Share

Bab 997

Penulis: Imgnmln
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-19 23:43:05

“Pedang Arunaku ada di sini, apakah kau masih menginginkannya, kawan?” desis Nathan, suaranya pecah penuh kemarahan.

Kemudian, Nathan mengangkat Pedang Aruna tinggi-tinggi, dan seketika, aura menakutkan melingkupi area ribuan meter, menekan Ramos bagai anjing tak berdaya.

“A-aku .…” jawab Ramos dengan lirih, kehilangan keberanian untuk melawan.

Di sampingnya, Nathan menyeringai penuh teka-teki sebelum bertanya dengan nada menggoda. “Apakah kau masih menginginkan batu mata naga yang ada dalam tubuhku?”

Wajah Kaidar memucat sejenak, namun aura kekuatannya segera meningkat. “Nathan, meskipun kau diberkahi Taiju, jangan bersikap terlalu arogan. Hari ini, batu mata naga dalam dirimu pasti akan kuambil!” Dengan gigi yang menggertakkan, Kaidar mengeluarkan token giok, yang seketika diselimuti aura kuno, menegaskan bahwa senjata itu bukan sekadar alat pelarian.

“Kau kira token giok milikku hanya mainan?” ejeknya, sambil melemparkan token giok itu ke arah Nathan.

Token giok itu terangkat denga
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1319

    Melihat kondisi Nathan yang memburuk, wajah Bonang berubah tegang. Dia bergegas mengeluarkan sebuah jimat pelindung, menggigit jarinya, dan dengan cepat menggambar sebuah segel penenang jiwa dengan darahnya sendiri.Namun, sudah terlambat. Kesadaran Nathan telah sepenuhnya terseret ke dunia lain."Di mana ini? Di mana ini?!" teriaknya putus asa ke dalam kehampaan, tetapi hanya keheningan yang menjawab.Perlahan, pandangannya yang kabur mulai menajam. Dia berada di dunia yang kelabu. Langitnya berwarna abu-abu seperti baja, dan dia berdiri di atas sebuah batu besar. Saat matanya berhasil fokus, pemandangan di hadapannya membuat darahnya seakan membeku.Medan perang.Sebuah medan perang yang membentang hingga ke cakrawala, dipenuhi oleh jutaan mayat yang berserakan seperti mainan rusak. Aroma darah dan kematian yang telah mengering selama ribuan tahun begitu pekat hingga menyesakkan. Energi spiritual di sini begitu liar dan penuh kekerasan, beterbangan ke mana-mana seperti badai yang ta

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1318

    Tiba-tiba, Bonang menghela napas panjang. "Sayang sekali mahakarya ini sudah terlalu tua. Kekuatan langit dan bumi yang terperangkap di sini sudah mulai memudar." Matanya menatap kejauhan dengan pandangan menerawang. "Jika kita datang beberapa ribu tahun lebih awal, saat tempat ini masih berada di puncaknya, energi di sini saja sudah cukup untuk membantu kita berdua langsung naik ke tingkat keabadian."Meskipun begitu, Nathan masih bisa merasakan energi spiritual yang luar biasa murni terus menerus mengalir ke dalam tubuhnya, mengisi kembali kekosongan yang ditinggalkan oleh pertarungannya dengan Arlot."Ayo," kata Nathan, semangat petualangannya kini berkobar. "Kita cari di mana letak makam yang sesungguhnya."Dia mulai berjalan mengikuti Bonang. Hatinya dipenuhi oleh campuran antara kegembiraan dan rasa gentar. Seseorang yang mampu menciptakan dunia seperti ini untuk menjadi kuburannya, penjaga macam apa yang akan dia tempatkan untuk melindunginya?Di hadapan keagungan seperti ini,

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1317

    “Darahku?”Nathan tampak bingung, namun dia tidak bertanya lebih jauh. Dia menggigit ujung jarinya, dan setetes darah merah yang berkilauan muncul.Bonang menampung darah itu dengan ujung kuasnya, lalu dengan cepat menggambar sebuah pola naga yang rumit di atas jimat terakhir. Dia kemudian menempelkan jimat darah itu tepat di tengah-tengah batu segel raksasa.GRRR~ BRAKK!Seketika, seluruh gua bergetar hebat. Semua jimat yang tertempel di dinding menyala serempak, menembakkan berkas-berkas cahaya keemasan yang terhubung satu sama lain, membentuk sebuah jaring energi yang rumit. Semua cahaya itu terfokus pada jimat darah di tengah batu segel.Pola naga yang digambar dengan darah Nathan mulai bersinar merah menyala, seolah menjadi hidup, lalu perlahan-lahan meresap ke dalam permukaan batu. Seluruh batu segel itu kini memancarkan cahaya yang begitu terang dan menyilaukan."Tutup matamu sekarang!" perintah Bonang dengan suara mendesak. "Jangan buka sebelum aku memberitahumu!"Nathan tidak

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1316

    Nathan sendiri menatap Bonang dengan kekaguman yang tulus. Dia bisa membuat formasi ilusi, tetapi hanya dalam skala kecil. Menciptakan ilusi yang mampu menyembunyikan seluruh kompleks sekte seperti ini membutuhkan kekuatan mental dan penguasaan sihir yang luar biasa."T-Tuan Bonang," gagap Sheerena. "Bagaimana... bagaimana cara kami masuk sekarang?"Bonang tersenyum misterius. "Oh, itu bagian yang paling mudah."Dia mengangkat tangannya, lalu menjentikkan jarinya di udara.Tik! Tik! Tik!Tiga kali. Dengan setiap jentikan, udara di depan mereka bergetar. Setelah jentikan ketiga, pemandangan lereng gunung yang kosong itu seakan memudar seperti fatamorgana, dan gerbang Sekte Bloody kembali muncul di hadapan mereka, kokoh dan nyata. Formasi ilusi baru ini jauh lebih kuat dan lebih elegan daripada apa pun yang pernah mereka miliki sebelumnya."Tuan Bonang," kata Sheerena, suaranya tulus dan penuh rasa terima kasih yang mendalam. "Anda tidak hanya menyelamatkan nyawa Nathan, tetapi juga mel

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1315

    "Makam kuno?" Nathan membelalak tak percaya. "Makam macam apa yang bisa menghasilkan energi spiritual murni secara terus-menerus? Bahkan jika di dalamnya terkubur artefak dewa sekalipun, energinya seharusnya sudah habis terkuras sejak ribuan tahun yang lalu, bukan?""Karena ini bukan sembarang gua," bisik Bonang, suaranya dipenuhi oleh rasa hormat yang mendalam. "Dan itu bukan sembarang makam kuno. Di baliknya adalah peristirahatan terakhir dari seorang Manusia Abadi, seorang Kultivator sejati dari zaman keemasan yang jasadnya masih utuh. Bayangkan apa yang terkubur bersamanya, senjata dewa, ramuan abadi, kitab-kitab kuno. Dengan sumber kekuatan seperti itu, tidak heran jika sisa-sisa energi spiritualnya masih merembes keluar hingga hari ini.""Makam manusia abadi?" ulang Nathan, kelelahan di wajahnya seketika tergantikan oleh keterkejutan yang tulus.Dia tahu legenda itu. Seorang Manusia Abadi adalah mahluk yang telah berhasil melintasi semua tahap kultivasi, berdiri di ambang pintu

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1314

    Saat penutup kepala itu tersingkap, yang terlihat bukanlah wajah seorang pahlawan atau master agung. Wajah itu kurus, dihiasi oleh bopeng-bopeng bekas penyakit atau luka lama, memberikan kesan seseorang yang telah melalui banyak kesulitan. Itu adalah wajah Bonang, pria yang sama yang pernah memberikan jimat pelacak pada Sancho di Moniyan.Nathan mengamati pria itu dengan saksama, mencoba mencari ingatan apa pun tentangnya, namun hasilnya nihil. Dia sama sekali tidak mengenal orang ini. Keningnya berkerut. "Aku tidak mengenalmu," kata Nathan, Pedang Aruna masih mengarah dengan mantap. "Mengapa kau menyelamatkanku?""Tidak ada alasan khusus," jawab Bonang, sebuah senyum tipis yang penuh perhitungan tersungging di bibirnya. "Anggap saja aku ingin menawarkan sebuah kerja sama.""Kerja sama?" Nathan mendengus, kewaspadaannya justru meningkat. "Kerja sama apa? Di dunia yang kering kerontang ini, seorang Kultivator Abadi bertemu dengan yang lainnya. Itu bukan pertanda baik. Kita berdua adala

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status