Home / Fantasi / Kesatria Garuda / Perjalanan ke Gunung Keramat – Ardian Mencari Jawaban atas Kekuatannya

Share

Perjalanan ke Gunung Keramat – Ardian Mencari Jawaban atas Kekuatannya

Author: Khomairoh
last update Last Updated: 2025-02-08 07:11:40

Malam itu, setelah pertempuran sengit di Kota Rantau Senja, Ardian berdiri di tengah puing-puing yang masih mengepulkan asap. Kemenangannya atas Pasukan Hitam bukanlah akhir dari segalanya. Ia tahu, di balik kemenangan ini, ada pertanyaan yang belum terjawab.

"Apa sebenarnya tanda di punggungku ini?" Ardian bergumam, memandang luka berbentuk sayap di punggungnya yang masih terasa panas.

Pria berjubah hitam yang menolongnya sebelumnya melangkah mendekat. "Jika kau ingin jawaban, kau harus pergi ke Gunung Keramat. Hanya di sanalah kau akan menemukan kebenaran tentang dirimu."

"Gunung Keramat?" Ardian mengernyit.

"Ya," pria itu mengangguk. "Dulu, para leluhur Kesatria Garuda pernah bersembunyi di sana, meninggalkan petunjuk bagi pewaris mereka. Jika kau benar-benar ingin memahami kekuatanmu, kau harus pergi ke sana."

Ardian menatap ke arah pegunungan di kejauhan. Siluetnya terlihat samar di bawah cahaya rembulan yang mulai menembus awan. Gunung itu terasa memanggilnya.

Tanpa ragu, ia mengangguk. "Kalau begitu, aku akan pergi ke sana."

Ardian berangkat sebelum fajar. Ia meninggalkan Kota Rantau Senja yang masih dalam pemulihan dan menuju ke utara, tempat Gunung Keramat berdiri kokoh.

Perjalanannya tidak mudah. Hutan lebat yang mengelilingi pegunungan dipenuhi dengan bahaya—hewan buas, jurang curam, dan jalanan licin. Tapi bukan itu yang paling mengkhawatirkan Ardian.

Ia bisa merasakan sesuatu mengawasi dari dalam kegelapan.

Langkahnya semakin waspada saat mendengar suara gemerisik di balik pepohonan. Ia menggenggam Tombak Garuda erat-erat.

"Tunjukkan dirimu!" serunya.

Dari bayangan hutan, muncul makhluk aneh. Tubuhnya menyerupai manusia, tapi dengan kulit kelam seperti arang dan mata yang bersinar merah.

"Kesatria Garuda..." suara makhluk itu serak, seperti desisan ular.

Ardian menegang. "Kau siapa?"

Makhluk itu menyeringai, memperlihatkan deretan gigi tajam. "Aku adalah pelayan Sang Kegelapan. Kau tak akan sampai ke Gunung Keramat."

Seketika, makhluk itu melompat ke arahnya dengan kecepatan luar biasa. Ardian bereaksi cepat, mengangkat tombaknya untuk menangkis serangan. Ledakan kecil terjadi saat senjata mereka bertemu.

Pertarungan berlangsung sengit. Makhluk itu bergerak seperti bayangan, menghilang dan muncul kembali dari berbagai arah. Tapi Ardian semakin terbiasa dengan kekuatannya.

"Aku tak akan kalah!" teriaknya, mengayunkan Tombak Garuda dengan kekuatan penuh.

Cahaya keemasan menyelimuti tombaknya, menghantam makhluk itu dengan keras. Makhluk itu menjerit sebelum tubuhnya meledak menjadi kepulan asap hitam.

Ardian terengah-engah. "Mereka benar-benar tidak ingin aku sampai ke Gunung Keramat..."

Ia melanjutkan perjalanannya dengan hati-hati.

Setelah dua hari perjalanan yang melelahkan, Ardian akhirnya sampai di kaki Gunung Keramat. Udara di sini terasa berbeda—lebih berat, lebih pekat dengan energi yang tak kasatmata.

Di lereng gunung, ia menemukan sebuah kuil tua yang hampir tertutup oleh pepohonan liar. Pilar-pilarnya masih berdiri kokoh meski terlihat termakan usia.

Ardian melangkah masuk. Di tengah ruangan utama, ada sebuah altar batu dengan ukiran berbentuk burung Garuda. Di atasnya, terdapat gulungan kuno yang disegel dengan cahaya emas.

Tangannya gemetar saat menyentuhnya. Begitu ia menarik gulungan itu, sebuah suara bergema di dalam pikirannya.

"Wahai pewaris Garuda, jika kau telah sampai di tempat ini, berarti takdirmu telah ditetapkan. Kekuatan yang kau miliki bukanlah kebetulan—ia diwariskan dari leluhur yang telah menjaga keseimbangan dunia selama berabad-abad. Namun, kekuatan ini juga memiliki harga. Jika kau memilih untuk menggunakannya, maka kau akan menjadi musuh utama Kegelapan. Bersiaplah, karena perang yang sesungguhnya baru saja dimulai."

Ardian menelan ludah. Ia kini mengerti bahwa perjalanannya belum berakhir. Gunung Keramat telah memberikan jawaban, tetapi juga menghadirkan pertanyaan baru.

Siap atau tidak, ia harus menghadapi takdirnya.

Ardian menggenggam gulungan kuno itu erat. Cahaya emas yang menyegelnya perlahan meredup, seolah mengizinkan sang pewaris untuk membuka rahasianya. Dengan hati-hati, ia membentangkan gulungan tersebut dan mulai membaca tulisan-tulisan tua yang terpahat di atasnya.

"Kesatria Garuda yang sejati akan diuji oleh tiga rintangan sebelum ia bisa menguasai kekuatannya sepenuhnya. Hanya yang berhati murni dan bertekad kuat yang bisa melewati semuanya. Jika kau gagal, maka kegelapan akan menguasai dirimu, dan dunia akan jatuh dalam kehancuran."

Ardian menarik napas dalam. Tiga rintangan? Ia belum pernah mendengar tentang ini sebelumnya. Tapi sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, lantai kuil tiba-tiba bergetar.

Dari bayangan dinding, muncul tiga sosok berjubah hitam dengan mata bersinar merah. Mereka bukan sekadar ilusi—mereka nyata dan siap menguji Ardian.

Salah satu sosok maju. Ia mengangkat tangannya, dan tiba-tiba Ardian merasakan tubuhnya berat, seolah ada sesuatu yang menariknya ke dalam tanah. Di depannya, muncul bayangan dirinya sendiri—tetapi lebih gelap, lebih liar.

"Apa ini?" Ardian bergumam.

"Ini adalah dirimu yang sebenarnya," jawab sosok berjubah hitam. "Jika kau tidak bisa mengalahkan dirimu sendiri, maka kau tidak layak menjadi pewaris Garuda."

Bayangan Ardian menyerangnya dengan kecepatan luar biasa. Gerakannya sama persis dengan Ardian—setiap tebasan, setiap serangan. Setiap kali Ardian menyerang, bayangan itu menangkis dengan cara yang sama.

Ketegangan menyelimuti Ardian. Ia mulai menyadari bahwa rintangan ini bukan soal kekuatan, melainkan penerimaan.

"Aku bukan musuh bagi diriku sendiri," bisiknya.

Ia menutup mata, menarik napas, dan membuka hatinya. Cahaya keemasan menyelimuti tubuhnya, dan perlahan, bayangan itu memudar, kembali menjadi bagian dari dirinya.

Sosok berjubah hitam pertama mengangguk, lalu menghilang ke dalam kegelapan.

Sosok kedua melangkah maju, mengangkat tangannya. Seketika, Ardian merasakan tubuhnya melayang, lalu jatuh ke dalam jurang tanpa dasar.

Angin kencang menerpa wajahnya. Di sekelilingnya, suara-suara berbisik, mengisi pikirannya dengan ketakutan—ketakutan akan gagal, ketakutan akan kehilangan, ketakutan akan masa lalunya.

Ardian memejamkan mata. Ia ingat bagaimana ia bertarung demi rakyatnya, bagaimana ia melawan Pasukan Hitam tanpa rasa takut.

"Aku bukan budak ketakutan!" teriaknya.

Tiba-tiba, ia merasa tubuhnya berhenti jatuh. Ia berdiri di atas cahaya keemasan yang muncul dari dalam dirinya sendiri.

Sosok kedua menghilang.

Sosok terakhir melangkah maju, tetapi kali ini ia tidak menyerang. Sebaliknya, ia mengangkat tangannya, dan di depan Ardian muncul dua jalan.

"Setiap pewaris Garuda akan menghadapi pilihan ini," kata sosok itu. "Jalan pertama adalah jalan kedamaian—tinggalkan kekuatanmu, hiduplah sebagai manusia biasa. Jalan kedua adalah jalan perang—terima takdirmu, tetapi kau akan selalu hidup dalam bayang-bayang pertempuran."

Ardian menatap kedua jalan itu.

Ia telah melihat kehancuran, pengorbanan, dan kesakitan. Tetapi ia juga tahu bahwa tanpa kekuatannya, dunia bisa jatuh dalam kegelapan.

Dengan keyakinan penuh, ia melangkah ke jalan kedua.

Seketika, cahaya emas membanjiri ruangan. Sosok terakhir menghilang, dan Ardian merasa kekuatan dalam dirinya semakin kuat.

Gunung Keramat telah memberinya jawaban, dan takdirnya sebagai Kesatria Garuda telah ditetapkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kesatria Garuda   Akhir yang Baru

    Matahari terbit dengan indahnya, menyinari desa kecil yang terletak di kaki gunung. Desa itu, yang dulunya sunyi dan sepi, kini dipenuhi dengan tawa dan kebahagiaan. Di tengah desa, Ardian dan Sita duduk di beranda rumah mereka, menikmati secangkir teh hangat. Wajah mereka yang keriput dipenuhi dengan senyum bahagia, mata mereka berkilauan dengan kedamaian.Mereka telah melewati banyak hal dalam hidup mereka, pertempuran dahsyat, kehilangan yang menyakitkan, dan kemenangan yang gemilang. Mereka telah menyelamatkan dunia dari kegelapan, membangun kembali peradaban, dan mewariskan warisan Garuda kepada generasi baru. Sekarang, mereka menikmati masa pensiun mereka, hidup dalam damai dan harmoni."Dunia ini indah, bukan?" ucap Sita, menatap pemandangan desa yang hijau.Ardian mengangguk setuju. "Ya, ini adalah dunia yang layak untuk diperjuangkan," jawabnya. "Kita telah melakukan bagian kita, sekarang saatnya bagi generasi baru untuk melanjutkan perjuangan."Mereka melihat anak-anak desa

  • Kesatria Garuda   Warisan Garuda

    Waktu terus berlalu, dan dunia yang hancur perlahan-lahan pulih. Kota-kota yang dulunya reruntuhan kini berdiri megah, hutan-hutan yang gundul kembali menghijau, dan sungai-sungai yang tercemar kembali jernih. Era baru telah tiba, era di mana manusia dan Kesatria Garuda hidup berdampingan dalam harmoni.Ardian dan Sita, pahlawan-pahlawan yang telah menyelamatkan dunia dari kegelapan, kini telah memasuki usia senja. Kekuatan mereka, yang telah terkuras habis dalam pertempuran dahsyat melawan Raja Bayangkara Terakhir, tidak lagi seperti dulu. Namun, semangat mereka, kebijaksanaan mereka, dan cinta mereka untuk dunia ini tetap menyala terang.Mereka menyadari bahwa sudah saatnya bagi mereka untuk menyerahkan kepemimpinan kepada generasi baru Kesatria Garuda. Generasi yang telah mereka latih, generasi yang telah mereka inspirasi, generasi yang siap untuk melanjutkan perjuangan mereka.Ardian dan Sita mengumpulkan para Kesatria Garuda muda di puncak gunung, tempat di mana mereka pertama ka

  • Kesatria Garuda   Munculnya Era Baru

    Dengan berakhirnya pertempuran dahsyat melawan Raja Bayangkara Terakhir, dunia memasuki era baru. Langit yang tadinya kelam kini kembali cerah, tanah yang tandus mulai ditumbuhi tanaman hijau, dan harapan kembali bersemi di hati setiap insan. Ardian dan Sita, bersama para Kesatria Garuda yang tersisa, memimpin proses pemulihan dan pembangunan kembali, bukan hanya dari kerusakan fisik, tetapi juga dari luka batin yang mendalam.Langkah pertama yang mereka ambil adalah mengumpulkan para penyintas, memberikan mereka tempat berlindung, makanan, dan perawatan medis. Mereka mendirikan tenda-tenda darurat, mengubah reruntuhan bangunan menjadi tempat tinggal sementara, dan membuka dapur umum untuk memastikan tidak ada yang kelaparan. Sita, dengan kekuatan penyembuhannya, berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, menyembuhkan luka-luka dan memberikan dukungan moral.Ardian, dengan karisma dan kebijaksanaannya, mengoordinasi upaya pemulihan. Ia membentuk tim-tim kerja yang terdiri dari para

  • Kesatria Garuda   Kehancuran Pasukan Kegelapan

    Ledakan cahaya langit yang dahsyat telah merobek tirai kegelapan yang menyelimuti dunia. Pasukan Bayangkara, yang sebelumnya tampak tak terkalahkan, hancur lebur dalam sekejap. Energi kegelapan yang mengalir dalam diri mereka menguap, meninggalkan hanya debu dan ketiadaan. Gerbang Neraka, yang menjadi sumber kekuatan mereka, tertutup rapat, disegel oleh kekuatan cahaya yang tak tertandingi. Ancaman dari dimensi lain, yang telah lama menghantui dunia, akhirnya berakhir.Kemenangan telah diraih, namun dengan harga yang sangat mahal. Para Kesatria Garuda, pahlawan-pahlawan yang gagah berani, telah memberikan segalanya untuk melindungi dunia. Banyak dari mereka yang gugur dalam pertempuran, mengorbankan diri mereka untuk memastikan keselamatan umat manusia. Luka-luka menganga menghiasi tubuh mereka yang tersisa, saksi bisu dari pertempuran sengit yang telah mereka lalui.Dunia yang mereka selamatkan tidak luput dari kerusakan. Tanah yang subur berubah menjadi gurun tandus, kota-kota megah

  • Kesatria Garuda   #4

    Ardian mulai mengadakan pertemuan dengan para pemimpin desa dan kota, berbagi pengetahuan tentang sejarah dan ajaran para Kesatria Garuda. Ia menekankan pentingnya persatuan dan kerja sama, mengajak mereka untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur. Ia juga mendorong mereka untuk mengembangkan potensi diri, untuk menjadi pahlawan dalam kehidupan sehari-hari, untuk berani membela kebenaran dan melawan ketidakadilan.Perlahan tapi pasti, benih-benih kebaikan mulai tumbuh di hati penduduk bumi. Mereka mulai saling membantu, saling menghormati, dan saling mencintai. Mereka membangun kembali rumah-rumah mereka, bukan hanya dengan batu dan kayu, tetapi juga dengan cinta dan persahabatan. Mereka menanam kembali tanaman-tanaman mereka, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk menghijaukan kembali bumi yang terluka.Anak-anak mulai bermain bersama, tertawa riang, tanpa rasa takut dan curiga. Mereka belajar tentang keberanian dari kisah para Kesatria Garuda, tentang k

  • Kesatria Garuda   #3

    Hari-hari berlalu, dan dunia perlahan-lahan pulih dari kehancuran. Para penduduk bumi, yang selamat dari serangan pasukan Bayangkara, mulai keluar dari tempat persembunyian mereka. Mereka bekerja sama, bahu membahu, membersihkan puing-puing, membangun kembali rumah-rumah, dan menanam kembali tanaman-tanaman yang telah mati.Para Kesatria Garuda yang tersisa, dengan luka dan kesedihan yang masih membekas, turut membantu proses pembangunan kembali. Mereka menggunakan kekuatan mereka untuk menyembuhkan luka-luka, membangun benteng pertahanan, dan melindungi penduduk bumi dari ancaman yang mungkin masih ada.Sita, dengan hati yang masih berduka, bekerja tanpa lelah membantu para penduduk bumi. Ia ingin menghormati pengorbanan rekan-rekannya dengan cara memberikan yang terbaik bagi dunia ini. Ia menggunakan kekuatannya untuk menyembuhkan orang-orang yang terluka, untuk membangun kembali rumah-rumah yang hancur, dan untuk menanam kembali tanaman-tanaman yang mati.Setiap malam, Sita mengunj

  • Kesatria Garuda   #2

    Ardian, dengan wajah yang menunjukkan kelelahan yang mendalam, menatap satu per satu wajah para Kesatria Garuda yang tersisa. Dia melihat luka-luka di tubuh mereka, mata merah karena menangis, dan wajah pucat karena kelelahan. Namun, dia juga melihat sesuatu yang lain: semangat yang tidak pernah padam, tekad yang tidak tergoyahkan, dan cinta yang tulus untuk dunia ini."Kita telah kehilangan banyak saudara," kata Ardian, suaranya bergetar karena emosi. "Setiap dari mereka adalah pahlawan, setiap dari mereka telah memberikan segalanya untuk melindungi kita semua. Kita tidak akan pernah melupakan mereka."Dia berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, dan melanjutkan, "Tapi kita tidak bisa tenggelam dalam kesedihan. Kita harus terus berjuang. Kita harus membangun kembali dunia ini, bukan hanya untuk kita sendiri, tetapi juga untuk mereka yang telah tiada."Kata-kata Ardian bergema di antara para Kesatria Garuda, membangkitkan semangat mereka yang mulai meredup. Mereka tahu bahwa dia b

  • Kesatria Garuda   Pengorbanan Seorang Kesatria

    Medan perang yang sebelumnya dipenuhi dengan gemuruh pertempuran kini sunyi senyap, hanya menyisakan debu dan puing-puing kehancuran. Pasukan Bayangkara telah musnah, lenyap ditelan ledakan cahaya yang dihasilkan oleh pertarungan terakhir Ardian dan Raja Bayangkara Terakhir. Namun, kemenangan ini diraih dengan harga yang sangat mahal. Banyak Kesatria Garuda yang gugur, mengorbankan diri mereka untuk melindungi dunia.Sita, dengan mata berkaca-kaca, memeluk erat tubuh seorang Kesatria Garuda yang terbaring lemah. Nafasnya tersengal-sengal, darah mengalir dari luka di dadanya, tempat di mana serangan mematikan Raja Bayangkara Terakhir hampir merenggut nyawa Sita."Jangan tinggalkan aku," bisik Sita, air matanya membasahi pipi Kesatria Garuda itu. "Kau tidak boleh pergi..."Kesatria Garuda itu tersenyum lemah, tangannya yang gemetar terangkat untuk mengusap air mata Sita. "Sita... kau harus selamat," ucapnya dengan suara parau. "Kau adalah harapan terakhir kita..."Kilasan memori berputa

  • Kesatria Garuda   Ledakan Cahaya Langit

    Medan perang yang sebelumnya dipenuhi dengan kengerian dan kegelapan, kini menjadi saksi bisu dari pertarungan terakhir. Ardian, dengan kekuatan cinta dan persahabatannya yang membara, berhadapan langsung dengan Raja Bayangkara Terakhir, sang penguasa kegelapan yang tak terkalahkan. Udara bergetar, tanah bergemuruh, dan langit seakan runtuh menyaksikan bentrokan kekuatan yang melampaui batas nalar.Raja Bayangkara Terakhir, dalam amarahnya yang membara, melepaskan seluruh kekuatan kegelapan yang dimilikinya. Pusaran energi hitam yang mengelilingi tubuhnya semakin membesar, menyedot semua cahaya dan harapan di sekitarnya. "Kau tidak akan pernah bisa mengalahkanku, Kesatria Garuda!" raungnya, suaranya menggema di seluruh penjuru alam semesta. "Kegelapan akan menelan segalanya, dan kau akan menjadi saksi kehancuran dunia ini!"Ardian, dengan aura emas yang bersinar terang, berdiri tegak menghadapi ancaman tersebut. Ia tahu, inilah saat terakhir, saat di mana ia harus mempertaruhkan segal

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status