Share

Bab 1483

Author: Imgnmln
last update Last Updated: 2025-10-27 13:13:54

"Bukan begitu," kata Nathan. "Awalnya semua berjalan lancar. Tapi semakin lama, aku merasa seolah-olah ada sebuah dinding tak terlihat yang menahanku. Saat mencapai puncak, semuanya berhenti total. Apakah benar di pulau ini ada batas kekuatan yang tidak bisa dilewati?"

"Ternyata kau juga merasakannya?" Bonang tampak terkejut.

"Apa yang sudah kau temukan selama beberapa bulan ini?" tanya Nathan.

Bonang segera menceritakan semua yang ia ketahui, tentang ritual penyembahan paksa dan kuil-kuil aneh yang hanya berisi satu jenis patung batu. Mendengar itu, Nathan langsung merasa ada yang tidak beres.

"Pasti ada sesuatu dengan patung-patung itu," katanya. "Ayo, bawa aku melihatnya."

"Bagaimana dengan temanmu?" tanya Bonang, menunjuk ke kamar sebelah.

Nathan membangunkan Abel dari kultivasinya. Anehnya, setelah tiga bulan berlatih di surga energi spiritual ini, kekuatan Abel tidak meningkat sedikit pun.

"Nathan," kata Abel dengan murung. "Kenapa aku merasa kekuatanku tidak bertambah sama seka
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1489

    Bonang menatap Nathan. “Kenapa kau tidak mengarang nama saja tadi?”Nathan tersenyum samar. “Karena aku ingin tahu reaksi mereka.”“Dan?”“Arvana, dia menyimpan sesuatu. Wajahnya tidak pernah lepas dari kendali, tapi matanya… mata orang yang berbohong karena harus.” Nathan menatap keluar jendela, ke arah langit malam. “Dia tahu sesuatu yang lebih besar dari dirinya. Tapi dia tidak bisa mengatakannya.”Bonang melipat tangan. “Kau sempat memeriksa istana dengan kesadaranmu tadi. Ada sesuatu?”“Ada.” Nathan menatap jauh ke arah timur istana. “Di ujung sana, kesadaranku terputus. Seperti dinding tak terlihat yang memutus ruang dan waktu. Biasanya hanya formasi tingkat tinggi yang bisa melakukannya.”Bonang mengerutkan kening. “Dan patung-patung batu itu?”Nathan menarik napas panjang. “Ada formasi penyerap spiritual di dalamnya. Halus, nyaris tak terasa. Tapi jutaan orang menyembah setiap hari, energi mereka terkumpul perlahan, disalurkan ke satu titik.”Bonang terdiam beberapa detik. “Ke

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1488

    Arvana akhirnya membuka percakapan. “Tuan-tuan sekalian,” katanya sopan, “Aku masih belum tahu apa tujuan kalian datang ke Benua Monarch. Hanya ingin berkelana, atau ada urusan lain?”Nathan menatapnya, matanya tenang. “Kami hanya penasaran.”“Penasaran?” Arvana mencondongkan tubuh sedikit. “Tentang apa?”“Tempat ini.” Nathan menatap sekeliling. “Benua Monarch dipenuhi energi spiritual yang luar biasa. Seharusnya para kultivator di sini bisa menembus langit. Tapi entah kenapa, kebanyakan kekuatan tertinggi yang kami temui hanya berhenti di puncak Jiwa Langit. Itu tak masuk akal. Aku ingin tahu kenapa.”Ruangan mendadak sunyi. Abel berhenti mengunyah. Draven menunduk, gelisah.Arvana tersenyum samar, tapi di balik senyum itu ada rasa lelah yang menua. “Masalah itu sudah lama kami sadari,” katanya akhirnya. “Namun kami sudah menerima keadaan ini. Tidak semua orang lahir untuk mengejar kekuatan.”Ia menatap lilin yang berkedip di depan meja, seolah bicara pada dirinya sendiri. “Banyak pe

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1487

    Di dalam istana.Arvana sedang beristirahat di ruang singgasana ketika Tetua Pertama menerobos masuk dengan napas memburu. “Yang Mulia, masalah besar! Draven, dia ditangkap oleh seseorang!”Suara itu menggema di aula besar.Arvana langsung bangkit dari kursinya, wajahnya menegang, mata memancarkan amarah yang berbahaya. “Siapa?” suaranya berat seperti petir di langit malam. “Siapa yang berani menyentuh anakku di wilayah Estrada?”“Beberapa orang asing,” jawab Tetua Pertama gugup. “Katanya baru tiba dari luar Benua Monarch.”Aura membunuh langsung meledak dari tubuh Arvana. Udara di sekelilingnya bergetar, tirai sutra di dinding ikut bergoyang oleh tekanan spiritualnya. “Berani menyentuh darah Estrada di tanah ini, berarti mereka sudah menandatangani kematian mereka sendiri.”Beberapa menit kemudian, halaman istana dipenuhi prajurit. Ratusan penjaga berzirah hitam berdiri berbaris, dan Arvana memimpin sendiri barisan itu, wajahnya membeku dingin.Sementara itu, dari arah jalan utama, D

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1486

    Suara itu bagaikan sebuah vonis yang tak dapat dihindari.Aura di tubuh Nathan meningkat, membuat udara di sekeliling mereka bergetar. Pemuda itu jatuh berlutut spontan, tubuhnya menggigil, matanya penuh ketakutan.“K-kakak… aku benar-benar tidak tahu apa-apa…” katanya dengan suara parau. “Aku bersumpah, aku tidak tahu…”Kerumunan terdiam. Tak seorang pun berani bergerak. Draven—simbol kekuasaan, penerus dewa mereka—kini bersujud di hadapan manusia yang menolak tunduk pada langit.Dan di hati mereka, untuk pertama kalinya, keyakinan mereka terhadap para dewa mulai retak.“Sepertinya, dia benar-benar tidak tahu apa-apa…” Suara Bonang terdengar rendah di antara sisa asap.Nathan hanya mengangguk. Ia bisa merasakan ketulusan ketakutan dari wajah Draven yang baru saja mengaku kalah di hadapan dunia.“Pria macam apa ini?” gumam Abel, sinis. “Ditanya apa pun cuma bisa melongo.”Nathan menahan senyum tipis. Draven tidak berani bicara, tubuhnya masih gemetar.Bonang melangkah mendekat, matany

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1485

    BAAM!Ledakan mengguncang dengan dahsyat. Gelombang energi melesat ke segala arah. Bonang dan Abel terhempas, jatuh berguling di antara puing kuil. Asap dan debu menutupi pandangan, udara bergetar oleh daya ilahi yang brutal.Di tengah kekacauan itu, Draven menyeringai. “Inilah hukuman dewa. Tak ada manusia yang bisa menahannya.”Namun jauh di dalam istana, di ruang terlarang yang diselimuti kabut spiritual, Raja Goblin membuka matanya.Di depannya berdiri patung batu setinggi belasan meter yang retak di bagian dada dan hancur sebagian. Cahaya putih dari tongkat di tangannya berdenyut seperti jantung yang marah.“Berani menodai simbol para dewa…” gumamnya dengan suara yang rendah tapi menggema. “Kematian tidaklah cukup.”Dia mengangkat tongkatnya, dan cahaya putih jernih menembus langit.Ternyata, apa yang disebut “hukuman dewa” bukanlah mantra milik Draven. Yang dia lafalkan hanyalah mantra pemanggil—sebuah panggilan untuk Dewa sesungguhnya.Dan ketika Raja Goblin menurunkan tongkatn

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1484

    Abel tidak bergeming. Dengan gerakan cepat, dia menangkap bilah itu dan menendang dada si penjaga hingga tubuhnya terpental dan berguling di tanah. Para penjaga lain segera menyerbu.“Cukup.”Aura Bonang meledak dengan tenang tapi mengguncang. Dalam sekejap, tekanan spiritual menekan udara; para penjaga itu berhenti, kaki mereka gemetar, tak mampu melangkah maju.Draven itu menatap Bonang, alisnya berkerut tajam. “Mundur semuanya.”Begitu perintah itu keluar, pasukan langsung menarik diri.“Kami akan menyembah,” ucap Bonang cepat, menatap Nathan dan Abel seolah memberi isyarat—sekarang.Dia menunduk sedikit dan berbisik pada Nathan, “Jangan buat keributan. Kita ke sini bukan untuk perang, tapi untuk mencari rahasia tempat ini.”Abel mendecak pelan, tapi diam. Nathan hanya mengangguk. “Ikuti saja.”Mereka bertiga berjalan masuk ke dalam kuil. Aroma dupa menggantung berat di udara. Saat ketiganya berlutut dan menyembah, cahaya putih samar muncul dari tubuh mereka, lalu terserap ke dalam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status