendadak mual.
“Segera tandatangani surat perceraian ini, Ghazam. Aku sudah muak menjadi istrimu.”
Ucapan itu meluncur dari bibir Serina seperti sebilah belati. Dingin, tegas, tanpa emosi, seolah ia hanya membacakan keputusan yang telah ia simpan selama tiga tahun ini.
Ghazam mulai membuka mata, tetapi masih membeku di tempatnya. Seakan tubuhnya menolak memahami kalimat sederhana itu. Namun jauh di dalam hatinya, ia tahu hari ini akan datang.
Karena sejak awal, Serina tidak pernah mencintainya.
Pernikahan mereka bukan karena cinta, bahkan suka pun tidak. Itu murni keputusan sepihak Tuan Damar Galenka, kakek Serina dan CEO Galenka Corp saat itu.
Beberapa tahun lalu, saat perusahaan nyaris bangkrut, Ghazam yang masih staf R&D datang membawa ide revolusioner. Bukan cuma menyelamatkan perusahaan, tetapi juga mengangkat nama Galenka kembali ke puncak.
Sebagai balas jasa, Tuan Damar mengangkat Ghazam jadi kepala divisi dan menjodohkannya dengan cucu kesayangannya, Serina.
Serina menolak, keluarga besar mencibir, tapi sang kakek bersikeras. Pernikahan tetap terjadi.
Setahun setelah itu, Tuan Damar meninggal. Kursi CEO jatuh ke tangan ayah Serina.
Posisi Ghazam dicopot. Status sebagai menantu dipertahankan hanya karena beberapa aset penting atas namanya yang merupakan warisan keputusan sang kakek.
Sudah dua tahun berlalu. Namun bagi Serina dan keluarganya, Ghazam tetap orang luar. Bayangan asing yang kebetulan tinggal di rumah mereka.
Padahal selama ini, Ghazam tak pernah berhenti mencoba. Menjadi suami yang baik, menantu yang patuh, karyawan yang loyal. Namun sebaik apapun ia, tetap saja tidak pernah cukup.
“Serina…” ujar Ghazam, suaranya parau, nyaris seperti bisikan. Ia bangkit dari “Apa semua harus berakhir seperti ini? Setelah semua yang aku coba, semua yang kita lalui…”
Serina menyilangkan lengan di depan dadanya, mengangkat dagunya dengan angkuh. “Kita tidak pernah ‘melalui’ apa pun bersama, Ghazam. Yang ada hanya aku yang bertahan dalam keterpaksaan.”
“Setidaknya biarkan aku—”
“Cukup,” potong Serina cepat. “Berhenti membuat semuanya terdengar seolah kamu korban. Kamu bisa menikah denganku karena Kakek. Bukan karena cinta, bukan karena kamu pantas. Dan jujur saja… aku muak harus pura-pura selama ini.”
Ghazam menahan napas. Hatinya sudah terlalu sering dilukai, tetapi kali ini… ucapan Serina seperti mengikis harapan terakhir yang ia miliki.
Namun, Ghazam masih mencoba berdiri tegak. Masih ingin memperjuangkan sesuatu yang bahkan tak pernah memihak padanya. Juga, ia ingin memastikan amanah terakhir sang Kakek untuk menjaga Serina masih bisa ia jalankan.
Map berisi dokumen cerai tergeletak di atas meja kayu yang ada di sebelah Ghazam.
Ghazam mengedarkan pandangannya. Saat ini, area belakang rumah keluarga Galenka sangat sepi, hanya ada dirinya dan Serina.
“Seharusnya kamu juga bersyukur karena meskipun bercerai denganku, kamu masih diberi kesempatan untuk bekerja di perusahaan kami,” sindir Serina dengan nada menghina. “Kamu cuma numpang hidup dari nama besar Galenka. Tanpa hubungan keluarga ini, kamu bahkan nggak akan dilirik untuk posisi apa pun.”
Ghazam menatap Serina. Mata itu tidak lagi menunjukkan rasa marah. Yang tersisa hanya luka dan kelelahan.
“Tidak, seharusnya kamu sadar diri sejak awal, Ghazam!” sahut Soraya, ibu Serina, yang tiba-tiba datang dari arah dapur. “Kamu itu anak yatim piatu yang tidak punya apa-apa. Seharusnya kamu bersikeras menolak perjodohan itu. Tapi, memang dasarnya kamu tidak tahu diri dan ingin memanfaatkan keadaan, kan?”
Ghazam memang hidup seorang diri. Tak punya keluarga, tak punya koneksi. Dan bagi keluarga Galenka, itu alasan cukup untuk menolaknya.
Meski dia bekerja keras, menjaga amanah Kakek Damar, dan menyelamatkan perusahaan mereka, semua tetap tak berarti. Ghazam bukan siapa-siapa di mata mereka.
"Benar. Aku bukan siapa-siapa," ucap Ghazam datar. "Tapi seharusnya kalian ingat bahwa sistem produksi kalian, produk-produk andalan itu… semua lahir dari mejaku. Tanpa itu, Galenka sudah lama tumbang."
Soraya mendengus. “Jadi sekarang kamu minta penghargaan? Minta dibalas budi? Dasar laki-laki pamrih.”
“Aku kerja siang malam, kalian diam. Tapi begitu aku bicara soal kebenaran, kalian bilang aku pamrih?” kata Ghazam lirih.
Serina mendengus, wajahnya penuh kejengkelan. “Ide bukan apa-apa tanpa uang dan koneksi. Jangan bertingkah seolah kamu penyelamat perusahaan, Ghazam!”
Lalu dengan nada makin menusuk, Serina menatapnya lurus-lurus. “Ketahuilah, selama ini aku jijik tidur seranjang denganmu. Setiap pagi saat melihat wajahmu, aku bertanya pada diriku… bagaimana bisa Kakek menikahkanku dengan orang sepertimu?”
PRANK!
Serina melempar ember yang sedari tadi ia pegang ke tubuh Ghazam, membuat pria itu kembali memejamkan matanya.
Namun, kata-kata itu menampar lebih keras dari apa pun.
Ghazam bungkam. Ia pernah mencintai Serina, menghormati Kakek Damar, tapi penghinaan yang terus datang… sudah lewat batas.
Serina mengeluarkan selembar cek dari sakunya dan menyerahkannya pada Ghazam. “Ini kompensasi untukmu. Ambil, lalu pergi dari hidupku. Dan pastikan kamu nggak pernah kembali.”
Ghazam menatap angka yang tertera. Lima puluh juta rupiah. Uang yang mungkin cukup untuk menyambung hidup, tetapi harga dirinya menolak.
“Tidak perlu,” kata Ghazam. “Aku tidak akan menjual sisa harga diriku demi angka di kertas.”
Soraya mengangkat alis. “Dasar sombong! Padahal kamu itu cuma benalu yang dikasih panggung sebentar karena dikatrol nasib dan keberuntungan!! Ayah mungkin buta saat itu.”
“Tuan Damar tidak buta,” sahut Ghazam mantap. “Beliau hanya punya mata yang bisa melihat orang bukan hanya jabatan dan status.”
Lalu, Ghazam menyeka air yang bercampur sisa makanan di tubuhnya. Ia menatap Serina dan Soraya sejenak.
Ghazam mulai melangkah menuju pintu belakang rumah, hingga suara berat terdengar dari dapur. Johan Galendka, ayah Serina, menghentikannya sesaat.
“Ingat baik-baik, Ghazam. Di dunia ini, pria hanya akan dihormati kalau dia punya kuasa dan kekayaan. Bukan kenangan, apalagi belas kasihan,” kata Johan dengan senyum tipis penuh kesombongan.
Ghazam berhenti sejenak. Menoleh pelan, lalu mengangguk sekali.
“Saya akan mengingatnya,” ucap Ghazam dingin.
Tanpa menoleh lagi, Ghazam melangkah keluar.
**
Kini, Ghazam telah berdiri di depan makam Kakek Damar. Di bawah langit yang mulai menguning, matanya menatap lurus nisan yang megah itu. Bajunya mulai kering, tetapi bau amis belum hilang dari tubuhnya.
Selama hampir lima tahun ini, Kakek Damar selalu berada di sisinya. Sungguh, rasa hormat dan terima kasihnya pada Kakek Damar tak akan pernah pudar.
Ghazam memberi penghormatan terakhirnya pada Kakek Damar, meski tanpa membawa apapun.
“Kakek, terima kasih untuk semua yang telah kau berikan padaku. Tapi, maaf aku tak bisa melakukan perintah terakhirmu untuk menjaga pernikahanku dengan Serina, karena aku telah bercerai dengannya,” kata Ghazam sambil mengusap batu nisan itu.
“Tapi, Kakek jangan khawatir. Aku akan menjaga perusahaan kakek dengan caraku sendiri.”
Ghazam bangkit, lalu melangkah keluar area pemakaman mewah itu. Namun, baru beberapa langkah, seorang wanita meneriakinya.
“Dia! Pria itu pasti teman pencuri tasku!” teriak wanita itu, diikuti segerombolan orang yang langsung berlari ke arah Ghazam.
Ghazam melirik ayahnya sekilas, lalu berdiri, menarik kursi untuk mempersilakan Freya duduk di sampingnya.Melihat itu, Freya tersenyum dan menyambut maksud Ghazam dengan baik. Namun, sebelum ia duduk, ia lebih dulu menyapa Althar. “Om, maafkan aku membuat makan malam kalian terganggu.”Althar menggelengkan kepala, masih dengan senyum di wajahnya. “Tidak mengganggu sama sekali. Malah Om senang melihat kamu lagi. Bagaimana kabarmu?”“Aku baik, Om. Om Althar sendiri gimana?” Freya tersenyum hangat sambil mengatur posisi duduknya.“Om baik, biarpun belakangan pusing karena ditinggal anak Om yang hobinya berkelana ini.” sahut Althar sambil sedikit melirik Ghazam.Freya terkekeh kecil, menutup mulutnya sopan. “Bukannya anak Om ini memang dari dulu nggak bisa diam ya? Selalu saja ada yang dia kejar.”Ghazam mengangkat alis sambil menatap Freya sekilas, lalu menyiapkan piring dan alat makan untuk Freya.“Kalau nggak dikejar, nggak akan dapat, kan?” sahut Ghazam ringan, seolah menanggapi deng
Ghazam menghela napas.Sejak dulu, Althar memang seolah ingin menjadikan Freya sebagai menantunya. Padahal, Ghazam sudah berkali-kali mengatakan bahwa mereka berdua hanya teman biasa. Namun, tetap saja itu tidak membawa pengaruh apa-apa.Meski awalnya Althar terkesan hanya bercanda, tetapi setelah melihat bagaimana kedekatan Ghazam dan Freya, terutama ketika melihat putranya berdiri dengan Freya, ia merasa mereka berdua sangat cocok. Maka sejak itu, Althar terus mencoba membuat keduanya semakin dekat. Namun, setelah Ghazam memutuskan untuk keluar sejenak dari kehidupan mewahnya, Althar tak lagi ikut campur.“Ayah,” kata Ghazam malas.“Coba bayangkan akan sesempurna apa hidupku. Anakku adalah CEO perusahaan besar dunia, punya kemampuan khusus di dunia mi—”“Ayah, sudahlah,” potong Ghazam langsung. Ia berdiri dan berjalan keluar ruangan. “Anak-anak itu sudah menunggu di meja makan, kalau kita masih terus bicara di sini, aku rasa mereka bisa masuk rumah sakit karena kelaparan.”Althar te
Ghazam bangkit dari kursinya, lalu berjalan tenang ke arah Serina yang masih berdiri di ambang pintu. Wajahnya menunjukkan senyum sinis, sangat berbanding terbalik dengan Serina yang tampak tegang dan penuh amarah.“Kau yang memulai, kenapa aku yang kau sebut gila?” kata Ghazam dengan tajam.Serina menggertakkan giginya “Kau …”“Kenapa? Tidak menyangka kalau aku akan langsung tahu bahwa ini semua ulahmu?” sahut Ghazam langsung, sorot matanya menusuk ke arah Serina, seolah tak memberi celah untuk Serina melawan.“Kamu memasang kamera pengawas di rumahku sejak dulu? Itu melanggar hukum, Ghazam!” seru Serina, seolah tak peduli dengan ucapan Ghazam sebelumnya.Ghazam terkekeh. “Aku tidak memasang kamera pengawas, Kakek Damar sendiri yang menyuruh memasang CCTV di rumah, apa kau lupa?”Serina membulatkan matanya. Jelas ia ingat dengan hal itu.Beberapa bulan setelah Ghazam dan Serina menikah, Ghazam memang mengusulkan pada Tuan Damar untuk memasang beberapa kamera CCTV di sudut rumah denga
Suasana ruang konferensi semakin hening. Bahkan, suara ketikan dari wartawan pun tak ada. Semua pandangan tertuju pada Ghazam yang berdiri penuh percaya diri di tengah podium.Kemudian, Ghazam melangkah keluar dengan mantab tanpa peduli dengan wartawan yang mulai memanggilnya.Tak lama kemudian, hasil konferensi telah sepenuhnya menyebar di semua kanal berita. Lagi-lagi, nama Ghazam J. Manggala menduduki posisi pertama di jajaran berita terpanas.[Ghazam J. Manggala Dianggap Menantu Benalu oleh Keluarga Galenka][Fakta Baru: Ghazam Bukan Ingin Merebut Galenka, Justru Menghidupkan Galenka Kembali, Tetapi Malah Diusir?][Keluarga Galenka Memutar Fakta Soal Ghazam J. Manggala. Benarkah Itu?]Namun, beberapa menit kemudian, semua kembali heboh setelah ada sebuah akun media sosial yang mengunggah rekaman Ghazam dipukuli segerombolan orang di area pemakaman mewah dengan baju kusut, basah, dan bau.“Wah sepertinya, rekaman konferensi pers itu benar. Video ini diambil pada tanggal yang sama d
Suasana lobby IGD sontak gaduh. Beberapa orang berbisik-bisik, bahkan ada yang menatap ke arah Ghazam yang hanya berdiri kaku di tempat.“Tuan …” gumam Janu lirih. Jelas ia sudah tahu soal pernikahan Ghazam, tetapi ia tidak menyangka akan ada yang memelintir berita itu untuk menjatuhkan Ghazam.Namun, belum sempat Ghazam merespon, tiba-tiba Freya telah kembali datang dengan ponsel yang menampilkan laman berita serupa dengan di televisi.“Zam …” lirih Freya.Sebenarnya, meskipun Freya tidak sedekat itu dengan Ghazam, tetapi dia bisa menilai bahwa Ghazam bukan tipe pria yang seperti itu. Apalagi, Ghazam ini orang kaya. Mana mungkin ia rela menikah hanya untuk menguasai satu perusahaan kecil?Namun, ucapan Ghazam selanjutnya cukup membuat Freya tercengang.“Aku memang pernah menikah dengannya,” ujar Ghazam dingin dengan sorot mata tajam.“Tapi … tidak dengan pernyataan soal menguasai perusahaan mereka, kan?” tanya Freya memastikan dengan ragu.“Apa aku tampak seperti orang yang melakukan
Freya sempat tertegun mendengar ucapan spontan itu, lalu tak kuasa menahan tawa kecilnya. Pipi tipisnya merona samar, sesuatu yang jarang sekali terlihat dari seorang dokter yang biasanya begitu tegas.Ghazam, di sisi lain, hanya bisa menghela napas pendek sambil menatap Alin dengan tatapan setengah heran. “Alin…” suaranya berat, bernada seperti hendak menegur, tapi sulit menyembunyikan senyum tipis yang muncul di sudut bibirnya.“Apa? Kan bener,” jawab Alin polos, matanya berbinar. “Kalau Kakak Azam sama Ibu Dokter kerja sama nolongin anak-anak, pasti tambah banyak yang bahagia.”Freya melirik sekilas pada Ghazam, lalu tersenyum lembut pada Alin. “Terima kasih, Alin. Kamu pintar sekali melihat hal yang baik.”Alin mengangguk puas, merasa kata-katanya tidak ditolak. Ia pun akhirnya benar-benar berjalan ke sisi ranjang Nina.Setelah gadis kecil itu menjauh, suasana antara Ghazam dan Freya sempat hening beberapa detik. Keduanya saling menatap singkat, lalu buru-buru memalingkan wajah. A
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen