"Ternyata dia sangat mengagumkan!" Ryan akhirnya menyadari betapa luar biasanya Owen.
Sementara itu, Ryan teringat saat dia menghubungi Alan bulan lalu. Alan berkata, "Akan kulihat apa yang bisa kulakukan. Jika Owen bersedia membantumu, tidak akan ada masalah lagi."Ingatan itu menorehkan sebuah senyuman di bibir Ryan. Kini dia menyadari betapa konyolnya kekhawatiran yang dia rasakan tadi. Alan tidak akan memuji Owen tanpa alasan.Dokter yang satunya juga berkomentar, "Aku tidak mengerti apa yang telah dilakukannya, tetapi sepertinya dia memahami tubuh manusia dengan baik. Gerakannya begitu tepat. Harus kuakui, dia memang berbakat.""Harap tenang. Aku tidak akan memperingatkan kalian lagi."Suara Owen yang tidak sabar kembali terdengar. Kemudian, dia meraih ramuan kedua. "Pengobatanku belum selesai. Jika kalian tidak bisa diam, menyingkirlah dari sini."Mereka langsung mengangkat tangan.Kemudian, mereka menutup mulut secara serempak.Owen menoleh dan merengkuh punggung Fiona untuk membantunya duduk. Kemudian, dia mengambil tabung jarum dengan tangan kanannya.Semua orang yang hadir di ruangan itu menahan napas. Ryan begitu gugup menyaksikan Owen yang akan memberikan suntikan kedua kepada putrinya.Apakah itu akan berhasil? Mereka tidak tahu. Lagi pula, masih tersisa enam suntikan lagi.Terlebih lagi, Owen masih memegang tabung jarum panjangnya.Ketika Ryan terhanyut dalam pikirannya, Owen menyelesaikan suntikan kedua.Tak lama kemudian, Ryan mengeluarkan ramuan yang ketiga.Dia menyuntikkan ramuan ketiga dengan cepat. Jarum yang digunakannya menusuk tubuh Fiona begitu dalam."Fiona..."Ketika melihat pemandangan itu, Ryan tidak bisa menahan rintihan ketakutannya. Namun, dia bergegas untuk menutup mulutnya kembali.Owen sedang berkonsentrasi penuh. Dia menahan punggung Fiona dengan tangannya, lalu dia duduk menyilangkan kaki di belakang Fiona."Tuan Harvey, dua suntikan ini bahkan lebih menakjubkan!" Thomas mencondongkan tubuh kepada Ryan dan berkata dengan suara pelan, "Aku belum pernah melihat seseorang memberikan dua suntikan berturut-turut. Lihatlah putrimu, Tuan Harvey!"Ryan menatap Fiona dengan mata sendu.Seketika, rasa lega dan gembira menyelimuti hatinya.Dia menyadari wajah Fiona yang tadinya pucat kini terlihat jauh lebih baik. Bahkan, terlihat sedikit rona kemerahan di wajahnya."Benar! Thomas, apakah kamu melihatnya? Bulu matanya bergerak! Dia akan segera bangun!" Ryan berbisik dengan penuh semangat di telinga Thomas.Thomas pun mengangguk setuju."Teknik yang tertulis di dalam buku kedokteran kuno itu nyata! Ini sungguhan! Tuan Harvey, apakah kamu melihatnya? Tuan Green menggunakan teknik yang belum pernah kita lihat sebelumnya! Lihatlah tangannya yang luar biasa!""Ya! Owen seolah sedang bermain piano di punggungnya!" Ryan juga tidak kalah bersemangat. Dia melihat putrinya makin membaik dan napasnya makin kuat.Sekitar sepuluh menit kemudian, Owen berhasil menuntaskan kedelapan suntikan yang dibutuhkan. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengangkat kepalanya untuk memberi tahu semua orang, "Bagian yang selanjutnya akan canggung. Semuanya, keluarlah dari ruangan ini. Perintahkan para pelayan untuk bersiap... "Tiba-tiba saja terdengar sebuah suara yang keras.Belum sempat Owen menyelesaikan kalimatnya, jendela Prancis di ruangan itu tiba-tiba meledak.Sementara itu, Owen menyadari bahwa ada embusan angin yang datang bersama dengan ledakan jendela tersebut.Suara itu berasal dari peluru yang beterbangan menembus jendela itu. Hanya dengan mendengar suara desingan pelurunya, Owen bahkan bisa mengenali jenis senjata yang digunakan untuk menembak."Sial! Itu adalah senapan jarak jauh."Ketika jendela ruangan itu meledak, dengan sigap Owen merengkuh pinggang Fiona dan berbaring di ranjangnya bersama.Sebuah lubang bekas tembakan muncul di lemari pakaian kayu di samping ranjang Fiona.Ketika mendengar suara tembakan, semua orang tercengang. Owen pun melompat dari ranjang. "Penembak jitu yang bodoh! Beraninya dia melepaskan tembakan di depanku!"Jejak suara Owen terdengar menggelegar di ruangan itu, sementara dia telah melompat keluar dari jendela yang pecah.Matahari di langit telah kembali ke peraduannya, diiringi dengan rintik hujan yang membawa semilir aroma tanah basah.Owen melompat keluar dari lantai tiga dan menghilang di tengah kegelapan.Tak lama kemudian, orang-orang yang ada di ruangan itu akhirnya menyadari apa yang telah terjadi."Tuan Harvey, periksa apakah Nona Harvey baik-baik saja!""Nona HarveyKedua pengawal dan dua dokter itu menatap ke arah Fiona.Ryan melangkah ke sisi Fiona dan membantunya berdiri, kemudian memeluknya erat-erat. "Fiona! Bagaimana keadaanmu?""Ayah, sepertinya aku baik-baik saja sekarang."Fiona yang berada dalam pelukan Ryan perlahan membuka mulut dan matanya.Ryan menatap putrinya lekat-lekat. Mata Fiona yang cerah kini begitu jernih, membuktikan bahwa dia sudah sehat sekarang."Benarkah? Apakah kamu baik-baik saja?" Ryan merasa sangat gembira hingga tangannya gemetaran.Fiona pun mengangguk. Namun, pengobatannya belum selesai."Tidak!"Diamlah, jangan bergerak!"Pengobatannya belum selesai."Semua orang di ruangan itu kembali menjadi gugup. Suara tembakan di luar membuat mereka makin panik.Hal yang lebih memalukan terjadi ketika wajah Fiona tiba-tiba memerah. Kemudian, tubuhnya mulai gemetar hebat."Putriku tersayang, ada apa?"Ryan merasa sangat kacau saat itu. Pengobatan putrinya belum selesai, dan seseorang baru saja menembaki mereka."Aku..." Fiona tampak kesakitan, tetapi bukan karena penyakitnya. Wajahnya memerah dan dia menggigit bibirnya. Fiona terlihat sedikit aneh. "Ayah, suruh mereka pergi."Apa?"Baiklah!" Ryan tertegun sebentar dan buru-buru berkata kepada para dokter dan pengawalnya, "Tinggalkan kami. Jika aku membutuhkan sesuatu, aku akan mengabari kalian."......Ketika mereka semua pergi, akhirnya Ryan mengerti mengapa Fiona mengeluarkan ekspresi seperti itu.Selimut dan celana Fiona basah semua."Ayah, jangan beri tahu siapa pun tentang masalah ini!" pinta Fiona seraya menundukkan kepalanya malu."Tentu saja! Aku tidak akan memberi tahu siapa pun!"Ryan menghiburnya dengan suara pelan, "Kamu telah melalui banyak hal dan ketakutan dengan tembakan itu. Usiamu bahkan belum lebih dari dua puluh tahun. Tidak sengaja mengompol karena ketakutan dan terkejut adalah hal yang wajar.""Tidak! Aku tidak mengompol! Jangan diungkit lagi!""Baiklah, aku berjanji! Sekarang berbaringlah! Pengobatanmu belum selesai! Tunggu sampai Tuan Green kembali.""Ayah bisa pergi sekarang. Aku harus mengganti pakaianku.""Tidak! Dengarkan aku! Tuan Green berkata bahwa kamu harus beristirahat di tempat tidur. Nanti setelah dia kembali, dia akan menyelesaikan pengobatannya."......Ryan sangat mengkhawatirkan putrinya sampai-sampai dia tidak menyadari wajah Fiona yang marah ketika mendengar mulutnya menyebut nama Owen.Tiba-tiba, sambaran petir mencakar langit dengan begitu dahsyatnya.Kilatan cahayanya menerangi langit malam yang gelap.Di hutan luar Kompleks Vila Adiwarna, Owen menginjak seorang pemuda berbaju hitam sambil menenteng senapan jarak jauh di tangannya."Apakah kamu Adam Gibson? Aku tidak peduli mengapa kamu ingin membunuh Keluarga Harvey. Aku tidak peduli jika kamu ingin membunuh Ryan atau Fiona, tetapi semua tembakanmu mengarah padaku! Mengapa?" Owen bertanya seraya menghantamkan baut senapan ke wajah pemuda itu.Suara pukulannya terdengar begitu keras dan menyakitkan.Mulut pemuda itu mengalirkan darah. Senapan jarak jauh itu telah menghancurkan delapan buah giginya.Adam, lelaki berbaju hitam itu, berteriak kesakitan sambil menutup mulutnya.Bibirnya terluka parah dan dia kehilangan beberapa gigi serinya. Di tengah kegelapan malam, jeritannya terdengar sangat menyeramkan."Diam, atau aku akan memukulmu lagi." Owen tersenyum, namun dia kembali mengangkat tangan kanannya yang memegang senapan.Baiklah!Adam pun tunduk. Dia menahan rasa ngilu yang menyiksanya dan berhenti berteriak dalam sekejap."Sial! Adam, tunjukkan sedikit keberanianmu. Aku kecewa melihatmu seperti ini! Kamu pantas mendapatkan hukuman!" umpat Owen, lalu dia kembali memukulkan baut senapan itu ke bawah.Sebuah suara retakan yang menakutkan pun terdengar.Baut senapan itu menghantam bahu Adam hingga membuat tulang belikatnya patah......Raungan menyedihkan pun terdengar kembali."Sial, sudah kubilang jangan berteriak!" Owen terus memukuli Adam.Adam meraung kesakitan hingga berurai air mata."Sial! Kalau kamu berani berteriak lagi, percaya atau tidak, aku akan langsung menghancur
Keesokan paginya sekitar pukul setengah enam pagi, Owen terbangun di sebuah ranjang besar yang empuk. Pendengarannya begitu tajam hingga dia bisa mendengar suara barang yang pecah dari kamar seberang.Owen hanya membutuhkan waktu kurang dari lima detik untuk berpakaian. Dia berjalan cepat menuju pintu dan bergegas keluar, nyaris tidak membuat suara sedikit pun.Kemudian, Owen berdiri di depan pintu Fiona. Telinga kirinya sedikit berkedut. Diambilnya sebuah jarum perak dari sana, lalu dia menusuknya ke lubang kunci pintu.Sebuah pegas di lubang kunci pintu itu mencuat.Setelah itu, Owen segera memasuki kamar Fiona.Kaca jendela yang hancur karena peluru kemarin telah diganti dengan yang baru. Tirai tebal di jendela menghalangi cahaya matahari masuk, membuat suasana dalam kamar itu sedikit remang. Fiona sedang berdiri di depan lemari, mencari pakaian sambil memaki, "Owen berengsek, berani sekali kamu menyentuh dadaku, membuatku mengompol, dan memaksaku terus berbaring di tempat tidur. D
"Apa?" Owen segera menutup pintu dan kembali ke kamarnya.Terdengar sebuah suara keras menyusul.Setelah kembali ke kamarnya, Owen kembali mendengar suara pecahan barang dari seberang pintu. Sepertinya Fiona sangat marah kepada Owen sehingga dia harus memecahkan sesuatu untuk melampiaskan kemarahannya."Gadis yang temperamental!" gumam Owen sambil mengulurkan penyadap suara itu dan memeriksanya.Setelah mengamati beberapa saat, mata Owen berkilat tajam. Digenggamnya penyadap suara itu erat-erat."Mungkin sang bos, dalang dari semua ini, benar-benar akan memberi uang kepada Adam. Pasti Adam mengetahui bahwa aku telah berhasil menyembuhkan Fiona berkat penyadap suara ini, karena itu dia berusaha melenyapkanku. Bagaimanapun, penyadap suara ini tidak berguna lagi sekarang."Setelah Owen menyadari hal itu, dia mematahkan penyadap suara itu menjadi dua.Di sebuah apartemen kelas atas, dua pria dengan penyuara telinga mendadak berdiri sambil berteriak dan melemparkan penyuara telinga mereka
Cody terengah-engah.Kemarahan menguasai dirinya. Ruby yang cantik pun terlihat sedikit marah.Fiona berkata dengan wajah masam, "Jangan membual, Owen! Ayo balapan. Mulai dari vila, kita balapan sepanjang jalan tol, hingga Universitas Samudra. Pemenangnya adalah yang sampai duluan.""Yang terpenting, kita punya taruhan! Owen, bukankah kamu bilang kami lemah?" Ruby menambahkan, "Kalau kalah, kamu tidak boleh sombong lagi di depan kami! Kami akan menjadi bos dan kamu harus patuh!""Bagaimana kalau kamu yang kalah?" Owen balik bertanya.Cody berteriak, "Kalau kami kalah, kamu akan menjadi bos dan kami akan patuh padamu!""Kalau aku meminta kalian makan kotoran, apa kalian akan melakukannya?" tanya Owen sambil tersenyum.Apa-apaan itu!Cody bukan tandingan Owen. Kalau tidak, Cody sudah pasti akan menghajarnya."Tentu saja! Kalau kamu bisa mengalahkanku, aku akan melakukannya!" Cody berjalan ke samping Frod
"Jangan tertekan. Bukan hal yang memalukan karena kalah taruhan denganku," kata Owen.Fiona tidak bisa berkata apa-apa."Jika kamu memanggilku Sayang, aku tidak akan bertaruh denganmu. Bagaimana menurutmu?" Owen bertanya padanya.Fiona tidak menjawab apa-apa.Sepuluh menit kemudian, Posche 911 yang dikendarai Owen masih melaju dengan kecepatan lebih dari 200 kilometer per jam.Kecepatannya semakin meningkat dan hampir mencapai 240 kilometer per jam. Seperti kata Owen, tidak peduli seberapa cepat Frod Mustong dan Maseroti mereka, dia tidak akan dapat dikejar karena mereka menunggu selama 99 detik.Owen menyetir Posche 911 dengan cepat di sepanjang jalan sehingga menarik banyak perhatian. Ada banyak mobil mewah yang masih ingin mengejarnya, tapi segera menyerah."Aku benar, Fiona. Kedua temanmu sangat buruk sehingga aku tidak bisa melihat mereka mengejarku," ucap Owen sambil menyetir.Fiona berkata dengan marah, "
Sombong dan dominan adalah kata-kata yang paling cocok untuk menggambarkan Owen saat ini.Di antara semua mahasiswa yang berkumpul di sini, para pria terkejut dan menjadi rendah diri melihat sikap Owen yang mendominasi. Sementara itu, para gadis mulai tergila-gila pada Owen dan memandangnya dengan kagum.Kemudian terdengar suara bising.Dua mobil melaju kencang dan berhenti mendadak. Kedua mobil itu adalah Frod Mustong Cody dan Maseroti Ruby."Owen, kamu menerobos lampu merah. Kamu ... aku akui bahwa kamu menyetir sangat cepat dan menikung dengan sangat baik, tapi mengapa orang itu terkapar di tanah?" Begitu Cody keluar dari mobil, dia sudah memikirkan alasan atas kekalahannya. Namun, dia tersandung dan hampir terjatuh oleh Felix.Berikutnya, Ruby keluar dari mobil dan melayangkan tinjunya pada Owen, "Owen, kamu menerobos lampu merah. Dasar tidak tahu malu."Owen berkata sambil tersenyum, "Kamu mengajakku balapan, tapi kamu tidak bilang bahwa aku tidak boleh menerobos lampu merah! Kal
Terdapat meja untuk sepuluh orang di Aula Emas dan setiap tempat duduk dilengkapi dengan peralatan makan yang mewah. Ruangan itu dihiasi dengan karpet lembut, TV, dan kulkas sehingga terasa nyaman.Meja itu tampak sedikit kosong dengan hanya empat orang yang duduk di situ. Namun, Cody sangat menikmatinya. Nona Manners pergi ke kamar pribadi, meletakkan kupon makan, dan pergi. Dua pelayan datang, satu menyerahkan buku menu dan satu lagi menyajikan kopрі.Cody, sang tuan rumah, membalikkan menu dengan cekatan ke halaman hidangan laut kelas atas dan menunjuk, "Aku ingin empat porsi untuk yang ini.""Wah! Cody, makanan favoritku adalah teripang dengan saus tiram." Ruby, yang duduk di samping Cody, berkata dengan gembira, "Ini mahal sekali. Aku tidak mampu mengajak orang lain untuk makan di sini. Kamu sangat murah hati!"Cody tersenyum mendengarnya. Semakin banyak orang memuji Cody, Cody semakin senang. Selanjutnya Cody berkata kepada pelayan, "Ada sat
Fiona dan Ruby mengangguk kaku. Sebenarnya, mereka ketakutan dengan para pria agresif ini.Mereka juga tidak paham maksud Owen ketika dia mengatakan bahwa dirinya ingin berolahraga! Mereka bahkan bertanya-tanya apakah Owen sudah tahu kalau seseorang akan masuk dan membuat masalah.Owen memukul Felix dengan botol hingga jatuh, lalu gerombolan preman bawahan Felix marah."Apa? Berani-beraninya kamu memukul Felix!""Pukul dia, pukul sampai mati!""Siapa saja yang memukul Felix akan mati!"Gerombolan preman itu menerjang Owen, lalu masing-masing dari dua preman terkuat mengayunkan pipa hingga menghantam ubun-ubun Owen.Dua botol beterbangan.Namun, tidak ada yang bisa melihat bagaimana Owen berhasil menerbangkan dua botol kosong itu. Kemudian, botol-botol itu pecah di dahi dua orang kuat tadi. Mereka berteriak kesakitan, lalu menjatuhkan dua pipa baja yang mereka pegang.Pada saat yang bersamaan, Owen mengi