Di sisi lain, Pangeran Heydar telah berhasil keluar dari lorong gelap. Kunang-kunang raib bersama hangatnya sinar mentari. Aroma kayu yang menyegarkan menyapa indra penciumannya. Dia mengedarkan pandangan, hanya ada pepohonan sejauh mata memandang. Beberapa ekor rusa liar merumput, tampak tak terganggu dengan keberadaannya.
Pangeran Heydar menjadi penasaran. Dia mendekati rusa dan mencoba menyentuhnya. Aneh, tak terasa bulu yang halus, Pangeran Heydar seperti menyentuh angin.
“Di mana ini sebenarnya? Kenapa rasanya tidak asing?”
Setelah menimbang cukup lama, Pangeran Heydar memutuskan lanjut berjalan. Dia mengamati pertumbuhan lumut untuk menentukan arah. Namun, baru beberapa langkah, terdengar suara ledakan dari kejauhan. Hewan-hewan liar berlarian dari arah berlawanan.
Pangeran Heydar bersiaga. Dia bisa mencium aroma bahaya tak jauh dari tempatnya berdiri. Sayang sekali, tak ada pedang terselip di pinggangnya seperti biasa. Pangeran Heydar s
Pangeran Heydar perlahan membuka mata. Seberkas cahaya terasa menyilaukan, tetapi tak memerlukan lama hingga dia beradaptasi. Pepohonan sudah tak tampak, tergantikan dinding kayu yang kokoh. Tak ada hiasan apa pun di dinding, hanya sebingkai jendela dengan kain putih sebagai tirai. Sementara tubuhnya terasa berbaring di sesuatu yang empuk dan hangat.“Akhirnya, kau sadar juga, Tuan,” sapa seseorang dari sisi kanan, dari suaranya terdengar seperti seorang gadis.Pangeran Heydar mencoba mengalihkan pandangan. Dia seketika tersentak. Wajah tak asing tertangkap mata. Harapan sempat terbit bahwa semua pengkhianatan dan kenyataan tentang kekasihnya seorang peri setengah iblis hanyalah mimpi. Namun, rasa sakit luka di dadanya menyadarkan. Pangeran Heydar mengerahkan tenaga untuk menarik si gadis dan mencekal lehernya dengan lengan.“Apa lagi rencanamu, Ghumaysa? Kau ingin berbuat apa lagi setelah gagal membunuhku?” cecar Pangeran Heydar dengan s
“Hatsuyy! Hatsuy!”Debu berterbangan saat lantai di sapu menyebabkannya bersin berkali-kali. Tak ingin menjadi beban, Pangeran Heydar tengah mencoba membersihkan rumah yang tak seberapa luas itu. Dia cukup patuh untuk tidak nekat memotong kayu bakar. Shirin memang melarangnya karena khawatir luka akan kembali terbuka. Sang pangeran pun terus berjibaku dengan alat-alat pembersih dalam waktu yang cukup lama.“Akhirnya selesai juga.”Pangeran Heydar melemaskan otot setelah mengelap meja. Dia pergi ke halaman belakang untuk merendam lap kotor di dalam ember. Namun, baru saja kakinya hendak melangkah kembali ke rumah, firasat buruk melintasi benak. Wajah Shirin membayang.“Ada yang tidak beres .... Ah! Aku harus bergegas.”Pangeran Heydar mengobrak-abrik dapur. Dia mendesah berat ketika hanya menemukan pisau daging di sana. Sebagai pengguna pedang, senjata yang lebih pendek cukup menyulitkan. Namun, Pangeran Heydar ta
Pangeran Heydar menatap Shirin dengan penuh harap. Keresahan merasuki hatinya melihat gadis pujaan terdiam lama, seolah-olah tak mampu melanjutkan ucapan. Debaran jantung cukup keras hingga terdengar samar oleh telinga.Waktu yang berlalu terasa mencekik. Pangeran Heydar menggigit sudut bibir. Namun, dunia seakan runtuh saat dia melihat Shirin menggeleng lemah. Entah kenapa patah hati kali ini jauh lebih menyakitkan daripada pengkhianatan Ghumaysa. Pangeran Heydar semakin menyadari rasa di antara dia dan si peri iblis tak lebih dari hasrat akan godaan kecantikan.“Maaf, aku tidak bisa menjadi kekasihmu, Heydar.” Suara Shirin bergetar hebat.Pangeran Heydar benar-benar tak mengerti. Dia sangat meyakini gadis itu memiliki perasaan yang sama. Pipi merona, sering salah tingkah, sorot mata penuh perhatian selalu ditunjukkan Shirin. Bukankah menjadi tidak wajar jika pernyataan cinta berujung dengan penolakan?Saat memikirkan hal itu, Pangeran Heydar
Waktu berlalu tanpa terasa. Hubungan Shirin dan Pangeran Heydar masih agak canggung. Meskipun berada di bawah satu atap, mereka malah saling menghindar. Shirin menyibukkan dirinya dengan membuat berbagai jenis ramuan obat. Sementara Pangeran Heydar kembali melatih ilmu bela diri dan teknik berpedangnya. Dia bahkan membuat pedang dari kayu untuk menunjang latihan.“Ha! Hyat!”Pedang kayu terus dipukulkan ke boneka latihan. Keringat membasahi tubuh kekar Pangeran Heydar. Namun, wajahnya tak tampak letih sedikit pun. Dia memang petarung hebat dari sejak lama. Sungguh sayang, petarung sehebat dirinya pernah terperdaya akibat cinta.Bruk! Bruk! Krak!Boneka kayu latihan patah. Begitu juga dengan pedang kayu di tangan Pangeran Heydar. Dia tersenyum puas. Hasil latihan terakhir cukup baik.
Tes Tes TesRintik hujan mengecup bumi. Shirin tersentak, lalu refleks mendorong Pangeran Heydar. Pipinya yang merona sangat menggemaskan, membuat sang pangeran terkekeh."Rupanya, langit cemburu dengan kita," canda Pangeran Heydar.Wajah Shirin semakin memerah. Dia mencubit lengan kokoh itu dengan gemas. Pangeran Heydar seketika tergelak."Sudah! Sudah! Jangan bercanda! Kita harus segera masuk ke rumah atau akan basah semua."Pangeran Heydar menyeringai nakal. "Hmm ... sepertinya basah semua tidak buruk juga. Tubuh kekarku akan semakin seksi."Wajah Shirin sudah seperti kepiting rebus. Dia mengibas-ngibaskan tangan di atas kepala, seperti mengusir sesuatu. Sementara rintik hujan sudah membuat titik-titik kecil di rambut mereka.Pangeran Heydar menjadi semakin semangat untuk menggoda. "Bukankah akan romantis berciuman di bawah hujan?" ledeknya.Shirin sudah tidak tahan lagi. Wajahnya benar-benar cemberut, meskipu
Aroma khas seketika menyeruak saat pintu perpustakaan dibuka. Barisan rak penuh buku yang terawat memanjakan mata. Bentuknya dibuat dengan unik. Raja dua generasi di atas Atashanoush merancangnya sendiri karena begitu mencintai buku-buku. Putri Arezha menghela napas berat. Gadis itu tak pernah cocok dengan sesuatu yang berkaitan dengan belajar. Namun, entah kenapa hari ini dia begitu ingin mengunjungi perpustakaan. Mungkin alasannya adalah kesepian. Sang ibu mogok bicara karena masih merajuk setelah mengetahui kematian Putri Kheva. Ratu Azanie menyalahkan Pangeran Fayruza yang tak ikut serta. Akhirnya, mereka menjadi perang dingin. Tinggallah Putri Arezha dan Raja Faryzan pusing tujuh keliling mendamaikan keduanya. "Syukurlah, mereka benar-benar di sini!" seru Putri Arezha riang begitu melihat Kyra dan Ava duduk berhadapan di meja paling pojok. Mereka memang tujuannya. Sejak Gulzar Heer tak sadarkan diri, mereka memang terus berjibaku mencari jalan ke
“Shirin ... Kayvan ...."Suara merdu, tetapi beraksen tegas itu mengusik pendengaran Shirin. Kehangatan melingkupi tubunya, melenyapkan segala rasa sakit yang sebelumnya merajam. Perlahan, dia membuka kelopak mata. Shirin terperenyak.Wajah cantik yang familiar terpampang di depan mata. Sewaktu kecil, dia sangat mengagumi wanita itu. Ratu terbaik yang pernah dimiliki Kerajaan Asytar, berhati lembut dan selalu welas asih terhadap rakyat.Shirin refleks mengepalkan tangan. Dia teringat bagaimana Ghumaysa membuat ratu mereka menderita, hingga bunuh diri di Lembah Mawar. Shirin memang masih berusia 5 tahun saat itu. Namun, dia memiliki kecerdasan di atas rata-rata dan dapat menyadari masalah yang tengah membebani orang tuanya.Setelah insiden Ratu Daria di Lembah Mawar, amarah Raja Atashanoush meledak. Dia hampir menghancurkan seluruh negeri. Kayvan terpaksa membelenggu sang raja untuk sementara sampai dapat menenangkan diri. Kerajaan Asytar dibayangi k
Pusaran cahaya terus menyeret Shirin. Begitu menyilaukan sampai-sampai dia harus menutup mata. Perlahan, rasa hangat yang melingkupi tubuh memudar dan tersisa di telapak tangan, lebih tepatnya terasa seperti genggaman dari sesuatu yang kokoh."Shirin, kumohon bertahanlah."Suara maskulin yang selalu membuat jantungnya berdebar menyentak kesadaran. Shirin perlahan membuka mata. Wajah cemas Pangeran Heydar menyambutnya. Mata elang yang berkaca-kaca terasa mengiris hati. Dengan susah payah, dia mengangkat tangan, lalu menyeka buliran bening di pipi Pangeran Heydar."Heydar, aku baik-baik saja ...," desisnya lemah.Pangeran Heydar tersentak. Dia mempererat genggaman di tangan kanan Shirin. Sementara itu, tangan kirinya mengusap lembut pipi gadis pujaan hati dengan sedikit gemetar. Dada terasa sesak. Rasa bahagia yang meluap-luap terkadang bisa menjadi sangat menyakitkan.“Kau tahu, Shirin? Selama 2 hari kau tidak sadar, aku ... aku takut sekali.